HATI SEORANG HASTA NARENDRA
HATI SEORANG HASTA NARENDRA
"Masih dalam perjalanan mungkin Non, apa Non Hanin telepon saja pak Hasta?" ucap pak Rahmat ikut merasakan kegelisahan Hanin.
"Aku tidak tahu bagaimana cara mempergunakan ponsel ini pak." ucap Hanin ingin menangis.
"Maaf Non, begini saya tunjukkan cara memakainya." ucap Rahmat menunjukkan caranya bagaimana menggunakan ponselnya.
Karena otak Hanin yang cerdas dan ingatannya yang sangat kuat hanya sebentar saja Hanin sudah bisa menggunakannya.
"Aku coba telepon pak Hasta ya pak?" ucap Hanin pada Rahmat.
"Silahkan saja Non." ucap Rahmat dengan hati sangat lega karena Hanin juga perhatian pada Hasta.
"Hallo pak Hasta ini Hanin." ucap Hanin dengan suara gugup karena pertama kalinya memakai ponsel.
Cukup lama Hanin menunggu jawaban dari Hasta.
"Ya Hanin, ada apa?" jawab Hasta di sana yang sebenarnya sedang menjalani terapi yang tinggal sebentar lagi.
"Apa pak Hasta masih lama?" tanya Hanin dengan perasaan yang masih canggung.
"Sebentar lagi juga selesai, kamu tidur saja dulu." jawab Hasta sambil menatap Husin yang memberikan suntikan terakhirnya.
"Pak Hasta di mana?" tanya Hanin memberanikan diri.
"Masih ada perlu dengan teman, kamu tidur saja dulu ya." ucap Hasta yang tidak ingin Hanin tahu tentang sakitnya.
"Ya pak, jangan lama-lama ya pak? aku takut sendirian di sini." ucap Hanin dengan jujur.
"Ya sudah, aku kembali sekarang." ucap Hasta yang tidak tega mendengar Hanin ketakutan.
Setelah selesai menelepon Hasta, Hanin duduk di sofa panjang. Matanya tidak bisa terpejam, tatapannya mengarah pada pintu yang masih tertutup.
Hampir tiga puluh menit Hanin menunggu, saat mendengar suara pintu terbuka tampak Hasta berdiri dengan wajah yang terlihat pucat. Hanin berdiri dari duduknya dan berlari memeluk Hasta.
"Pak Hasta!! aku takut!" cicit Hanin memeluk erat pinggang Hasta. Tubuh Hasta terhuyung ke belakang mendapat pelukan Hanin yang sangat erat.
"Kamu belum tidur Hanin?" tanya Hasta masih dalam pelukan Hanin.
"Aku sudah berusaha tidur pak, tapi aku tidak bisa." ucap Hanin yang merasa nyaman dan terlindungi dalam pelukan Hasta.
"Ayo tidurlah sekarang, jangan takut lagi..ada aku di sini." ucap Hasta menuntun Hanin ke ranjang.
Hanin menurut sekali saat Hasta menyuruhnya naik ke tempat tidur.
"Sekarang tidur ya Nin, sudah malam." ucap Hasta yang duduk di samping Hanin.
Hanin mencoba memejamkan matanya, tangannya menggenggam tangan Hasta dengan sangat erat.
Saat ini hanya Hasta yang di miliki Hanin, yang sangat perduli sama Hanin. Dan Hanin sangat percaya pada Hasta.
Dengan belaian Hasta di keningnya, Hanin merasa nyaman dan tenang hingga terlelap dalam tidurnya.
"Den Hasta, ini air hangat untuk minum obatnya den Hasta." ucap Rahmat yang sudah mengetuk pintu pintu tanpa di sadari oleh Hasta yang sedang melamun.
"Terimakasih Pak Rahmat." ucap Hasta dengan tersenyum.
"Den, kenapa Den Hasta tidak cerita saja pada Non Hanin kalau pak Usman Ayah Non Hanin telah membuat surat untuk Non Hanin agar menikah dengan den Hasta, baru perusahaan pak Usman yang di bawah den Hasta bisa menjadi milik Non Hanin." ucap Rahmat memberi saran pada Hasta.
"Hanin sudah menolakku pak Rahmat, aku tidak mau memaksanya." ucap Hasta yang sudah lama tidak merasakan lagi bagaimana rasanya mencintai dan di cintai.
"Tapi Den, bagaimana perusahaan itu bisa menjadi milik Non Hanin kalau Non Hanin tidak menikah dengan Den Hasta?" tanya Rahmat yang sangat iba dengan jalan hidupnya Hasta.
"Aku juga belum tahu pak Rahmat kita pikirkan sambil jalan saja, sampai Hanin dewasa." ucap Hasta yang berniat melepas genggaman Hanin. Namun tangan Hanin tidak melepaskannya.
"Pak Rahmat, bisa minta tolong ambilkan obat yang di meja." ucap Hasta yang terpaksa minum obatnya di tempat tidur.
"Bagaimana dengan hasil pemeriksaan terakhir sakitnya Den Hasta?" tanya Rahmat yang selalu menguatirkan kesehatannya Hasta.
"Tidak bagus pak Rahmat, paru-paruku tidak bisa di sembuhkan lagi selain transplantasi paru-paru, dan saat ini aku hanya bisa melakukan terapi agar tidak semakin melebar." ucap Hasta dengan tatapan putus asa.
Pak Rahmat tiba-tiba menangis, ikut merasakan kesedihan Hasta.
"Pak Rahmat kenapa menangis? sudah pak jangan menangis kalau Hanin tahu, aku merasa tidak enak pak, seolah aku memanfaatkan Hanin." ucap Hasta sambil mengusap punggung Rahmat yang usianya sudah sangat tua.
"Bagaimana saya tidak sedih den, orang sebaik den Hasta mendapat ujian yang berat seperti ini." ucap Rahmat seraya mengusap airmatanya.
"Kita harus bersabar pak, semoga umurku panjang untuk bisa menjaga Hanin sampai dewasa." ucap Hasta dengan sabar hati.
"Ya sudah den, sudah malam..baiknya den Hasta istirahat, saya pamit dulu." ucap Rahmat bangun dari duduknya dan keluar kamar.
Hasta mengambil nafas panjang menatap Hanin yang tidur dengan lelap.
Tangan Hanin masih menggenggam erat tangannya.
"Aku harap suatu saat kamu bisa mencintaiku Nin, agar surat Ayah kamu bisa segera kamu baca." ucap Hasta berusaha tenang dengan perasaan yang ada di dalam hatinya.
***
Perlahan kedua mata Hanin terbuka saat dia merasakan sedang memeluk sesuatu. Dan memang benar Hanin melihat Hasta duduk bersandar dengan kedua matanya yang terpejam. Dan tangan Hanin memeluk paha Hasta.
Serta merta Hanin menarik tangannya dari paha Hasta. Hanin ingat semalam dia ketakutan dan menggenggam tangan Hasta dan sekarang memeluk paha Hasta.
"Ya Tuhan! apa yang telah aku lakukan? aku melakukannya pasti karena aku merindukan sosok ayah yang sudah tidak pernah aku rasakan." gumam Hanin meyakinkan hatinya jika dia menyukai Rafka dan tidak menyukai Hasta yang pantas menjadi Ayahnya.
Dengan perasaan hati yang sedikit malu, Hanin bangun dari tidurnya mengamati Hasta yang masih tertidur dengan duduk bersandar.
"Pasti pak Hasta menungguiku dari semalam." gumam Hanin melihat wajah Hasta yang terlihat sangat lelah.
Tanpa menimbulkan suara Hanin mengambil selimutnya dan menyelimuti tubuh Hasta.
Hasta yang merasakan ada sesuatu di tubuhnya perlahan membuka matanya.
"Hanin? kamu sudah bangun?" tanya Hasta sambil merasakan sakit pada punggungnya.
"Sudah pak, ini masih pagi pak.. sebaiknya pak Hasta tidur lagi dengan berbaring." ucap Hanin memberikan bantal pada Hasta.
Hasta menatap Hanin tak berkedip, sungguh Hasta menyukai hati Hanin yang selalu baik pada semua orang.
"Pak Hasta tidak apa-apa kan?" tanya Hanin dengan matanya yang tak bergerak saat melihat ada darah yang keluar dari hidung Hasta.
"Aku tidak apa-apa Nin." ucap Hasta sambil mengeluarkan saputangannya dan membersihkan darah yang keluar dari hidungnya.
"Apa pak Hasta sakit?" tanya Hanin seraya meraba kening Hasta.
"Tidak Hanin, aku tidak sakit." ucap Hasta yang tidak bisa terkena hawa dingin.
"Kalau tidak sakit kenapa hidung pak Hasta mengeluarkan darah?" tanya Hanin dengan cemas.
"Bisa ambil remote di meja itu Nin?" ucap Hasta yang selalu kedinginan di setiap pagi antara jam tiga sampai jam lima pagi.