APAKAH INI PERASAAN RINDU (2)
APAKAH INI PERASAAN RINDU (2)
Tiap hari dari pagi sampai malam waktu Hasta di habiskan dengan bekerja, tanpa memperhatikan pola hidup dan pola makannya lagi, bahkan untuk meminum obatnya pun terkadang terlewati.
Rahmat yang mengetahui itu sungguh sangat bersedih, tapi Rahmat tidak bisa berbuat apa-apa karena sifat keras Hasta yang kadang tidak bisa di bujuk lagi.
Hingga sampai hari ini, walau sudah merasa tidak enak badan, Hasta tetap bersikeras bekerja mendatangi area perumahan yang sedang di kerjakannya.
"Den, baiknya den Hasta istirahat barang sehari saja. Kesehatan den Hasta lebih penting di banding semuanya." ucap Rahmat yang merasa kasihan pada Hasta dan Hanin yang saling memendam rindu.
"Aku tidak apa-apa Pak Rahmat hanya batuk saja." sahut Hasta sambil memakai jaketnya.
"Hari ini Hanin tidak ada menelepon kan pak Rahmat?" tanya Hasta yang sudah merasakan kerinduan yang sangat.
"Ada den, tadi pagi Non Hanin telepon mengingatkan obat den Hasta jangan sampai terlewatkan. Non Hanin saat ini lagi sakit den." ucap Rahmat yang tidak tahu bagaimana bisa Hasta dan Hanin mempunyai ikatan batin yang sangat kuat. Di saat Hasta sakit, Hanin pun dalam keadaan sakit.
"Bilang sama Hanin pak Rahmat untuk segera ke dokter jangan sampai di tunda lagi." ucap Hasta dengan wajah yang terlihat cemas saat mendengar Hanin sakit.
"Ya den Hasta, nanti akan saya beritahu Non Haninnya." ucap Rahmat berniat setelah mengantar Hasta kerja baru akan memberitahu Hanin.
"Jangan tunggu nanti pak Rahmat, bilang pada Hanin sekarang untuk segera ke dokter. Aku tidak ingin Hanin kenapa-kenapa." ucap Hasta yang benar-benar cemas dengan keadaan Hanin.
"Den Hasta sendiri bagaimana? Non Hanin juga meminta saya untuk mengantar den Hasta ke dokter hari ini." ucap Rahmat yang semakin sedih dengan hubungan Hasta dan Hanin yang saling tersiksa dengan kerinduan.
"Aku tidak akan apa-apa pak Rahmat, kalaupun aku ke dokter hidupku juga tidak akan lama lagi, jadi sekarang pak Rahmat segera telepon Hanin untuk segera ke dokter. Jika bertanya soal aku, bilang saja aku sudah ke dokter dan keadaanku baik-baik saja." ucap Hasta di sela batuknya yang akhir-akhir ini sering kambuh.
Setelah selesai menelepon Hanin sesuai dengan perintah Hasta, Rahmat mengikuti Hasta yang sudah berjalan lebih dulu menuju ke mobilnya.
Tiba di perumahan, Hasta keluar dari mobilnya dalam keadaan tubuh yang sudah lemas dengan dadanya yang terasa sangat sesak.
"Den Hasta apa perlu saya antar?" tanya Rahmat saat tahu wajah Hasta yang semakin pucat.
"Tidak usah pak Rahmat, pak Rahmat tunggu di sini saja. Aku hanya sebentar di sini, setelah itu kita ke kantor pusat." jawab Hasta kemudian berjalan ke kantor perumahan yang tidak terlalu jauh.
Sambil menunggu Hasta kembali, Rahmat duduk termenung di dalam mobil sampai pada saat matanya melihat beberapa orang pekerja sedang mengangkat seseorang. Dan lebih terkejut lagi Manager perumahan yang sudah di kenalnya berlari-lari datang menghampirinya.
"Pak Rahmat! tolong cepat buka mobilnya pak! pak Hasta pingsan di kantor." teriak Manager tersebut dengan mengetuk jendela mobilnya.
Dengan cepat Rahmat membuka pintu mobil dan melihat Hasta yang di angkat beberapa orang kemudian di baringkan ke dalam mobil.
"Pak Rahmat, tolong pak Hasta di bawa ke rumah sakit saja pak, karena sebelum pak Hasta pingsan, pak Hasta mengalami batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya." jelas manager perumahan itu dengan wajahnya yang panik.
"Ya pak terimakasih telah membawa pak Hasta kemari." ucap Rahmat kemudian dengan cepat melarikan Hasta ke rumah sakit terdekat.
Setelah sampai di rumah sakit, Rahmat menyerahkan Hasta pada tim medis emergency rumah sakit.
Sambil menunggu Hasta keluar dari ruang emergency, Rahmat menghubungi Hanin yang juga menunggu kabar dari Rahmat tentang Hasta.
"Non Hanin, maaf baru bisa telepon sekarang. Den Hasta sekarang ada di rumah sakit Non. Bisakah Non Hanin ke sini dengan naik taxi?" ucap Rahmat berharap Hanin bisa datang untuk menjaga Hasta agar Hasta bahagia.
"Ya pak, pak Rahmat membawa pak Hasta ke rumah sakit mana pak?" tanya Hanin dengan jantungnya yang terasa berhenti saat mendengar Hasta berada di rumah sakit.
"Di rumah sakit Budi Mulia Non." jawab Rahmat dengan hati lega karena Hanin bersedia untuk datang.
"Ya pak, sekarang aku akan kesana." ucap Hanin dengan perasaan sedih ingin bertemu Hasta secepatnya.
Setelah bicara dengan Hanin, Rahmat menghampiri dokter yang baru keluar dari ruang emergency.
"Siang pak dokter, bagaimana keadaan tuan saya dokter?" tanya Rahmat dengan serius.
"Keadaan pasien saat ini harus beristirahat total, karena kantung pada paru-parunya sudah melebar. Jika dibiarkan terus kemungkinan besar nyawa pasien tidak bisa tertolong lagi." jelas dokter tersebut dengan serius.
"Tapi sekarang keadaannya masih tertolong kan dokter?" tanya Rahmat lagi.
"Untuk saat ini masih bisa tertolong, dan sebentar lagi bisa di pindahkan ke kamar inap." ucap dokter tersebut kemudian masuk kembali ke dalam untuk memeriksa keadaan Hasta yang terakhir untuk bisa di pindahkan ke kamar inap.
Setelah Hasta di pindahkan ke kamar inap, Rahmat menunggu kedatangan Hanin yang sudah sampai di depan rumah sakit.
Berkali-kali Rahmat mengucapkan rasa syukur karena Hanin jauh-jauh dari desa mau datang untuk melihat keadaan Hasta.
"Pak Rahmat!" panggil Hanin yang sudah berada di hadapannya.
"Non Hanin! silahkan masuk Non, den Hasta ada di dalam masih belum sadar Non." ucap Rahmat dengan tatapan sedih.
"Ya pak, aku akan melihatnya dulu." ucap Hanin yang sudah tidak sabar ingin melihat keadaan Hasta yang satu minggu terakhir sangat di rindukannya.
Di dalam kamar, Hanin melihat Hasta yang sedang berbaring dengan kedua matanya yang terpejam.
"Pak Hasta." panggil Hanin dengan suara tangis tertahan melihat keadaan Hasta yang kurus dengan wajah yang pucat dan kedua pipinya yang terlihat tirus.
"Pak Hasta, bangun pak..ini Hanin, aku ada di sini pak." ucap Hanin dengan airmata yang sudah tidak bisa di tahannya lagi.
Saat mendengar sayup-sayup suara Hanin, perlahan Hasta membuka kedua matanya dan melihat Hanin yang duduk di sampingnya sambil menangis.
"Hanin? kamu ada di sini?" tanya Hasta dengan hati yang tak percaya melihat Hanin yang sudah ada di hadapannya.
"Ya pak Hasta, aku ada di sini." jawab Hanin seraya mengusap airmatanya yang masih saja mengalir.
"Hanin, bukannya kamu di desa? kenapa kamu bisa ada di sini? kamu kesini dengan siapa Nin?" tanya Hasta yang masih tak percaya dengan keberadaannya Hanin.
"Aku datang kesini sendiri pak, dengan naik taxi." jawab Hanin dengan perasaan lega melihat Hasta yang terlihat baik-baik saja.
"Apa pak Rahmat yang menyuruhmu kemari Nin?" tanya Hasta yang sedikit kecewa jika Hanin datang karena permintaan Rahmat.
Hanin terdiam sejenak dengan pertanyaan Hasta.
"Pak Rahmat hanya memberitahuku kalau pak Hasta masuk rumah sakit, dan aku ke sini karena ingin melihat keadaan pak Hasta, aku sangat rindu pak." jawab Hanin dengan suara pelan.
"Rindu sama siapa Nin? apa kamu rindu pak Rahmat?" tanya Hasta yang tidak ingin berharap Hanin telah merindukanya.
"Tidak pak, aku masih sering bicara dengan pak Rahmat. Hanya dengan pak Hasta aku tidak pernah bicara, aku merindukan pak Hasta." jawab Hanin dengan jujur.
Hati Hasta berdesir saat mendengar Hanin telah merindukanya.
"Kenapa pak Hasta tidak pernah meneleponku? apa pak Hasta marah padaku?" tanya Hanin dalam kedua matanya yang kembali merebak.
Hasta terdiam tidak bisa menjawab atau memberi alasan apapun dengan pertanyaan Hanin.
"Pak Hasta, kenapa pak? apa aku telah menyakiti hati pak Hasta? atau aku telah membuat kecewa hati pak Hasta? bilang sama aku pak, aku akan memperbaikinya." ucap Hanin dengan deraian airmata.
Hati Hasta ikut menangis melihat Hanin yang tersiksa dengan sikapnya.
"Kenapa kamu menangis Nin? tentu saja karena aku banyak pekerjaan jadi tidak ada waktu untukmu di awal Minggu ini." ucap Hasta memberi alasan yang cukup kuat agar bisa di terima Hanin.
"Benarkah pak? hanya karena itu? bukan karena hal yang lainnya?" tanya Hanin menatap penuh wajah Hasta yang terlihat pucat.
"Tidak ada Hanin, karena aku sibuk saja di awal minggu ini." jawab Hasta lagi meyakinkan Hanin agar percaya dengan alasannya.
"Terus kenapa pak Hasta bisa sakit? pak Hasta sakit apa? lihat sekarang pak, tubuh bapak menjadi kurus dan kedua pipi bapak terlihat tirus. Apa pak Hasta tidak pernah makan dengan teratur?" tanya Hanin seraya mengusap wajah Hasta.
Kedua mata Hasta terpejam merasakan kelembutan tangan halus Hanin yang mengusap wajahnya.
"Aku hanya kecapekan saja Nin, dan memang aku sedikit lupa waktu untuk makan teratur, aku janji ke depan aku akan makan tepat waktu." ucap Hasta dengan tatapan bersalah karena telah membohongi Hanin.
"Pak Hasta tidak akan meneruskan pekerjaan ini kan?" tanya Hanin dengan tatapan penuh pengharapan.
"Aku harus tetap kerja Nin." jawab Hasta yang tidak ingin semakin tersiksa jika kembali bersama Hanin dan dia akan melihat Hanin begitu mesra dengan Rafka.
"Pak Hasta, aku mohon pulanglah pak..tidak biasanya pak Hasta keluar kota sampai selama ini? bahkan tidak mau kembali bersamaku." ucap Hanin dengan perasaan sedih.
"Sepertinya aku tidak bisa kembali ke desa lagi Nin." ucap Hasta dengan perasaan sakit dan sedih.