BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

APAKAH INI PERASAAN RINDU (1)



APAKAH INI PERASAAN RINDU (1)

3"Jangan pergi pak, aku mohon." ucap Hanin dengan suara tangisnya.     

"Hanin jangan seperti ini, aku harus segera berangkat." ucap Hasta dengan suara tercekat. Sungguh perpisahan ini membuat hatinya lebih sakit lagi.     

"Berjanjilah padaku untuk kembali cepat pak." ucap Hanin dengan tatapan memohon.     

Hasta mengangguk pelan, kemudian melepas pelukan Hanin yang meninggalkan jejak pada kulit tubuhnya.     

Dengan lambaian tangan dan wajah Hanin yang terlihat sedih Hasta meninggalkan segalanya. Meninggalkan Hanin dan rasa cintanya.     

***     

Tiba di kota M hari sudah menjelang pagi, Hasta dan Rahmat sudah mendapatkan apartemen untuk tempat tinggal.     

"Den Hasta, apa den Hasta yakin bisa melewati hal ini sendirian? sedangkan den Hasta masih membutuhkan terapi dan obat agar lubang kantung paru-paru den Hasta tidak melebar." tanya Rahmat yang sangat menyesali keputusan Hasta untuk meninggalkan Hanin.     

"Kita bisa ke rumah sakit yang terdekat di sekitar sini pak Rahmat." ucap Hasta sambil duduk bersandar di sofa panjang.     

"Bagaimana kalau Non Hanin menghubungi den Hasta?" tanya Rahmat lagi berusaha mengerti dengan keinginan Hasta.     

"Aku sudah membeli nomor baru, yang satu aku non aktifkan sementara, dan kalau Hanin menelepon pak Rahmat bilang saja aku masih sibuk." jawab Hasta dengan tatapan yang hampa.     

Rahmat terdiam sejenak tidak mengiyakan perintah Hasta.     

"Pak Rahmat bisa minta tolong buatkan aku kopi." pinta Hasta melanggar larangan dokter.     

"Den Hasta kalau bisa di hentikan minum kopinya den, tidak baik untuk paru-paru den Hasta." ucap Rahmat yang kadang tidak bisa menghentikan keras kepalanya Hasta.     

"Sedikit saja pak Rahmat biar bisa kerja." ucap Hasta seraya membuka tasnya dan membuka berkas-berkasnya untuk pertemuan siang.     

Karena tidak bisa lagi membujuk Hasta, dengan terpaksa Rahmat membuatkan kopi buat Hasta.     

Dengan serius Hasta bekerja hingga tidak memperhatikan waktu.     

"Den Hasta hari sudah siang, bukannya den Hasta ada acara pertemuan siang ini?" tanya Rahmat mengingatkan jadwal pertemuannya Hasta.     

"Terimakasih sudah di ingatkan pak Rahmat, oh ya pak untuk hari ini, aku akan bawa mobil sendiri. Pak Rahmat istirahat saja di rumah ya." ucap Hasta yang sudah terlihat lelah.     

"Tapi den, kalau nanti den Hasta kecapekan siapa yang akan mengingatkan den?" tanya Rahmat dengan kuatir.     

"Tidak akan pak Rahmat, hari ini aku banyak pertemuan untuk penyelesaian kontrak jadi lebih baik aku bawa mobil sendiri." ucap Hasta dengan sebuah senyuman agar Rahmat tidak menguatirkan dirinya.     

"Baiklah den, tapi hati-hati saat berkendaraan ya den? sekarang lagi musim hujan, cuaca sedang tidak bersahabat." ucap Rahmat menguatirkan kesehatan Hasta.     

"Terimakasih pak Rahmat, akan aku ingat nasihat pak Rahmat." ucap Hasta bersiap-siap untuk berangkat.     

"Drrrrrrt.. Drrrrrrt.. Drrrrrrt"     

Ponsel Rahmat bergetar ada panggilan dari Hanin.     

"Den, den Hasta." panggil Rahmat mengejar Hasta yang berjalan ke mobilnya.     

"Ada apa pak Rahmat?" tanya Hasta heran melihat Rahmat berlari-lari sambil membawa ponsel.     

"Den, bagaimana ini? Non Hanin menelepon ke saya, mungkin karena menelpon den Hasta tidak bisa akhirnya menelepon saya." ucap Rahmat dengan nafas terengah-engah.     

"Di angkat saja pak Rahmat, kalau Hanin menanyakan aku bilang kalau aku masih sibuk nanti aku akan menelepon balik. Aku berangkat dulu ya pak Rahmat." ucap Hasta dengan perasaan rindu pada Hanin menjalankan mobilnya keluar dari halaman apartemennya.     

Dengan perasaan iba, Rahmat menerima panggilan Hanin yang berkali-kali meneleponnya.     

"Pak Rahmat, apa pak Hasta ada? ponselnya aku hubungi tidak bisa pak, sepertinya mati." ucap Hanin dengan suara sedih di sana.     

"Den Hasta, pagi-pagi sudah berangkat Non. Dan memang ponselnya ketinggalan di kamar. Nanti kalau sudah pulang saya sampaikan ya Non." jawab Rahmat yang terpaksa berbohong agar Hanin tidak kecewa.     

"Semuanya baik-baik saja kan pak?" tanya Hanin setelah perasaan gelisah.     

"Baik-baik saja Non, Non Hanin jangan kuatir." jawab Rahmat lagi yang sebenarnya kasihan pada Hasta dan Hanin.     

"Syukurlah pak Rahmat kalau semuanya baik-baik saja. Karena aku berpikir pak Hasta ada marah padaku pak." ucap Hanin dengan suara yang terbata-bata menahan tangis.     

"Tidak Non, jangan berpikir seperti itu. Den Hasta sangat menyayangi Non Hanin dengan tulus." ucap Rahmat ikut merasakan kesedihan Hanin.     

"Baiklah pak Rahmat, nanti kalau pak Hasta sudah datang bilang aku mencarinya ya pak." ucap Hanin dengan perasaan sedih.     

"Ya Non, akan saya sampaikan pesan Non Hanin." ucap Hanin kemudian mengakhiri panggilannya.     

"Ya Tuhan, ada apa sebenarnya ini? kenapa aku merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan pak Hasta?" tanya Hanin dalam hati dengan pikiran yang gelisah. Sungguh sejak Hasta berangkat ke luar kota pikiran Hanin tidak lepas memikirkan Hasta.     

Dengan perasaan yang masih gelisah Hanin pergi ke Universitas di mana dia akan daftar sebagai mahasiswi di sana dengan mengambil jurusan keperawatan.     

Setelah semua urusannya selesai dengan lesu dan tanpa semangat Hanin pulang ke rumah dan masuk ke dalam kamarnya.     

Di dalam kamar, Hanin berusaha tidur untuk beristirahat tapi tetap saja pikirannya tidak lepas dari seorang Hasta.     

Saat matanya mulai terpejam, terdengar ponselnya bergetar berulang-ulang. Dengan berpikir yang meneleponnya adalah Hasta, Hanin tersenyum dan meraih ponselnya.     

Namun wajah Hanin menampakkan kekecewaan saat yang meneleponnya adalah Rafka kekasihnya bukan Hasta orang yang di nantinya.     

Setelah berbincang-bincang dengan Rafka dan menceritakan aktifitasnya seharian Hanin mengakhiri panggilan Rafka.     

"Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan diriku terutama hatiku? kenapa aku tidak berhenti memikirkan pak Hasta, kenapa aku sangat merindukan suaranya dan semua perhatiannya? dan Rafka... seharusnya aku bahagia saat Rafka menelponku tapi kenapa hatiku masih saja sedih? apa yang harus aku lakukan Ya Tuhan? aku ingin tahu keadaan pak Hasta, apa pak Hasta baik-baik saja?" tanya Hanin dalam hati dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca.     

Hingga malam mulai larut Hanin masih menunggu dan berharap Hasta menghubunginya namun tidak ada satupun pesan atau telepon dari Hasta.     

Dengan hati yang semakin gelisah Hanin berusaha menghubungi Hasta namun masih saja ponselnya tidak bisa di hubungi.     

"Apa yang terjadi padamu pak Hasta? kenapa sampai saat ini pak Hasta tidak menghubungiku? ada apa?" tanya Hanin sambil menitikkan airmata.     

Dengan rasa putus asa akhirnya Hanin menghubungi pak Rahmat yang selalu menemani pak Hasta selama pak Hasta di luar kota.     

"Hallo pak Rahmat, pak Hasta ada di mana? kenapa pak Hasta belum juga meneleponku?" tanya Hanin dengan Isak tangisnya.     

"Non Hanin, ini sudah malam? kenapa belum tidur?" tanya Rahmat merasa kasihan dengan Hanin.     

"Aku menunggu pak Hasta menghubungiku pak Rahmat, tapi sampai sekarang pak Hasta belum memberiku kabar." jawab Hanin menangis pilu.     

"Sabar ya Non, pak Hasta tadi sudah datang, mungkin karena kecapekan akhirnya ketiduran Non." ucap Rahmat menenangkan hati Hanin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.