BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

MENINGGALKANMU DENGAN CINTA



MENINGGALKANMU DENGAN CINTA

0Setelah menyelesaikan pekerjaannya Hasta membereskan semua berkas berkasnya dan di masukkan ke dalam tasnya.     

"Pak Hasta, jika nanti pak Hasta sudah di sana, aku boleh menelepon kan pak?" tanya Hanin dengan tatapan sedih.     

"Ya Nin, kamu bisa meneleponku kapanpun kamu mau." jawab Hasta yang berencana akan menonaktifkan ponselnya agar dia bisa sepenuhnya melupakan Hanin.     

"Aku harus ke kamar dulu untuk menyiapkan pakaianku, kamu istirahatlah ini sudah malam." ucap Hasta mengusap puncak kepala Hanin.     

"Biar aku yang siapkan pakaiannya ya pak?" tanya Hanin dengan penuh perhatian.     

Hasta mengangguk pelan.     

"Di saat aku ingin melupakanmu kenapa kamu begitu sangat perhatian padaku Nin?" tanya Hasta dalam hati dengan perasaannya yang semakin tersiksa.     

Berjalan di samping Hasta, Hanin merasakan ada sesuatu yang lain di hatinya. Seperti ada sesuatu yang akan hilang dari dalam dirinya.     

"Semoga pak Hasta akan baik-baik di sana nanti dan tidak akan terjadi sesuatu padanya." ucap Hanin dalam hati dengan doa yang tulus.     

Di dalam kamar Hasta yang sedang menyiapkan sepatunya menjadi perhatian Hanin.     

"Pak Hasta biarkan aku menyiapkan semuanya ya? pak Hasta tinggal bilang saja apa yang harus aku siapkan." ucap Hanin mengambil alih sepatu yang di bawa Hasta untuk di masukkan ke dalam koper.     

Dada Hasta semakin sesak untuk bernafas, melihat perhatian Hanin yang bisa di rasakannya tanpa bisa memilikinya.     

Setelah meletakkan sepatu ke dalam tempatnya sepatu baru Hanin masukkan ke dalam koper yang sudah ada beberapa pakaian di dalamnya.     

"Pakaian, handuk, sepatu, peralatan mandi, apalagi yang belum pak?" tanya Hanin sambil memikirkan sesuatu.     

"Untuk yang satu ini biar aku menyiapkannya sendiri Nin." ucap Hasta yang sudah melihat jam dinding pukul sembilan malam.     

"Memang apa pak? biar aku siapkan sekalian." ucap Hanin duduk di samping Hasta sambil menyeka wajahnya.     

"Tidak usah Nin, biar aku sendiri yang siapkan." ucap Hasta seraya bangun dari duduknya namun tangan Hanin menariknya cukup keras hingga Hasta tidak mempunyai keseimbangan dan terjatuh di tubuh Hanin hingga keduanya saling terjatuh di ranjang dengan tubuh Hasta me***dih tubuh Hanin.     

Keduanya saling terdiam dan saling menatap dengan penuh perasaan.     

"Pak?" panggil Hanin dengan suara lirih.     

"Hanin." sahut Hasta dengan tatapan yang tak lepas sedikitpun.     

"Tubuh pak Hasta berat, aku tidak bisa bernafas." ucap Hanin dengan nada polosnya membuat wajah Hasta memerah seketika.     

"Maaf Nin." ucap Hasta dengan bangun seketika dan menata debaran kencang dalam dadanya.     

"Den Hasta, apa semuanya sudah siap?" tanya Rahmat yang sudah mengetuk pintu beberapa kali tapi tidak ada yang mendengarnya.     

Hanin bangun dari tempatnya kemudian berdiri menghadap Hasta.     

"Jadi apa yang belum siap pak, biar aku siapkan sekarang." ucap Hanin yang masih bersikeras untuk menyiapkannya.     

Dengan helaan nafas panjang, terpaksa Hasta menyebutkan apa yang belum di ada di dalam kopernya.     

"Ce**na da**m." Jawab Hasta dengan mengusap tengkuk lehernya karena canggung.     

Wajah Hanin menjadi bersemburat merah.     

"Emm, apa itu..harus aku yang menyiapkannya pak?" tanya Hanin dengan tatapan polosnya.     

Hasta tersenyum gemas melihat wajah Hanin yang masih terlihat tak berdosa setelah bersikeras sekarang menampakkan wajah polosnya.     

"Pak Rahmat, bisa minta tolong ambilkan kopi hitam di belakang." ucap Hasta yang selalu tak lupa membawa bubuk kopi hitam buatan mbok Minah.     

Sambil menunggu Rahmat, Hasta mengambil ce**na da**mnya dari dalam almari, dan di masukkannya ke dalam koper.     

Hanin yang melihatnya seketika mengalihkan pandangannya ke tempat lain.     

"Karena semua sudah siap, kamu bisa kembali ke kamarmu Nin. Besok kamu sekolahkan Nin?" tanya Hasta yang sangat bangga dengan prestasi Hanin yang selalu menjadi juara kelas.     

"Sudah tidak lagi pak, tinggal tunggu ijazah keluar. Setelah itu tinggal mendaftar ke Universitas kejuruan perawat." jawab Hanin yang tidak terasa sudah tiga tahun dia hidup dengan Hasta dan hidupnya sangat bahagia.     

"Kamu sudah bisa daftar sendiri kan Nin?" tanya Hasta yang sudah tidak mungkin bisa menemani Hanin kemana-mana lagi.     

"Bisa pak, tapi aku lebih tenang jika di temani pak Hasta." Jawab Hanin setelah jujur.     

"Aku usahakan ya Nin, tapi sekarang kamu kan sudah dewasa sudah mau kuliah jadi kamu harus bisa mandiri, karena tidak selamanya aku bisa menemani kamu Nin." ucap Hasta dengan dadanya yang mulai terasa sesak lagi.     

Hanin mengangkat wajahnya seketika itu juga Hanin memeluk Hasta dengan erat. Entah kenapa kata-kata Hasta begitu sangat menoreh hatinya yang paling dalam hingga membuatnya seketika menangis.     

"Jika aku boleh meminta pada Tuhan hanya satu yang aku pinta pak, agar pak Hasta tetap berada di sampingku selamanya." ucap Hanin yang membuat Hasta berat untuk meninggalkan.     

"Aamiin, semoga doamu terjabah ya Nin." ucap Hasta tersenyum dan mengusap lembut wajah Hanin.     

"Den Hasta, sudah siap semuanya den. Apa saja sekarang yang harus saya bawa ke mobil?" tanya Rahmat yang sangat bahagia melihat Hanin memeluk Hasta.     

"Tinggal koper ini saja pak, untuk tas kerjaku biar aku yang bawa." jawab Hasta dengan tersenyum.     

"Hanin sekarang kamu tidur ya? aku mau berangkat." ucap Hasta seraya melepas pelukan Hanin, namun Hanin semakin mempererat pelukannya.     

"Bisakah tidak keluar kota pak?" tanya Hanin mengangkat wajahnya menatap wajah Hasta yang terlihat tampan di mata Hanin.     

"Aku harus berangkat Hanin karena ini sudah pekerjaanku." jawab Hasta yang hampir saja luluh dengan tatapan sedih Hanin. Tapi saat mengingat ucapan Hanin yang tidak bisa mencintainya dan tidak mungkin bisa hidup bersamanya, hati Hasta kembali terluka dengan sangat dalam.     

"Jangan berangkat malam ini pak, biar aku bisa beberapa jam bersama bapak." ucap Hanin dengan sedih.     

"Hanin, bukankah aku sudah sering keluar kota? kenapa denganmu hari ini Nin?" tanya Hasta semakin berat untuk meninggalkan Hanin.     

"Aku merasa, pak Hasta akan meninggalkan aku sendirian. Aku merasa takut jika pak Hasta tidak bersamaku." jawab Hanin dengan jujur.     

"Kenapa harus takut Nin, bukannya masih ada Jonathan dan Rafka yang selalu ada untukmu Nin?" tanya Hasta yang sudah tidak bisa menahan rasa cemburunya dengan dua nama yang ada di dalam hati Hanin.     

Hanin kembali mengangkat wajahnya menatap penuh wajah Hasta.     

"Keberadaan mereka tidak bisa sama dengan keberadaan pak Hasta di hidupku." ucap Hanin dengan perasaan sedih karena Hasta tetap akan meninggalkan dirinya.     

"Tentu saja keberadaanku tidak sama dengan keberadaan mereka berdua Nin? keberadaan Rafka sebagai laki-laki yang kamu cintai, dan Jonathan sebagai sahabat, sedangkan keberadaanku tak lebih dari seorang ayah bagimu." ucap Hasta dalam hati yang begitu sangat terasa sakitnya.     

"Aku harus pergi Nin, jaga dirimu baik-baik ya? jangan lupa raih cita-citamu dengan sungguh-sungguh." ucap Hasta dengan tatapan penuh kesedihan.     

"Jangan pergi pak, aku mohon." ucap Hanin dengan suara tangisnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.