BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

SESUATU YANG INDAH



SESUATU YANG INDAH

2"Melihat dagu Hasta yang basah, dengan refleks Hanin mengambil tissue di atas meja dan mengusap lembut dagu Hasta.     

"Hanin." tatap Hasta yang refleks juga memegang tangan Hanin yang masih di dagunya.     

"Maaf pak, aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya sekedar membantu membersihkannya saja." ucap Hanin dengan wajah memerah sambil menarik tangannya dari genggaman Hasta.     

"Tidak apa-apa Nin, terimakasih telah perhatian padaku." ucap Hasta berusaha menenangkan hatinya yang berdebar-debar.     

"Sama-sama pak." ucap Hanin menundukkan wajahnya karena masih malu karena telah lancang menyentuh dagu Hasta.     

"Hanin sebaiknya kamu istirahat, karena besok pagi kita harus berangkat ke sekolah di SMA yang kamu inginkan. Sekarang aku harus ke rumah pak RT dan ke rumah Bunda kamu untuk menunjukkan surat nikah tersebut." ucap Hasta sambil meneguk kembali segelas air putihnya.     

"Kalau pak Hasta ke rumah pak RT berarti pak RT tahunya kita juga menikah ya pak?" tanya Hanin yang tidak mengerti bagaimana statusnya nanti.     

"Hanya pak RT yang tahu kalau kita tidak menikah Hanin, karena aku sudah menjelaskan keadaan kita." Jawab Hasta dengan tenang.     

"Tapi di mata semua warga desa ini mereka tahu aku adalah istri pak Hasta sekarang, benarkah begitu pak?" tanya Hanin lagi dengan pikiran yang semakin rumit.     

"Ya Hanin, apa kamu malu? atau keberatan dengan hal ini? karena jalan ini satu-satunya agar kamu bisa lepas dari Bunda kamu dan mendapatkan warisan dari Ayah kamu." ucap Hasta dengan perasaan putus asa karena Hanin masih meragukan niat baiknya.     

"Aku tidak keberatan pak, aku percaya pada pak Hasta dan kenapa aku harus malu pak?" tanya Hanin tidak mengerti maksud Hasta.     

"Mungkin saja kamu malu karena aku sudah tua dan pasti kamu akan jadi pembicaraan warga di Desa ini nanti." ucap Hasta menatap penuh wajah Hanin.     

"Tidak pak, pak Hasta orang baik kenapa harus malu? dan lagi banyak juga teman-teman yang menikah dengan yang lebih tua lagi dari pak Hasta. Dan aku juga tidak perduli lagi dengan apa kata orang karena dari dulu aku sudah banyak di perbincangkan orang-orang saat Ayah menikahi Bunda Dina." ucap Hanin dengan tatapan penuh kesedihan.     

"Kamu harus kuat ya Nin, ada aku sekarang yang akan menjagamu." ucap Hasta dengan tersenyum.     

"Ya pak, aku hanya ingin sekolah dan meraih cita-citaku pak." ucap Hanin kembali bersemangat.     

"Apa cita-citamu Nin?" tanya Hasta dengan serius.     

"Aku ingin menjadi perawat pak." jawab Hanin tersenyum malu.     

"Cita-cita yang baik, semoga terkabul ya Nin." ucap Hasta entah kenapa ada sesuatu di hatinya saat tahu Hanin ingin menjadi seorang perawat.     

"Aku harap di saat aku sakit ada kamu yang merawatku Nin." ucap Hasta dalam hati.     

"Ya sudah pak, aku istirahat dulu ya pak." ucap Hanin sambil membawa piring kotor Hasta dan dirinya.     

Setelah Hanin keluar masuk ke dalam rumah Hasta memanggil Rahmat untuk menemaninya rumah ke pak RT dan ke rumah Dina.     

Hari sudah larut malam, Hasta masuk ke dalam rumah setelah urusannya selesai semua, terutama urusannya dengan Dina, di mana untuk tiap bulan Dina meminta jatah pengeluarannya sehari-hari.     

"Pak Rahmat untuk jatah tiap bulan Bu Dina jangan sampai Hanin tahu. Aku tidak mau Hanin merasa sedih kalau tahu Bu Dina hanya memanfaatkan Hanin." ucap Hasta yang tampak kelelahan.     

"Ya Den." ucap Rahmat dengan patuh.     

"Aku mau istirahat dulu pak. Tolong besok pagi aku di bangunkan lebih awal karena harus mengantar Hanin daftar sekolah." ucap Hasta dengan wajah yang sedikit pucat.     

"Silahkan den, jangan lupa minum obatnya den." ucap Rahmat yang selalu mengingatkan jadwal minum obatnya Hasta. Jika tidak Hasta terkadang lupa untuk meminumnya apalagi jika sudah membawa pekerjaan ke rumah.     

"Terimakasih pak Rahmat." ucap Hasta tersenyum kemudian masuk ke dalam kamarnya.     

***     

"Non Hanin, bangun Non.. sudah siang." ucap mbok Minah membangunkan Hanin yang sedikit terlambat bangun.     

"Ya mbok, sudah jam berapa sekarang mbok?" tanya Hanin sambil mengusap matanya yang masih mengantuk.     

"Sudah jam tujuh Non." jawab Minah dengan tersenyum sambil melipat selimut Hanin.     

"Wah, aku terlambat mbok! pak Hasta pasti marah karena aku belum siap." ucap Hanin dengan wajah sedikit kuatir.     

"Jangan kuatir Non, den Hasta tidak pernah marah orangnya sabar sekali." ucap Minah apa adanya.     

"Ya mbok, aku melihatnya seperti itu." ucap Hanin yang sangat merasa nyaman dan aman jika bersama Hasta.     

"Ya sudah Non, lekas mandi. Den Hasta sudah menunggu Non Hanin di teras depan." ucap Minah sambil membersihkan tempat tidur Hanin.     

Sungguh hati Hanin sangat bahagia hidupnya seperti seorang putri setelah tinggal di rumah Hasta. Dengan kasih sayang dan perhatian Hasta juga perhatian Minah dan Rahmat kebahagiaan Hanin terasa lebih lengkap.     

Setelan mandi dan sarapan roti, Hanin dengan tergesa-gesa menemui Hasta di teras depan.     

"Maaf pak Hasta aku bangun kesiangan, habis shalat subuh aku merasa lelah dan tidur lagi." ucap Hanin dengan berkata jujur.     

"Apa kamu sakit Nin?" tanya Hasta seraya tangannya meraba kening Hanin.     

"Tidak pak Hasta, aku hanya mengantuk sekali dan lelah setelah dari kota kemarin." jawab Hanin yang merasakan kelembutan tangan kokoh Hasta.     

"Syukurlah Nin, kalau kamu sehat...ayo kita berangkat." ucap Hasta seraya berjalan masuk ke dalam mobilnya.     

Hanin dengan hatinya yang berdebar-debar mengikuti Hasta masuk ke dalam mobil.     

Tiba di tempat sekolah Hasta dan Hanin keluar dari mobil langsung menemui bagian administrasi.     

Tanpa ada proses yang rumit, Hanin sudah terdaftar sebagai pelajar di SMA Pelita di mana Jonathan juga berada di sana.     

"Hanin!!" panggil Jonathan yang kebetulan sedang membayar untuk daftar ulang.     

"Jo! kamu juga belum daftar?" tanya Hanin dengan perasaan senang bisa bertemu dengan Jonathan.     

"Aku sudah mendaftar kemarin lusa, tapi baru hari ini aku bisa membayarnya." ucap Jonathan dengan tersenyum ikut bahagia melihat Hanin yang sudah bisa tersenyum.     

"Kamu terlihat senang dan bahagia Nin, aku senang melihatnya." ucap Jonathan menatap penuh wajah Hanin.     

"Ini semua karena pak Hasta Jo." jawab Hanin sambil menatap pak Hasta yang terdiam karena Hanin sudah menemukan teman sebayanya, dan dia hanya sebagai orang yang sudah tua di mata Hanin.     

"Ya Han, aku senang melihat kamu seperti ini." ucap Jonathan yang terselip rasa cemburu karena melihat Hanin begitu memuja Hasta.     

"Ya Jo, aku senang dan bahagia sekarang, karena di kelilingi oleh orang-orang yang baik seperti pak Hasta." ucap Hanin sambil menggenggam tangan Hasta.     

Hasta yang terdiam dari tadi, mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Hanin saat tangan lembut Hanin menggenggam tangannya.     

Sungguh jantung Hasta berdegup sangat kencang. Ada sesuatu yang indah dalam hatinya saat tangan lembut Hanin menggenggam tangannya begitu erat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.