BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

HIDUP BERSAMA DI SATU ATAP



HIDUP BERSAMA DI SATU ATAP

0"Masuklah Hanin, ini kamarmu...kamu bisa merubahnya jika kamu mau. Kamarku ada di sebelah..jika kamu memerlukan sesuatu kamu bisa mencariku, pak Rahmat atau mbok Minah." ucap Hasta sambil bersandar di samping pintu.     

Hanin menatap ke sekeliling ruang kamar yang bisa di katakan cukup besar hampir tiga kali kamarnya yang sebelumnya dia tinggali.     

"Apa kamu menyukainya Hanin?" tanya Hasta menatap penuh wajah Hanin.     

"Aku menyukainya pak, kamar ini terlalu besar untukku." ucap Hanin dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.     

"Syukurlah kalau kamu suka Nin." ucap Hasta dengan perasaan lega.     

"Terimakasih pak Hasta." ucap Hanin dengan tulus.     

"Sama-sama Nin, sekarang istirahatlah.. hari ini kita tidak akan kemana-mana, kamu bisa memikirkan akan melanjutkan sekolah ke mana. Karena besok pagi aku akan mendaftarkan kamu sekolah." ucap Hasta dengan tatapan penuh melihat wajah Hanin yang terlihat bersemangat.     

"Aku ingin melanjutkan sekolah di SMA pelita pak, di sana juga ada Jonathan yang bisa menjagaku." ucap Hanin tanpa merasa bersalah telah menyakiti hati Hasta.     

"Ya Nin, besok kita akan ke sana. Sekarang istirahatlah, aku akan kembali ke kamar." ucap Hasta dengan wajah yang terlihat sedih berjalan keluar kamar.     

Hanin yang merasa penasaran dengan rumah Hasta, berjalan keluar ke teras depan. Rumah Hasta sangat besar namun terlihat nyaman dan teguh, seperti wajah Hasta.     

"Ya Tuhan, kenapa aku mengaitkan dengan wajah pak Hasta!" gumam Hanin sambil mengusap tengkuknya yang tidak gatal.     

"Permisi!!" tiba-tiba Hanin mendengar suara orang yang tidak asing lagi di telinganya.     

"Jonathan!!" panggil Hanin dengan perasaan gembira.     

"Hanin!" sahut Jonathan seraya berlari menghampiri Hanin.     

"Kapan kamu datang Han? kemarin aku kemari kata mbok Minah kamu belum datang." tanya Jonathan dengan serius.     

"Barusan datang, ada apa kamu mencariku Jo?" tanya Hanin balik bertanya.     

"Ini aku bawakan surat dari Rafka untukmu." jawab Jonathan sambil memberikan sebuah surat beramplop biru.     

"Benarkah surat ini dari Rafka?" tanya Hanin tak percaya dengan hatinya yang tiba-tiba berdebar indah.     

"Apa kamu senang Hanin?" tanya Jonathan dengan rasa cemburu di hatinya.     

"Tentu saja Jo, bagaimana aku tidak senang mendapat surat dari Rafka yang beberapa hari ini aku tunggu." jawab Hanin dengan jujur.     

"Bacalah Han, aku ingin tahu isinya." ucap Jonathan yang penasaran dengan apa yang di tulis Rafka untuk Hanin.     

"Ihhh, Jonathan kepo ya???" goda Hanin yang sudah bisa tersenyum dan bercanda.     

"Kamu sudah bisa tersenyum Han? apa kamu senang tinggal di sini? apa kamu bahagia dengan pak Hasta?" tanya Jonathan dengan pertanyaan beruntun.     

"Sepertinya aku sangat nyaman tinggal di sini Jo, mbok Minah dan pak Rahmat sangat baik, juga dengan pak Hasta yang sangat menyayangiku..aku bahagia saat ini." jawab Hanin dengan tatapan mata yang berseri-seri.     

"Syukurlah Han, kalau kamu bahagia aku juga bahagia. ayo cepat di baca surat Rafka." ucap Jonathan sambil menatap surat yang masih di pegang Hanin.     

"Aku baca dulu ya, setelah itu baru aku cerita." sahut Hanin yang takutnya jika di dalam surat Rafka ada kata-kata yang pribadi.     

"Baiklah, baca dulu saja." ucap Jonathan dengan sabar.     

Dengan hati yang berdebar-debar Hanin membuka surat Rafka dan di bacanya di dalam hati.     

Entah karena bahagia atau karena rasa rindunya pada Rafka, kedua mata Hanin berkaca-kaca setelah membaca surat dari Rafka.     

"Kamu menangis Han? apa yang di tulis Rafka hingga kamu menangis?" tanya Jonathan dengan wajah serius.     

"Rafka bilang di sana dia sudah mendaftar di sekolah yang ternama, dia kesepian tanpa bisa ngobrol denganku. Rafka juga memberi nomor ponsel agar kita bisa bicara langsung tanpa menulis surat." ucap Hanin tanpa menceritakan di mana Rafka meminta dirinya untuk bersabar menunggu hingga dia kembali ke desa untuk menikahinya dan karena kata-kata itulah yang membuat Hanin jadi terharu dan ingin menangis.     

"Apa ada lagi yang di katakan Rafka Han?" tanya Jonathan yang merasa tidak semuanya Hanin menceritakannya.     

"Rahasia tahu!" ucap Hanin setelah senyum terkulum.     

"Ya..ya aku tahu pasti ungkapan rasa cinta kan?" tebak Jonathan dengan bibir manyun.     

"Tidak kok Jo, biasa-biasa saja." jawab Hanin melipat suratnya dan di masukkan kembali ke dalam amplop.     

"Permisi,. Non Hanin..di tunggu den Hasta di meja makan." ucap mbok Minah yang datang dengan sebuah senyuman.     

"Ya mbok sebentar." jawab Hanin dengan perut yang memang sangat lapar.     

"Jo, ayo kita makan?" ajak Hanin pada Jonathan yang bangun dari duduknya.     

"Tidak Han, aku mau ke lapangan sekarang, ada pertandingan sepak bola dengan tetangga desa." sahut Jonathan yang tidak ingin mengganggu Hanin dengan pak Hasta.     

"Semoga menang ya Jo." ucap Hanin dengan tersenyum.     

Setelah Jonathan pergi, Hanin masuk ke dalam mencari keberadaan Hasta.     

"Non Hanin, den Hasta ada di samping rumah, ikuti saya Non." ucap mbok Minah sambil membawa secangkir kopi kesukaan Hasta, padahal dengan secara jelas Hasta tidak di perbolehkan minum kopi atau merokok lagi.     

Dengan mengikuti mbok Minah akhirnya Hanin bisa melihat keberadaan Hasta yang duduk di meja makan yang tempatnya berada di samping rumah yang ada tamannya.     

Hanin berdiri dengan tatapan terpaku melihat keindahan taman di samping rumah. Sungguh sangat nyaman dan asri.     

"Duduklah Nin." ucap Hasta membuyarkan keterpakuannya Hanin.     

"Terimakasih pak, tempatnya sangat indah sekali pak.. buat hati merasa tentram." ucap Hanin dengan tatapan yang masih takjub.     

Hasta tersenyum ikut senang melihat Hanin yang merasakan kenyamanan di rumahnya.     

"Ayo kita makan Nin." ucap Hasta mengambil sebuah piring.     

"Sini pak, biar aku yang mengambilkan." ucap Hanin mengambil alih piring yang di pegang Hasta.     

Hasta menatap Hanin dengan tatapan penuh, hatinya semakin tersentuh dengan perhatian Hanin yang masih di bilang anak masih remaja tapi bisa mengambil hatinya.     

"Ini pak." ucap Hanin seraya meletakkan sepiring nasi dan ikan gurami di hadapan Hasta.     

"Terimakasih Nin." ucap Hasta tersenyum sambil mengambil sendok dan garpu yang sudah tersedia di meja.     

"Sama-sama pak." sahut Hanin dengan tersenyum.     

Hari ini Hanin merasakan kebahagiaan yang lengkap di kelilingi oleh orang-orang yang sangat sayang padanya. Apalagi dengan mendapatkan surat dari Rafka seseorang yang selalu di rindukannya. Sungguh hati. Hanin ingin dia berikan pada Rafka seorang yang tengah berjuang untuk mengecap pendidikan yang lebih tinggi untuk menjadi seorang dokter.     

"Uhukk.. Uhukk.. Uhukk"     

Lamunan Hanin seketika buyar saat mendengar suara batuk Hasta yang selalu lama berhentinya.     

"Ini pak minumnya." ucap Hanin yang langsung berdiri dan memberikan segelas air putih pada Hasta.     

Dengan pelan Hasta meneguk air putih yang di beri Hanin untuknya.     

"Terimakasih Nin." ucap Hasta seraya meletakkan gelasnya di atas meja.     

Melihat dagu Hasta yang basah, dengan refleks Hanin mengambil tissue di atas meja dan mengusap lembut dagu Hasta.     

"Hanin." tatap Hasta yang refleks juga memegang tangan Hanin yang masih di dagunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.