Bagaimana Ini, Ini Sungguh Sangat Lucu
Bagaimana Ini, Ini Sungguh Sangat Lucu
"Tidak kenal," jawab bibi itu dengan nada marah. "Tapi, dia pasti bukan orang baik," tambahnya.
Qiao Mianmian benar-benar tidak habis pikir, "Bibi, mengapa kau merasa dia bukan orang baik?" tanyanya setelah itu.
"Mengapa? Tentu saja karena dia bahkan tidak melepaskan anak di bawah umur," jawab bibi sambil melihat wajah kecil yang cantik, dan kekanak-kanakan dari gadis di hadapannya. Bibi itu merasa kalau Qiao Mianmian adalah seorang gadis yang masih bersekolah di sekolah menengah atas.
Kemudian, bibi itu berkata dengan semakin marah, "Kau masih belum dewasa. Dia ingin berhubungan seks denganmu, dan juga tidak bersedia melakukan pengamanan, lalu memintamu datang ke sini untuk membeli pil kontrasepsi."
"Tidak peduli seberapa baik penampilannya, tapi jangan menginginkan pria brengsek seperti ini. Kau dengar nasihat bibi, cepat putus dengannya. Pada usiamu sekarang, belajar adalah yang paling penting, kau jangan mengambil jalan yang salah?!"
Ketika bibi itu begitu emosi, ia jadi tidak dapat mengendalikan volume suaranya. Mo Yesi yang sedang memperhatikan gerakan mereka berdua pun dapat mendengar setiap perkataan bibi itu dengan sangat jelas. Lalu, di tempat yang tidak dapat di lihat Qiao Mianmian, wajah pria itu seketika sudah tampak menghitam.
*
Setelah meninggalkan apotek, Qiao Mianmian mengangkat kepalanya. Ia diam-diam melirik wajah yang masih buruk dan seluruh tubuhnya terasa depresi dari pria di sampingnya.
Sebenarnya Qiao Mianmian sedikit ingin tertawa. Namun ia tidak berani. Sebab, jika ia tertawa, dirinya akan menusukan pisau di hati seseorang. Namun bagaimana ini, karena ini sungguh sangat lucu. Ia bahkan hampir tidak tahan dan terpaksa kembali ke mobil sambil menahan tawa.
Setelah naik mobil, pria itu tidak seperti sebelumnya yang terbiasa memeluknya. Ia hanya terdiam dan melihat keluar jendela mobil. Bibir tipisnya juga menempel sangat erat dan wajahnya begitu suram.
Paman Li melihat pemandangan ini dari kaca spion, lalu ia berpikir bahwa mereka berdua sedang bertengkar. Ia masih merasa sangat aneh, padahal saat turun dari mobil, Tuan muda dan Nyonya muda masih baik-baik saja. Entah mengapa begitu kembali malah langsung bertengkar.
Setelah itu Paman Li melihat Nyonya muda menyipitkan matanya dan tersenyum, namun sikapnya tidak seperti sedang bertengkar. Ia sudah tua, jadi tidak mengerti gaya berpacaran anak muda jaman sekarang.
Setelah sepuluh menit berlalu, mereka sampai di pintu akademi film kota Yun. Qiao Mianmian melirik pria berwajah gelap yang masih tidak berbicara di sampingnya. Kemudian ia mengulurkan tangan untuk mengambil tasnya sendiri. Lalu batuk pelan dan berkata, "Um, Mo Yesi... Aku akan turun."
Pria di sampingnya akhirnya sedikit bereaksi, ia menoleh dan menatap Qiao Mianmian. Mereka saling bertatapan, namun masih mengerucutkan bibirnya. Ia lalu mengangguk dan berkata, "Iya, setelah selesai izin, datang ke perusahaan untuk mencariku, kita makan malam bersama."
"Oke."
Qiao Mianmian mengulurkan tangan untuk mendorong pintu mobil. Setelah baru akan bersiap untuk turun mobil, ia berpikir sejenak dan berbalik badan untuk mendekat di depan wajah tampan Mo Yesi. Lalu, saat Mo Yesi merasa sedikit terkejut, bibir lembutnya sudah meninggalkan bekas di satu sisi wajah Mo Yesi.
"Ciuman perpisahan, aku benar-benar akan pergi, jadi sampai jumpa nanti," kata Qiao Mianmian yang tersipu malu sambil melambaikan tangannya.
Saat Mo Yesi masih tercengang, Qiao Mianmian sudah melompat turun dari dalam mobil. Setelah turun dari mobil, ia lalu berdiri di jalan dan melambaikan tangan lagi kepada Mo Yesi. Kemudian baru berbalik badan dan berjalan masuk ke pintu sekolah.
Sebaliknya, Mo Yesi tetap tidak bergerak dalam posisi saat Qiao Mianmian menciumnya barusan. Paman Li menunggunya sebentar. Lalu, sebelum Mo Yesi berbicara, paman Li yang tidak tahan dan akhirnya bertanya, "Tuan muda, apakah sekarang kita akan kembali ke perusahaan?"
Mo Yesi baru saja pulih, ia lalu melihat ke luar jendela pada sosok mungil yang sudah perlahan-lahan menghilang. Seketika keraguan melintas di bawah matanya yang dalam, dan diikuti pertanyaan yang tidak wajar, "Paman Li, aku bertanya satu pertanyaan padamu, kau harus menjawab dengan jujur."
"Silakan bertanya, Tuan muda."
Mo Yesi mengerutkan bibirnya. Setelah menarik napas yang dalam, ia lalu bertanya, "Kau merasa berapa umur Nyonya muda, saat pertama kali kau melihatnya?"
Paman Li tercengang, karena ia seperti tidak menyangka bahwa Mo Yesi akan bertanya hal ini. Namun, ia tetap menjawab dengan cepat, "Nyonya muda jelas terlihat masih kecil. Saat itu aku berpikir bahwa dia masih bersekolah di sekolah menengah atas."