Mengapa Selalu Ia yang Terluka
Mengapa Selalu Ia yang Terluka
"Sudahlah, kau tidak perlu memedulikanku," kata Qiao Mianmian yang tahu pekerjaannya sangat sibuk, karena Mo Yesi harus mengurusi urusan pekerjaan setiap harinya. Qiao Mianmian lalu berbicara kepada Mo Yesi dengan sangat mengerti, "Kau cepat sibuk dengan urusan pekerjaanmu saja, tidak perlu memijatku lagi."
Qiao Mianmian lalu menahan tangan Mo Yesi yang masih memijat kakinya. Tadi Mo Yesi sudah memijatnya sebentar, namun sebenarnya, perasaan tidak nyaman di dalam tubuhnya juga sudah berkurang sangat banyak.
Tok tok tok...
Pada saat ini, suara ketukan dari pintu tiba-tiba terdengar. Lalu, pada saat yang sama juga terdengar suara Wei Zheng yang berkata, "Presiden Mo."
"Masuk," jawab Mo Yesi sambil menyisir rambut hitam panjang dan lembut milik Qiao Mianmian dengan jarinya. Kemudian, satu tangannya yang lain menggenggam tangan kecil Qiao Mianmian. Lalu, dengan lembut meremas telapak tangan Qiao Mianmian yang juga lembut.
Saat Wei Zheng mendorong pintu dan berjalan masuk ke kantor, yang pertama kali ia lihat adalah pemandangan mesra ini. Presiden Mo-nya adalah orang yang selalu fokus pada pekerjaan, setelah sibuk dalam pekerjaan, presiden Mo akan sepenuh hati fokus pada urusan pekerjaannya itu.
Presiden Mo bahkan sama sekali tidak pernah menyimpang selama bekerja. Tapi kali ini, presiden Mo tidak duduk di depan mejanya dan fokus pada urusan pekerjaan seperti yang Wei Zheng pikirkan. Tapi dengan postur menempel, ia sekarang tengah memeluk Nyonya muda yang duduk di atas sofa.
Saat Wei Zheng baru berjalan masuk ke dalam kantor, ia masih melihat presiden Mo-nya menundukan kepala dan mencium Nyonya muda. Lantas, Nyonya muda kira-kira sangat malu, sebab wajahnya memerah dan ia mengulurkan tangan untuk mendorong Mo Yesi. Namun, presiden Mo justru meraih tangan kecil Nyonya muda dan mencium punggung tangan Nyonya muda lagi.
"..." Wei Zheng hanya bisa berpikir, entah mengapa selalu dirinya yang terluka. Apakah mereka tidak peduli pada ia yang jomblo ini, dan memikirkan perasaannya pada saat ini juga.
Qiao Mianmian merasa tidak enak hati jika begitu intim di depan Wei Zheng. Jadi ia ingin mendorong Mo Yesi menjauh. Tapi, pria ini tidak membiarkannya pergi, karena lengan kuatnya malah meremas pinggangnya dengan kuat, dan ingin mengurungnya di dalam pelukannya.
"Ada urusan apa?" tanya Mo Yesi sambil memeluk wanita cantik di dalam pelukannya, dan dengan tatapan tidak senang menatap Wei Zheng. Seolah ia sedang mengatakan sesuatu pada Wei Zheng, 'Kauu akan habis jika ini bukan hal yang sangat penting'.
Seluruh tubuh Wei Zheng langsung gemetar ketika menatap tatapan Mo Yesi. Jadi ia segera berbicara, "Presiden Mo, Presiden Zhang dari perusahaan Sheng yue datang, dia menunggu Anda di ruang tamu."
"Presiden Zhang?" tanya Mo Yesi sambil mengangkat alisnya. Lalu ia mengangguk dan berkata, "Oke, aku tahu. Tolong minta orang untuk menerimanya dulu, aku segera datang."
"Baik."
Setelah selesai berbicara, Wei Zheng segera berbalik badan dan meninggalkan kantor dengan langkah besar. Lagi pula, penghinaannya juga sudah diterima dengan begitu jelas.
Mo Yesi kemudian menundukan kepala dan melihat wanita muda di dalam pelukannya sambil berkata dengan lembut, "Sayang, aku akan pergi dulu sebentar. Tunggu aku kembali, kita akan keluar untuk makan, oke?"
"Oke, pergi sana." Qiao Mianmian mengangguk, dan menjawab sangat patuh.
Qiao Mianmian tidak berani menunda pekerjaan Mo Yesi. Lagi pula, waktu pria seperti Mo Yesi ini dihitung dengan uang, jadi ia tidak ingin menundanya. Sikapnya yang patuh ini membuat Mo Yesi sangat menyukainya.
Mo Yesi bahkan tidak bisa mengendalikan dirinya. Sebab, di dalam dadanya sekarang sedang penuh dengan kelembutan. Kemudian ia mencubit dagu Qiao Mianmian dan menciumnya.
Butuh waktu sepuluh menit sendiri saat menunggu Mo Yesi pergi meninggalkan kantor. Kemudian pria ini pergi dengan wajah puas. Lalu, di atas sofa, tatapan Qiao Mianmian tampak kabur. Dengan bibirnya yang masih merah dan bengkak, karena ia telah dicium hingga terengah-engah.
*
Makan siang diatur di lingkungan yang sangat bagus, tampak sangat sentimen, dan tempat yang sangat cocok untuk bertemu. Setelah makan siang, karena Qiao Mianmian masih harus pergi ke sekolah untuk mengurus izin. Jadi Mo Yesi meminta Paman Li untuk terlebih dahulu mengantarnya pergi ke sekolah.
Saat hampir sampai di sekolah dan saat Qiao Mianmian melihat sebuah apotek di seberang jalan, ia tiba-tiba teringat satu hal. Jadi, ia meminta paman Li menepi dan berhenti.
Kening Mo Yesi mengerut, ia lalu menghadap jendela dan melihat ke luar, dan dengan ragu-ragu bertanya, "Untuk apa berhenti di sini, bukankah masih belum sampai sekolahmu?"