Diam-Diam Menikah Dengan Konglomerat

Sebenarnya Ia Sangat Kepikiran



Sebenarnya Ia Sangat Kepikiran

1Mo Yesi merasa sangat lucu. Sebab, bibi paruh baya yang memiliki masalah dengan matanya itu mengira kalau ia adalah seorang pembohong dan bajingan yang menculik anak di bawah umur. Selain itu juga, bibi itu membujuk Qiao Mianmian untuk putus dengannya, dan mengatakan bahwa ia bukan orang baik.     

Jika bukan karena Mo Yesi tidak memiliki kebiasaan memukul wanita, lalu pihak lain juga berusia jauh lebih tua, dan tampaknya juga baik hati… Sebenarnya ia adalah orang yang dapat mengalahkan seseorang.     

Tubuh Mo Yesi mengeluarkan tekanan yang rendah, bahkan paman Li yang duduk di depan juga dapat merasakannya. Melalui kaca spion, ia mengangkat matanya dan melihat ekspresi muram Mo Yesi.      

Seperti ada seseorang yang telah begitu kejam menyinggung perasaannya. Hal tersebut membuat hati paman Li penasaran. Lalu ia bertanya-tanya siapa yang telah menyinggung tuan mudanya lagi. Karena temperamenya sangat tidak stabil, bahkan ia pun juga ketakutan.     

Tatapan mematikan Mo Yesi lalu menatap apotek itu. Meskipun tidak ingin memikirkannya, tapi perkataan bibi itu terdengar seperti mantra. Berdengung di telinganya terus menerus, dan membuatnya tidak memiliki cara untuk tidak kepikiran. Padahal, sebenarnya ia sangat kepikiran. Entah apakah karena usianya tampak lebih tua dari Qiao Mianmian.     

Mo Yesi meremas ponselnya, ia terjerat sangat lama. Sampai paman Li berhenti di tempat parkir bawah tanah perusahaan Mo. Saat sebelum turun dari mobil, ia mengirimkan sebuah pesan singkat, lalu mengirimkan pesan pada Ryan.     

Isi pesannya: 'Beritahu desainer baju, pakaian selanjutnya jangan didesain terlalu tua, cobalah untuk mendesain semuda mungkin. Memakai gaya yang bisa mengurangi banyak usia. Apakah kau mengerti maksudku?'     

Setelah menerima pesannya, Ryan sangat cepat membalasnya: 'Tuan muda, apakah Anda yakin Anda yang akan memakainya?'     

Mo Yesi mengerutkan kening lalu membalas dengan singkat: 'Tentu'     

Tidak tahu apakan Ryan sedang melakukan sesuatu atau tidak, karena kali ini, butuh beberapa saat, baru membalasnya: 'Tuan Mu, apakah Anda sekarang sedang sibuk? Apakah aku dapat menelepon Anda untuk memastikannya?'     

Mo Yesi: '?'     

Ryan : 'Aku ingin memastikan apakah Anda sendiri yang mengirim pesan singkat ini' .     

Mo Yesi : '...'     

*     

Setelah Qiao Mianmian kembali ke sekolah, ia segera mendapatkan persetujuan izin cuti dan juga kepala dekan sendiri yang langsung memberinya izin tersebut. Namun, sikap kepala dekan malah sangat sungkan, dan tampak tidak seperti seorang dekan.     

Bahkan kepala dekan itu sedikit hormat. Tidak hanya menuangkan sendiri air untuk Qiao Mianmian. Tapi juga saat Qiao Mianmian selesai izin dan akan pergi, ia juga masih mengantarnya sampai ke pintu. Namun, Qiao Mianmian tentu tahu apa alasannya.      

Saat Qiao Mianmian tahu bahwa Mo Yesi dapat mengubah jadwal kelasnya hanya dengan satu panggilan telepon. Ia tahu bahwa kekuatan Mo Yesi bahkan lebih besar dari yang ia bayangkan.      

Sikap sungkan kepala dekan kepada Qiao Mianmian pasti juga karena pihak Mo Yesi yang telah lebih dulu memberi tahu. Sehingga, ia dapat merasakan pelayanan yang seperti ini. Jika sebelumnya, bagaimana mungkin ia dapat cuti dengan sangat mudah. Sebab masalah izin cuti ini juga tidak mungkin dilakukan sendiri oleh kepala dekan.     

Setelah selesai izin cuti, Qiao Mianmian melihat jam yang menurutnya masih pagi, kemudian ia menelepon Jiang Luoli. Mereka berdua lalu bertemu di luar perpustakaan. Jiang Luoli sudah tahu dari tiga hari yang lalu bahwa Qiao Mianmian akan pergi ke lokasi syuting, dan begitu pergi juga harus membutuhkan waktu beberapa bulan.      

Jadi, begitu melihat Qiao Mianmian, Jiang Luoli langsung mengulurkan tangan untuk memeluknya, dan berkata dengan tidak rela, "Sayang, mulai hari ini aku akan sendirian di kelas selama berbulan-bulan. Huh, aku benar-benar tidak rela kau pergi."     

Qiao Mianmian lalu tertawa sambil memeluknya, "Kita bukan seperti yang tidak pernah berpisah saja. Mengapa sekarang tiba-tiba tidak rela?" tanyanya.     

"Itu tentu saja beda," jawab Jiang Luoli sambil menghela napas. "Saat itu kita tidak di sekolah. Tapi sekarang, begitu kau pergi, nanti tidak ada orang yang menemaniku belajar, makan, bolos kelas, jalan-jalan, dan masih banyak hal yang dilakukan bersama dalam waktu yang lama."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.