Mimpi Buruk
Mimpi Buruk
Aroma buah yang manis dan aroma bunga yang samar menempel di hidung Mo Yesi. Saat ini, ia dalam keadaan sangat sangat rileks. Setelah menutup matanya sebentar, ia juga masuk dalam alam tidurnya.
Malam ini, dengan Qiao Mianmian di sisinya, Mo Yesi mengalami mimpi buruk itu lagi. Dalam mimpinya, ia kembali ke hari di mana dirinya diculik.
Di ruang bawah tanah yang lembab dan bobrok, tangan dan kaki Mo Yesi diikat. Sebuah kain dijejalkan ke dalam mulutnya. Wajahnya yang halus dan lembut ditutupi dengan tanah. Begitu kotor sehingga ia tidak bisa melihat seperti apa dirinya sendiri.
Mo Yesi dijaga oleh sekelompok bandit bertampang garang yang membawa senjata dan hanya memberikan satu roti untuk menggantung nyawanya setiap hari. Semua bandit itu membenci kekayaan. Setelah mereka menculiknya, mereka tidak hanya memberinya roti setiap hari, tetapi juga memukulinya. Jika bukan karena tebusan, mereka mungkin akan membunuhnya.
Dalam mimpi itu, Mo Yesi tampak seperti orang luar atau sudut pandang orang ketiga daam sebuah ketiga. Ia mengawasinya dirinya yang masih kecil dan tidak menangis maupun membuat masalah, menunggu seseorang menyelamatkannya dengan tenang.
Kemudian, tibalah hari ketika keluarga Mo datang untuk menebus Mo Yesi. Namun, keluarga Mo menelepon polisi. Ketika para bandit itu menemukan hal ini, bandit yang marah itu ingin membunuh sandera. Mereka menyeret Mo Yesi ke dalam mobil dan mengebut sekencang mungkin di jalan.
Saat dikejar polisi, sekelompok bandit panik hingga meluncur ke bawah tebing. Saat itu, tamat juga takdir Mo Yesi. Sekelompok bandit yang menculiknya semuanya jatuh ke bawah tebing. Ketika Mo Yesi jatuh dari mobil, seorang polisi yang mengejarnya menangkapnya tepat waktu dan menariknya ke atas.
Tepat ketika semua orang mengira bahwa Mo Yesi telah diselamatkan dan aman, kelompok bandit lain bergegas datang. Ketika mereka melihat mobil kaki tangan mereka jatuh ke tebing, mereka menjadi marah dan kehilangan akal sehat mereka. Para bandit itu mulai menembaki para polisi yang mengejar komplotan mereka.
Polisi yang menyelamatkan Mo Yesi dari bawah tebing melindunginya untuk pertama kali. Polisi itu memblokir peluru yang datang ke arahnya. Saat ini, mimpi itu berubah menjadi merah darah.
Banyak darah mengalir dari tubuh polisi yang memblokir peluru untuk Mo Yesi dan semua seragamnya segera ternoda merah. Dengan mata terbuka lebar, wajah muda dan tampan itu masih tidak mau dan tidak rela. Lalu, ia terjatuh tak bergerak dalam genangan darah.
Setelah diculik selama tiga hari tiga malam, Mo Yesi yang pernah dipukul oleh penjahat dengan berbagai hinaan tidak pernah menangis. Namun, air matanya akhirnya mengalir ketika polisi itu jatuh di hadapannya. Adegan ini menjadi mimpi buruk Mo Yesi yang abadi.
Mo Yesi melihat darah merah yang menyilaukan. Jantungnya seperti ditusuk oleh sesuatu, lalu rasa sakit yang tajam menyebar dari jantungnya ke seluruh tubuhnya. Ia merasa hampir kehabisan napas.
Mo Yesi menyaksikan penyelamatnya jatuh di depannya dan hidupnya berlalu sedikit demi sedikit. Tetapi, tidak ada cara lain. Perasaan tidak berdaya itu menjerumuskan Mo Yesi ke dalam kesalahan dan rasa bersalah yang mendalam.
Jika bukan untuk menyelamatkan Mo Yesi, polisi itu tidak akan mati. Jika Mo Yesi tidak terlalu lemah pada saat itu, ia bisa melindungi dirinya sendiri dengan baik. Jika...
"Mo Yesi…"
Saat Mo Yesi terjebak dalam mimpi buruk dan tidak bisa bangun seperti sebelumnya, suara lembut dan halus tiba-tiba terdengar di telinganya. Suara cemas dan khawatir memanggil namanya, "Mo Yesi… Mo Yesi…"
Mo Yesi merasakan tangan lembut meremas tangannya dan mengalirkan kekuatan baru ke dalam tubuhnya. Tubuh dinginnya mulai sedikit menghangat.