Aku Akan Mengantarmu ke Sana
Aku Akan Mengantarmu ke Sana
Mo Yesi membawa Qiao Mianmian ke meja makan. Seorang pelayan wanita segera datang dan menarik kursi makan itu. Mo Yesi menekan bahu Qiao Mianmian untuk membuatnya duduk, lalu ia sendiri duduk di samping wanita kecil itu.
Mo Yesi melihat tatapan Qiao Mianmian yang penuh curiga. Jari-jarinya yang panjang dan ramping itu mengetuk-ngetuk meja makan putih, lalu matanya yang memesona balik menatap Qiao Mianmian sambil berkata, "Aku akan mengantarmu setelah selesai makan."
Ekspresi wajah Qiao Mianmian sedikit berubah dan ia segera menolak, "Tidak perlu. Akan lebih baik jika aku pergi ke sana sendiri."
Mo Yesi begitu memikirkan Su Ze. Qiao Mianmian takut jika mereka bertemu, mereka akan bertengkar tanpa sengaja.
Mo Yesi menatap Qiao Mianmian dengan mata dalam selama beberapa detik, lalu sudut bibirnya terangkat, "Sayang, apa menurutmu aku akan membiarkanmu pergi sendiri?"
"Uh…" Qiao Mianmian tidak bisa menjawab. Ia sendiri merasa bahwa hal itu tidak mungkin. Mo Yesi pasti khawatir jika ia pergi ke sana seorang diri.
"Tidak ada perlu didiskusikan tentang hal ini," kataMo Yesi yang masih melengkungkan bibirnya dan tersenyum lembut, tetapi nada bicaranya sangat tegas, "Aku akan mengantarmu ke sana."
"Kakak, aku juga akan menemanimu!" sahut Qiao Chen yang duduk di seberang mereka. Sedari tadi, ia mendengar percakapan di antara mereka berdua sehingga ia ikut berkata, "Aku dan kakak iparku akan mengantarmu ke sana. Kami akan mendukungmu. Jika keluarga Su berani mengganggumu, aku akan memukuli mereka."
Qiao Chen berbicara sambil mengepalkan tinjunya. Sebenarnya ia tidak khawatir jika Ibu Su dan Ayah Su akan menindas kakak perempuannya. Tetapi, yang membuatnya khawatir adalah Su Ze si bajingan itu.
"Baik," angguk Mo Yesi. Ia mengambil sumpit, menaruh beberapa makanan ke mangkuk Qiao Mianmian, dan berkata, "Kau juga pergi ke sana bersama kakakmu. Kita akan mendukungnya."
"Benar!" sahut Qiao Chen bersemangat sambil mengepalkan tinjunya. Ia juga mengambil sumpit untuk memberi Qiao Mianmian sepotong daging ikan dan berkata sambil tersenyum, "Kakak, bagaimana mungkin aku dan kakak iparku membiarkanmu pergi sendiri di saat seperti ini? Kalau-kalau kau ditindas, nanti kami terlambat membantumu. Biarkan saja aku dan kakak iparku menemanimu ke rumah keluarga Su."
Qiao Mianmian memandang pria yang duduk di sebelahnya, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat Qiao Chen yang duduk di seberangnya. Setelah merasa ragu-ragu selama beberapa detik, ia mengangguk tanpa daya, "Baiklah."
Meskipun Qiao Mianmian tidak setuju, ia bisa melihat dari sikap kedua orang ini bahwa penolakannya itu juga tidak berguna. Namun, sebelum pergi, ia harus memperingatkan mereka terlebih dahulu. Qiao Mianmian berpikir sejenak, lalu berkata kepada Qiao Chen, "Chenchen, kau harus menahan amarahmu ketika kita tiba di rumah keluarga Su dan jangan bertindak gegabah."
Qiao Mianmian tidak takut Qiao Chen akan menyakiti keluarga Su. Ia takut serangan jantung Qiao Chen akan kambuh ketika adiknya itu menjadi emosional. Bagaimanapun juga, Qiao Chen baru saja keluar dari rumah sakit hari ini.
Qiao Chen juga tahu apa yang dikhawatirkan kakaknya. Qiao Chen mengangguk dengan patuh dan berjanji, "Kakak tenang saja. Aku tidak mungkin tidak memperhatikan kondisi tubuhku dengan serius."
———
Di rumah keluarga Su, Ibu Su baru saja menutup telepon. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat Su Ze yang berdiri di depannya dan bertanya dengan mata memerah, "A Ze, kenapa sebenarnya kau dan Mianmian putus? Apakah kau melakukan sesuatu yang tidak bisa dimaafkan olehnya? Katakan dengan jujur pada Ibu!"
Perasaan bersalah muncul di wajah Su Ze yang hangat dan tampan. Matanya sejenak berkilat-kilat, tetapi ekspresinya kembali normal dengan cepat, "Ibu, aku dan Mianmian putus karena sudah tidak ada perasaan di antara kami berdua. Jadi, kami memilih untuk putus dengan baik-baik. Ibu juga tahu bahwa masalah perasaan tidak bisa dipaksakan. Aku tahu Ibu dan Ayah sangat menyukainya. Aku juga tahu kalian berharap kami bisa menikah, tapi kami benar-benar tidak punya perasaan lagi untuk satu sama lain."
"Tidak punya perasaan?" ulang Ibu Su dengan mata membelalak. Ia langsung berkata, "Kalian masih belum lama ini membicarakan tentang masalah pernikahan. Sekarang, kau bilang kalian tidak memiliki perasaan lagi? A Ze, aku adalah ibumu, orang yang merawatmu dari kecil hingga besar. Apakah mungkin aku masti tidak memahami anakku sendiri? Apakah kau merasa aku akan percaya pada kata-katamu ini?"