Sama Berharganya dengan Harta Karun
Sama Berharganya dengan Harta Karun
Sebelumnya Qiao Mianmian mengatakan bahwa ia ingin membeli hadiah. Tetapi, Mo Yesi mengatakan bahwa itu tidak perlu. Setelah itu, Qiao Mianmian memikirkannya dan ia masih merasa bahwa tidak baik untuk pergi ke rumah Mo Yesi dengan tangan kosong.
Masalahnya, jika Qiao Mianmian hendak membeli hadiah, ia tidak tahu apa yang harus dibelinya. Orang-orang seperti keluarga Mo tidak kekurangan suatu apapun. Jika Qiao Mianmian membawakan hadiah yang terlalu biasa, keluarga Mo tidak akan menerimanya. Tetapi, jika ia ingin memberikan hadiah yang tidak biasa untuk keluarga Mo, ia tidak mampu membelinya.
"Tidak ada hal buruk," jawab Mo Yesi. Ia merasa bahwa Qiao Mianmian berada dalam kondisi yang sulit dan gugup di sepanjang perjalanan. Ia pun menghela napas ringan dan menenangkan Qiao Mianmian, "Sayang, kau tenang saja. Kau pergi ke rumahku untuk bertamu, bukan untuk pergi berperang."
Keadaan Qiao Mianmian ini seakan-akan ia sedang ingin pergi berperang. Badannya begitu tegang. Ia juga terlihat sangat panik dan gugup.
"Aku sudah mengatakan bahwa ada aku, jadi tidak akan ada orang yang menyulitkanmu. Selain itu, orang tuaku juga orang yang sangat terbuka. Jika dia adalah orang yang aku suka, mereka juga akan menyukainya, terutama nenekku. Keluarga Mo tidak memiliki anak perempuan. Jika kau menjadi menantu keluarga kami, kau sama berharganya dengan harta karun. Mereka akan menyukaimu sebelum terlambat, jadi bagaimana bisa mereka menyulitkanmu?"
Mendengar apa yang Mo Yesi katakan, Qiao Mianmian merasa tidak begitu gugup dan bertanya, "Apakah keluarga Mo kalian tidak punya anak perempuan?"
"Hm," Mo Yesi mengangguk, "Nenekku memiliki dua anak laki-laki dan keduanya sama-sama melahirkan anak laki-laki. Dia selalu menginginkan seorang cucu perempuan. Ketika kau tiba di rumah kami, nenek pasti akan sangat menyukaimu."
"Oh, iya."
Mo Yesi tiba-tiba teringat sesuatu. Ia ragu-ragu sejenak, lalu memutuskan untuk memberitahu Qiao Mianmian lebih awal, "Shen Rou juga ada di sana. Aku barusan mengatakan keluarga kami tidak memiliki anak perempuan. Keluarga Mo dan keluarga Shen adalah kerabat, jadi ibuku selalu sangat menyukai Shen Rou sehingga menganggap dan memperlakukannya seperti anak perempuannya sendiri. Hubungan Shen Rou dan ibuku juga sangat baik. Jadi, begitu dia kembali ke Tiongkok, dia akan langsung mengunjungi ibuku."
Mo Yesi menjelaskan, "Sayang, aku baru saja membawamu pulang hari ini. Keluargaku masih belum cukup akrab denganmu, sedangkan Shen Rou telah mengenal keluargaku selama lebih dari 20 tahun. Jadi, jika menurutmu keluargaku lebih antusias dengannya daripada denganmu, aku harap kau tidak berkeberatan. Anggap saja dia sebagai adik perempuanku."
Wajah Qiao Mianmian berubah sedikit ketika ia mendengar bahwa Shen Rou ada di sana. Sebelumnya, ia belum mengetahui bahwa Shen Rou menyukai Mo Yesi sebelumnya. Ia juga mengira bahwa Shen Rou tidak memiliki pendapat lain tentang Mo Yesi selain seorang teman yang telah bermain bersama sejak kecil hingga dewasa. Tetapi, sekarang...
Setelah mengetahui bahwa ada seorang wanita yang menyukai suaminya, Qiao Mianmian merasa bahwa ia tidak benar-benar ingin bertemu dengan Shen Rou. Namun, alasannya bukan karena cemburu. Sebaliknya, Qiao Mianmian tidak suka dianggap sebagai pesaing cinta orang lain. Tetapi, ia tidak bisa mengatakan hal ini.
Bagaimanapun, Shen Rou dan Mo Yesi sudah saling kenal lebih dulu selama lebih dari 20 tahun. Qiao Mianmian bahkan tidak bisa meminta Mo Yesi meninggalkan teman lawan jenis hanya karena sudah menikah dengannya.
"Baiklah, aku tahu," Qiao Mianmian mengangguk dan berkata dengan patuh, "Aku tidak begitu berlebihan. Aku bisa mengerti."
———
Setengah jam lagi berlalu. Saat mobil melaju di tengah jalan yang mendaki gunung dan jarak masih agak jauh, Qiao Mianmian melihat sebuah rumah di depannya. Ada dua ekor patung singa perunggu yang berjongkok di depan rumah. Gerbang yang diukir juga terbuat dari tembaga. Sepasang patung singa perunggu itu tampak megah dan begitu melihatnya, bola matanya juga seolah ikut bergerak.
Rolls-Royce perlahan berhenti di luar gerbang perunggu. Penjaga keamanan di pintu menjulurkan kepalanya keluar dan Mo Yesi menurunkan kaca jendela. Setelah penjaga keamanan melihat wajahnya, ia segera menyapa dengan hormat, "Tuan Muda Kedua."
Penjaga keamanan itu kemudian membuka pintu gerbang perunggu.