Diam-Diam Menikah Dengan Konglomerat

Puluhan Ribu Ketidakpuasan



Puluhan Ribu Ketidakpuasan

3Ibu Mo tidak menyukai Qiao Mianmian dan ia juga tidak ingin menerima apa yang disebut 'sikap berbakti' dari menantunya ini. Hatinya masih sangat tidak nyaman selama ia berpikir bahwa anak yang dilahirkan dengan susah payah malah bersikap lebih baik terhadap orang lain daripada dirinya.     

Ibu Mo benar-benar memiliki puluhan ribu ketidakpuasan terhadap Qiao Mianmian, menantu perempuannya ini.     

Tindakan Mo Yesi barusan membuat Ibu Mo memiliki lebih banyak prasangka tentang Qiao Mianmian. Putranya benar-benar terpesona oleh wanita ini. Sekarang pikiran dan hati Mo Yesi terfokus pada wanita ini. Padahal aku hanya membuat Qiao Mianmian menunggu sebentar. Apakah itu menyakitkan? pikir Ibu Mo.     

Ibu Mo memandangi semangkuk sup ayam yang mengepul di depannya. Ia menahan keinginannya untuk melempar mangkuk ke lantai dan mencari alasan, "Beberapa hari terakhir ini terasa sangat pengap sehingga aku tidak bisa minum sup ini."     

Mata Mo Yesi berkedip ringan dan menatap ibunya dengan serius selama beberapa detik. Sedangkan, Nenek Mo mengira Ibu Mo benar-benar merasa pengap dan bertanya dengan prihatin, "Ada apa? Apakah kau merasa dingin dan masuk angin? Apakah kau sudah meminta dokter untuk memeriksa?"     

Ibu Mo memberikan senyum anggun dan membalas perkataan Nenek Mo dengan hormat, "Agak sedikit dingin, tapi tidak masalah. Cukup minum obat, pasti akan membaik. Terima kasih atas perhatian Ibu."     

Nenek Mo menyampaikan beberapa patah kata lagi dan menasehati Ibu Mo untuk memperhatikan tubuhnya.     

Sebagai seorang anak laki-laki, Mo Yesi seharusnya juga mengatakan sesuatu untuk memperhatikan ibunya dan menunjukkan kepeduliannya, tetapi ia tidak mengatakan apapun. Sebaliknya, mata Mo Yesi menjadi lebih dingin setelah mendengar tentang Ibu Mo yang kedinginan. Ekspresi wajahnya juga terlihat sangat tidak peduli.     

Makan malam ini nyaris tidak bisa dibilang menyenangkan. Dibilang nyaris karena Ibu Mo hampir tidak berbicara sama sekali dari awal sampai akhir. Jika Nenek Mo berinisiatif menanyakan sesuatu, baru Ibu Mo akan menjawabnya. Ini benar-benar berbeda dari sikapnya yang biasanya cerewet.     

Pada awalnya, Nenek Mo tidak menyadari apapun. Tetapi, setelah selesai makan malam, ia mulai menyadari bahwa ada yang tidak normal. Setelah makan, Nenek Mo juga menatap Ibu Mo sambil berpikir sejenak, memikirkan beberapa kemungkinan dalam benaknya.     

Mo Yesi tidak berencana untuk bermalam di rumah keluarga Mo. Setelah makan malam, ia hendak bersiap membawa pergi Qiao Mianmian. Mata Ibu Mo pun terlihat sedikit tidak rela ketika mendengar bahwa Mo Yesi akan pergi.     

"A Si, kau sudah lama tidak pulang. Tidak bisakah kau tinggal di rumah beberapa hari sebelum pergi? Kau sama dengan kakakmu. Setiap kali pulang, paling lama hanya tinggal setengah hari dan langsung kembali. Dia sangat pulang kembali ke rumah meskipun hanya sebulan sekali. Kau sekarang juga tidak suka pulang, meninggalkan aku dan Nenek di rumah di pegunungan yang dalam ini. Bahkan, terkadang suara orang berbicara juga tidak dapat ditemukan."     

Tak hanya Ibu Mo, mata Nenek Mo juga penuh ketidakrelaan. Tetapi, ia tidak mengatakan apa-apa untuk meminta Mo Yesi tetap tinggal. Cucunya telah dewasa dan memiliki kehidupannya sendiri. Bagaimana mungkin cucu kesayangannya bisa tinggal bersama mereka sepanjang waktu?     

Nenek Mo memahami prinsip-prinsip ini dan telah mempersiapkan diri secara psikologis sejak lama. Selain itu, cucu laki-laki kesayangannya sekarang memiliki keluarga sendiri. Pasangan muda itu ingin kembali ke rumah mereka dengan penuh kasih dan Nenek Mo juga bisa mengerti hal ini.     

"A Si, Mianmian, Nenek tahu kalau kalian punya urusan sendiri. Kalau begitu, aku tidak akan menahan kalian. Jika nanti ada waktu kosong, sering-seringlah pulang ke rumah. Meskipun kalian masih muda dan memiliki kesehatan yang baik, kalian tetap perlu memperhatikan dan menjaga kesehatan. Terutama kesehatanmu, A Si," kata Nenek Mo.     

Nenek Mo terus menasehati Mo Yesi, "Nenek tahu kau baru saja mengambil alih bisnis keluarga Mo, jadi kau pasti sangat sibuk akhir-akhir ini. Tapi, sesibuk apapun dirimu, kau harus menjaga tubuhmu dan jangan bekerja terlalu keras. Kau sekarang orang yang sudah berkeluarga. Kau berpikir bukan hanya untuk dirimu sendiri, tapi untuk istrimu juga."     

Mo Yesi mengangguk, "Nenek, aku akan memperhatikan kesehatanku."     

Tanpa perlu Nenek Mo mengucapkan kata-kata ini, Mo Yesi sendiri juga sudah tahu. Sebelumnya, ia memang tidak memiliki kekhawatiran di dalam hatinya. Hampir seluruh waktu dan energinya dihabiskan untuk bekerja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.