Tidak Bisa Berangkat ke Kampus dengan Perut Kosong
Tidak Bisa Berangkat ke Kampus dengan Perut Kosong
Kepala ART Ryan tersenyum dan menatap wanita muda yang usianya belum sampai 20 tahun di depannya, lalu menjawab, "Saya Ryan, Kepala Asisten Rumah Tangga Keluarga Mo. Tuan sedang makan di ruang makan. Apakah Nyonya juga ingin sarapan sekarang?"
Kediaman Mo… batin Qiao Mianmian. Ia berjalan sejenak, lalu menengok dan melihat sekeliling. Ia melihat bangunan mewah di depannya yang ternyata adalah Kediaman Mo Yesi. Awalnya, ia mengira itu adalah vila atau semacamnya. Namun, sekarang ia menyadari bahwa kemiskinan benar-benar membatasi imajinasinya. Rumah ini seperti benteng tua, tetapi jauh lebih besar dari vila.
"Apakah Mo Yesi masih di rumah?" tanya Qiao Mianmian. Setelah ia melihat jam, ia mengira bahwa Mo Yesi sudah pergi ke kediamannya.
Ryan tertegun saat mendengar Qiao Mianmian langsung memanggil Mo Yesi dengan namanya, tetapi wajahnya segera kembali ke ekspresi normal dan ia mengangguk. "Ya, Tuan ada di rumah."
"Oh." Qiao Mianmian mengangguk dan berkata, "Kalau begitu, saya akan pergi menemuinya. Maaf merepotkan Anda, tapi tolong tunjukkan jalannya."
Ryan berkata dengan sibuk, "Nyonya tidak perlu begitu sungkan."
———
Qiao Mianmian berjalan selama beberapa menit sebelum akhirnya mencapai ruang makan. Ia merasa benar-benar membutuhkan Kepala ART Ryan untuk membawanya pergi karena kalau tidak, ia pasti akan tersesat. Terlihat sebuah meja makan putih yang memiliki panjang beberapa meter, lalu terlihat Mo Yesi yang mengenakan pakaian sehari-hari dan menyajikan secangkir kopi dengan gerakan yang begitu anggun. Pria itu mendongakkan kepalanya ketika mendengar suara langkah kaki dan matanya yang gelap jatuh pada Qiao Mianmian.
Mo Yesi menatap Qiao Mianmian selama beberapa detik hingga matanya menyipit sedikit dan alis tebalnya berkerut. Begitu pria tampan itu mengerutkan kening, Qiao Mianmian tidak bisa menahan rasa gugupnya. Setiap berhadapan dengan Mo Yesi, ia selalu merasa bahwa dirinya telah melakukan beberapa kesalahan.
Setelah beberapa saat. Mo Yesi mengangkat lengannya dan melambai pada Qiao Mianmian. "Kemarilah," panggilnya. Suara pria itu setegas sebelumnya dan penuh dengan otoritas seseorang yang sudah lama berada di posisi atas. Ia terdengar seperti memerintah Qiao Mianmian.
Qiao Mianmian berjalan mendekat ke arah Mo Yesi dan ketika jarak mereka sekitar satu meter jauhnya, ia berhenti. Ia menatap wajah tampan pria itu hingga ekspresinya berubah gugup dan jantungnya berdetak lebih cepat tanpa terkendali. Ia mengambil napas dalam-dalam dan perlahan perasaannya kembali stabil. Ia mengerutkan kening dan dengan cemas berkata, "Mo Yesi, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu."
Namun, Mo Yesi sedang terburu-buru dan melirik Qiao Mianmian sambil berkata dengan ringan, "Duduk dan makan dulu. Kita akan bicarakan nanti."
"Bukan…" Qiao Mianmian berkata dengan cemas, "Aku tidak punya waktu untuk sarapan. Bisakah kau memerintah seseorang untuk mengantarku pergi ke kampus? Ada kelas yang sangat penting hari ini dan aku tidak bisa absen."
"Kelas apa? Dimulai jam berapa?" tanya Mo Yesi dengan suara yang masih tenang dan tidak tergesa-gesa.
"Kelas akting," jawab Qiao Mianmian. Ia mengeluarkan ponselnya dan saat melihat jam, ia menjadi semakin cemas. "Kelas jam 10. Kurang dari satu jam lagi…"
"Hm." Mo Yesi mengangguk, menunjukkan bahwa ia tahu segalanya, tapi kemudian ia tidak mengatakan apa-apa.
Sikap Mo Yesi membuat Qiao Mianmian cemas. "Mo Yesi, tadi malam kau bilang bahwa kau akan mengantarku ke sekolah. Kau tidak bisa hanya omong kosong saja."
"Apa yang kau cemaskan? Aku bukannya tidak ingin membiarkanmu pergi," ujar Mo Yesi. Ia mengulurkan tangan dan dengan lembut mendorong Qiao Mianmian ke meja, memberi isyarat padanya untuk duduk. "Makan dulu."
Bagaimana aku bisa makan? pikir Qiao Mianmian. "Aku…"
"Mianmian, tolong menurutlah," kata Mo Yesi. Suara pria itu terdengar merendah dan sangat lembut, seolah ia sedang membujuk seorang anak, "Aku akan membantumu mengurus kelasmu. Kau tidak perlu khawatir soal itu. Tidak peduli seberapa cemasnya dirimu, kau harus tetap sarapan. Tidak bisa berangkat ke kampus dengan perut kosong."