Nanti, Akan Perlahan-lahan Lebih Baik
Nanti, Akan Perlahan-lahan Lebih Baik
Mo Yesi tersenyum simpul, lalu membelai kepala Qiao Mianmian, "Apakah kau merasa kasihan padaku?"
"….."
"Aku tidak perlu istirahat. Lagi pula, aku juga tidak bisa tidur di rumah, jadi sebaiknya aku tetap berangkat ke kantor."
"Lalu, kau tidak mengantuk?"
Mo Yesi menggelengkan kepalanya, "Tidak mengantuk."
Entah sudah berapa lama Mo Yesi menderita insomnia sehingga ia memang memiliki kesulitan untuk tidur. Ia tidak akan merasa mengantuk, tetapi kondisi mentalnya juga tidak akan menjadi terlalu baik.
Mata Qiao Mianmian menunjukkan keterkejutan, "Apakah kau tidak akan mengantuk jika kau menderita insomnia?"
Setiap kali Qiao Mianmian mengalami insomnia di malam sebelumnya, keesokan harinya ia langsung mengantuk hingga menjadi linglung seperti anjing. Ternyata masih ada orang yang insomnia dan tidak akan merasa mengantuk setelahnya?
Mo Yesi menggelengkan kepalanya lagi. Ia mengusap alisnya dan suaranya serak saat ia berkata, "Aku mungkin merasa lelah, tapi tidak akan sampai merasa mengantuk."
Mo Yesi memang memiliki jadwal tidur yang buruk. Bahkan, setiap malam ia hanya bisa tertidur tiga atau empat jam tidur dalam kualitas buruk dengan meminum obat tidur.
"Kau akan seperti ini setiap kali insomnia?"
"Hm."
"Bukankah perasaan seperti ini sangat buruk?"
"Hmm," Mo Yesi berdeham, kemudian terdiam selama beberapa detik, seolah-olah terjebak dalam semacam ingatan. Setelah beberapa saat, ia menghela napas rendah dan menjawab lagi, "Ya, sangat buruk."
"Lalu, apakah kau sering menderita insomnia?"
"Ya, sering."
Qiao Mianmian tiba-tiba merasa sedikit simpatik pada Mo Yesi. Ia hanya sesekali menderita insomnia, namun insomnia biasanya langsung membuatnya merasa sangat buruk dan ia butuh beberapa hari untuk kembali normal. Kasus insomnia seperti Mo Yesi yang sudah begitu parah sampai tidak perlu mengganti tidurnya, bukannya itu akan lebih buruk?
Qiao Mianmian merasa bahwa di dunia ini, hal yang paling buruk adalah tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia pikir Tuhan sangat berpihak pada Mo Yesi karena Tuhan memberikan semua yang terbaik kepada Mo Yesi. Tetapi, siapa yang menyangka...
Begitu Mo Yesi menundukkan kepalanya, ia langsung melihat gadis di depannya itu menatapnya dengan tatapan menyedihkan. Dalam sekejap, suatu tempat di hatinya langsung berubah menjadi lembut. Ia mengulurkan tangannya dan menyentuh kepala Qiao Mianmian. Di mata Mo Yesi, ada keinginan untuk memanjakan yang ia tidak sadari. "Nanti, ini akan pelan-pelan menjadi lebih baik."
"Hah?"
"Mungkin karena Tuhan mengasihiku, jadi Tuhan mengaturmu untuk datang ke sisiku."
"....."
Qiao Mianmian hanya berkedip karena ia tidak mengerti maksud Mo Yesi. Jika Mo Yesi tidak dapat tidur dengan baik, apa hubungannya dengan Qiao Mainmian? Qiao Mianmian bukan dokter di bidang terkait yang bisa mengobatinya.
Mo Yesi melihat keraguan di bawah mata Qiao Mianmian, namun ia juga tidak ingin menjelaskan terlalu banyak. Ia mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Qiao Mianmian yang mungil, putih, dan lembutnya. Lalu, ia menyelipkan jari-jari rampingnya di antara jari-jari gadis itu dan menggenggamnya dengan erat.
"Sekarang sudah siang. Ayo pergi makan siang bersamaku."
Mo Yesi mengemudi sendiri dan hari ini ia mengendarai Lamborghini. Kini supercar abu-abu keperakan itu tampak mencolok dan sangat menarik perhatian di tempat parkir. Setelah Qiao Mianmian setuju untuk makan siang bersama, mereka berjalan ke tempat parki dan masuk ke dalam mobil.
Qiao Mianmian dengan santai bertanya, "Mengapa Paman Li tidak ada di sini?"
Mo Yesi menoleh untuk menatap Qiao Mianmian. Ia mengerutkan bibirnya dan menjawab dengan nada bercanda, "Aku memberitahu Paman, hari ini aku ingin pergi berdua dengan istriku saja. Beberapa hal tidak nyaman untuk dilakukan jika ada Paman Li bersama kita di sana, jadi Paman Li tidak datang."
"Uhuk-uhuk-uhuk…" Qiao Mianmian langsung tersedak hingga terbatuk-batuk dan wajahnya memerah. Ia seharusnya tidak banyak berbicara dan menanyakan ini!
Mata Mo Yesi menunjukkan senyum yang menyenangkan saat melihat Wajah Qiao Mianmian memerah akibat dirinya sendiri. Mo Yesi pun menambahkan, "Aku rasa hatimu juga berpikir seperti itu. Sebelumnya, jika aku mendekatimu, kau selalu merasa malu. Sekarang hanya ada kita berdua. Bukankah ketika aku ingin memeluk, aku bisa langsung memelukmu? Dan jika aku ingin menciummu, aku juga bisa langsung menciummu?"
Saat Mo Yesi berbicara, ia langsung membungkukkan badannya hingga mendekat ke arah Qiao Mianmian. Wajah tampannya itu membuat Qiao Mianmian merasa tercekik hingga sulit bernapas. Semakin lama, semakin mendekat...