Suaminya… Terlalu Kaya!
Suaminya… Terlalu Kaya!
"....." Qiao Mianmian hanya bisa terdiam. Permintaan apa ini? Apakan dia akan mencari seseorang hanya untuk mengajariku cara menghabiskan uang? Qiao Mianmian tak habis pikir.
"Pria menghasilkan uang untuk dihabiskan oleh istri dan anak-anak mereka. Jika kau tidak menghabiskan uangku, aku akan merasa tidak puas."
"….."
"Mianmian, jika kau tidak membelanjakan uangku, itu akan membuatku merasa kau belum menerima kenyataan bahwa aku adalah suamimu."
Qiao Mianmian merasa ada sesuatu di tangannya. Saat ia menunduk dan melihat ke bawah, itu adalah kartu hitam yang diberikan Mo Yesi sebelumnya.
Mo Yesi mencium bibir lembut Qiao Mianmian dengan lembut, lalu berbisik di dekat sudut mulutnya, "Kartu kredit ini memiliki limit satu juta Yuan per bulan. Ini adalah uang saku yang aku berikan untukmu. Kau bisa membeli apapun yang kau suka, tidak perlu menghemat uangku. Jika tidak cukup, kau bisa langsung memberitahuku. Jangan tolak aku lagi. Jangan membuatku marah lagi, ya?"
Satu juta per bulan, tapi ini hanya sebagai uang saku? Wah… batin Qiao Mianmian. Suaminya... terlalu kaya! Qiao Mianmian meremas kartu hitam di tangannya, lalu berkata dengan lemah, "Apakah kau juga memberi uang saku begitu banyak kepada orang lain?"
"Tentu saja tidak," jawab Mo Yesi. Matanya dalam dan menawan menatap Qiao Mianmian dengan samar, "Kemampuanmu untuk menghabiskan uang belum baik, jadi aku hanya memberi uang sedikit terlebih dahulu."
"....." Qiao Mianmian kali ini benar-benar kehabisan kata-kata. Presiden Mo, maaf mengganggu Anda!
Tak butuh waktu lama, pelayan dengan cepat membawa semua pesanan mereka dan menghidangkannya di atas meja. Saat Qiao Mianmian melihat segala macam hidangan mahal seperti abalon dan teripang di atas meja, ia merasa bahwa ia bukan makan sayur, melainkan mata uang RMB!
Qiao Mianmian memiliki mentalitas untuk tidak akan pernah menyia-nyiakan makanan apapun meskipun ia nyaris mati. Setelah ia selesai makan, ia akan menahan perutnya hingga kenyang. Namun, setelah mereka benar-benar selesai makan, Qiao Mianmian hanya bisa bersandar di sofa dan tidak ingin bergerak sama sekali.
Mo Yesi menggendong gadis dengan perut besar itu ke dalam pelukannya. Lalu, ia menundukkan kepala dan membenamkan wajahnya di antara rambut Qiao Mianmian. Mo Yesi menarik napas dalam-dalam, mengerutkan bibir, dan tertawa saat bertanya. "Sudah kenyang?"
"Ya," Qiao Mianmian mengangguk. Ia menyentuh perutnya dan berkata, "Aku kenyang."
Qiao Mainmian merasa sungguh kenyang hingga perutnya seakan tidak muat lagi. Bahkan, ia tidak tahu bagaimana ia dapat makan begitu banyak tadi. Padahal, porsi makan ini lebih besar daripada porsi makan pada hari biasanya.
"Karena aku telah memberimu makan hingga kenyang, bukankah kau sekarang juga seharusnya memuaskanku dengan satu permintaan?"
"Permintaan apa?" Qiao Mianmian seketika tercengang. Ia langsung berpikir, Apakah Mo Yesi menginginkan ciuman atau sejenisnya? Wajahnya langsung memerah.
Tanpa diduga, Mo Yesi memeluk Qiao Mianmian hingga mereka berdua terjatuh ke sofa. Mo Yesi menindih Qiao Mianmian di bawah tubuhnya, membenamkan kepalanya di leher gadis itu, dan berkata dengan suara samar, "Temani aku tidur."
"Apa?!"
Dalam sekejap, wajah Qiao Mianmian mendadak memerah. Ia mendorong pria yang menindihnya itu karena ia terkejut. Lalu, ia berkata dengan malu dan kesal, "Mo Yesi, bangun! Aku tidak ingin tidur di sini denganmu!"
Orang mesum ini! Ternyata ingin melakukan hal seperti itu denganku di tempat restoran seperti ini?! Mo Yesi juga terlalu tidak tahu malu! batin Qiao Mianmian.
Qiao Mianmian merasa malu dan marah hingga hampir mati. Ia merasa bahwa Mo Yesi tidak menghormatinya barang sedikitpun. Walaupun Qiao Mianmian sudah menikah dengan Mo Yesi dan harus memenuhi kewajiban suami-istrinya, melakukan hal semacam itu di restoran seperti ini adalah hal yang terlalu tidak terduga. Qiao Mianmian berpikir lagi, Bagaimana jika seseorang membuka pintu dan melihatnya? Walaupun tidak ada orang yang akan masuk, tempat seperti ini juga tidak cocok.
"Jika tidak tidur di sini, lalu kau mau tidur di tempat seperti apa?" balas Mo Yesi. Suaranya perlahan mulai memelan, seolah ia sedang mengantuk, "Temani saja aku tidur selama satu jam. Tidak masalah, tidak akan menunda pelajaranmu di siang hari. Mianmian, aku mengantuk. Biarkan aku tidur sebentar…"
Napas Mo Yesi perlahan-lahan menjadi panjang dan dangkal. Kepalanya terbenam di leher Qiao Mianmian dan sama sekali tidak bergerak.