Diam-Diam Menikah Dengan Konglomerat

Bagaimana, Sayang?



Bagaimana, Sayang?

2Qiao Mianmian tidak bisa menarik pintu mobil. Ia menggigit bibirnya, menoleh dengan marah, dan memelototi Mo Yesi. "Buka pintunya. Aku ingin turun."     

Mo Yesi mengerutkan bibirnya, "Kalau begitu, cium aku dulu. Setelah itu, baru aku akan membiarkanmu keluar dari mobil."     

Mo Yesi terus menggoda Qiao Mianmian hingga wanita kecil itu kesal. Ia pun dengan marah berkata, "Aku tidak—"     

Sebelum Qiao Mianmian sempat mengucapkan kata terakhir, pria itu menariknya ke dalam pelukannya. Mo Yesi menunduk dan mencium Qiao Mianmian dalam-dalam. Ia mencubit dagu Qiao Mianmian dan mengangkat wajahnya. Lalu, ia menjilat napas manis Qiao Mianmian di antara bibir dan giginya dengan sembarangan.     

Gadis di pelukannya itu rasanya begitu manis. Awalnya, Mo Yesi hanya ingin merasakannya. Namun, setelah berciuman, ia menjadi sedikit lepas kendali.     

Ciuman ringan yang lembut mulai berubah menjadi ciuman yang dalam, panas, dan hampir menyesap jiwa mereka berdua. Suhu di dalam mobil terus meningkat. Ada suasana ambigu yang menyelimuti mereka. Suara samar antara bibir dan gigi yang terjalin membuat Qiao Mianmian tersipu malu dan jantungnya berdetak cepat.     

Gadis bertubuh mungil di pelukan Mo Yesi melemah dan menjadi begitu lembut, seperti genangan air. Tangan putihnya dengan lemah menarik kancing kemeja Mo Yesi. Napasnya menjadi cepat, terengah-engah, dan tidak teratur. Wajahnya merona merah seperti bunga persik di bulan Maret.     

Mo Yesi tergerak oleh ciuman ini. Tangannya yang memegang pinggang ramping Qiao Mianmian tidak dapat menahan diri dan mulai bergerak masuk ke dalam pakaian dalam gadis itu.     

"Hmm, jangan…"     

Tiba-tiba ada rasa dingin di dada Qiao Mianmian. Ia pun langsung pulih dari kebingungannya. Dengan wajah yang masih memerah, ia mengulurkan tangannya untuk mendorong Mo Yesi menjauh.     

Setelah didorong Qiao Mianmian, Mo Yesi juga mulai tersadar. Ia mengangkat kepalanya, lalu matanya yang gelap dan panas langsung tertuju pada wajah Qiao Mianmian yang memerah karenanya. Tatapan panas itu terus bergerak hingga tertuju pada bibir gadis itu yang merah, bengkak dan halus. Setelah beberapa detik, barulah Mo Yesi menjauh dengan susah payah.     

Mo Yesi bernapas dengan sedikit tergesa-gesa. Suaranya parau dan terdengar tidak masuk akal saat ia bertanya, "Sayang, bagaimana?"     

Qiao Mianmian tersipu dan jantungnya semakin berdetak cepat. Ia bahkan tidak berani menatap Mo Yesi saat ia bertanya balik, "Apanya yang bagaimana?"     

Mo Yesi menatap Qiao Mianmian lekat-lekat. Matanya yang gelap tampak sedalam lautan. "Aku lapar," kata Mo Yesi.     

"Kau lapar?" Qiao Mianmian tidak menanggapi untuk beberapa saat, lalu bergumam dengan heran, "Bukankah belum lama tadi kita baru saja makan siang..."     

Sebelum Qiao Mianmian sempat menyelesaikan kalimatnya, ia merasakan sesuatu yang tidak normal pada tubuh pria itu. Qiao Mianmian mendadak menjadi malu dan bingung sehingga ia menarik perkataannya kembali. "Mo Yesi…"     

Qiao Mianmian benar-benar panik. Ia mendorong dada Mo Yesi yang kokoh dan panas. Lalu, ia berkata dengan suara yang lemah dengan maksud memohon, "Aku ingin turun dari mobil. Biarkan aku turun."     

"Sayang," Mo Yesi merengkuh pinggang Qiao Mianmian erat-erat. Suaranya yang rendah dan serak terdengar pengertian, "Jangan takut. Aku menyukaimu sehingga aku bereaksi padamu seperti ini. Bersikaplah baik dan jangan bergerak sembarangan. Jika tidak, aku tidak bisa menjamin jika aku akan kehilangan kendali dan semakin menuntutmu lebih."     

Qiao Mianmian tidak berani bergerak lagi ketika mendengar ini. Ia hanya duduk dengan kaku di pelukan Mo Yesi. Sementara itu, tubuh Mo Yesi juga tegang. Pria itu memeluknya dengan erat dan bersandar di pundaknya dengan napas terengah-engah. Setelah beberapa menit, barulah napas Mo Yesi perlahan menjadi tenang.     

Qiao mianmian menggigit sudut bibirnya sambil menahan tangis, "Kau... Sudah merasa lebih baik sedikit? Bisakah kau melepaskanku?"     

Bagi Qiao Mianmian, beberapa menit ini membuatnya putus asa. Mo Yesi membelai kepala Qiao Mianmian, mencubit dagunya dan menciumnya, lalu berkata dengan suara serak, "Hng, pergilah. Aku akan mengantarmu sampai ke bawah asrama."     

"Tidak perlu. Biar aku sendiri…"     

Qiao Mianmian refleks ingin menolak. Namun, sebelum ia selesai berbicara, ia melihat wajah Mo Yesi tenggelam dan matanya menjadi dingin.     

"Kau tidak ingin aku mengantarmu? Karena jika aku muncul, kau tidak ingin orang tahu bahwa kau sedang bersamaku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.