Shen Rou, Aku Sudah Menikah
Shen Rou, Aku Sudah Menikah
Otot-otot Mo Yesi yang kencang membuat mata Qiao Mianmian mendadak menatap dengan lurus. Ia tahu bahwa Mo Yesi memiliki perawakan yang sangat bagus. Tetapi, ia tidak menyangka bahwa penampilan Mo Yesi bisa sebagus ini.
Saat Mo Yesi berjalan-jalan, otot-otot tubuhnya yang tersembunyi tampak terungkap. Tanpa banyak usaha, ia terlihat sangat seksi dan memikat. Sampai pria itu berjalan ke hadapannya, mengangkat dagunya, dan menatapnya dengan mata menggoda, barulah Qiao Mianmian mendadak tersadar.
"Sayang," gumam pria itu dengan suara yang rendah dan menggoda, "Haruskah aku melepas pakaianku agar kau dapat melihatnya dengan baik dan menginginkannya?"
Boom!
Wajah Qiao Mianmian yang putih dan lembut langsung memerah. Ia tiba-tiba terbatuk dan langsung menolak, "Uhuk, uhuk, uhuk… Tidak, tidak perlu."
"Apa kau yakin?" tanya Mo Yesi. Lima fitur wajah tampan dan dalam pria itu semakin mendekat ke hadapan Qiao Mianmian. Ia menjilat bibirnya sendiri dengan tatapan main-main, "Benar tidak ingin melihatnya? Aku akan berubah pikiran sebentar lagi."
"...Aku yakin!" jawab Qiao Mianmian. Wajahnya memanas saat pandangannya bertemu dengan kedua pupil mata hitam Mo Yesi yang seperti tersenyum. Qiao Mianmian buru-buru membuang muka dan mengubah topik pembicaraan, "Ada yang meneleponmu. Kau tidak mengangkat teleponnya?"
Mo Yesi sepertinya baru saja mendengar dan menyadari bahwa ponselnya berdering. Ia mengerutkan bibirnya, perlahan-lahan menarik kembali pandangannya, dan menatap ponsel yang masih berdering. Ia mengangkat ponsel itu dan menekan tombol jawab.
Sebuah suara melengking yang sedikit marah langsung terdengar dari ujung telepon, "A Si, kenapa kau begitu lama baru mengangkat teleponnya? Apa yang sedang kau lakukan?"
"Baru saja selesai mandi," jawab Mo Yesi. Ia melirik Qiao Mianmian yang berdiri di sampingnya dan balik bertanya dengan ringan, "Ada apa?"
"Apa aku tidak boleh meneleponmu jika tidak ada apa-apa?" balas wanita itu. Ia tampak sedikit tidak puas, tetapi nadanya tetap lembut dan tidak bermaksud untuk mengeluh, "Kau ini. Jika aku tidak meneleponmu, kau tidak mau berinisiatif meneleponku?"
Mo Yesi mengerutkan alisnya. Suaranya masih samar saat ia berkata, "Karena kau baik-baik saja, aku akan tutup teleponnya."
"Tunggu!" Wanita itu sedikit frustasi dan berkata dengan tergesa-gesa, "Jangan tutup teleponnya. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu."
"Ada apa?"
Sebelum wanita itu sempat berbicara, Mo Yesi menarik Qiao Mianmian ke dalam pelukannya. Ia menundukkan kepalanya, mencium pipi Qiao Mianmian dengan lembut, dan berkata dengan lembut, "Sayang, bantu aku mengeringkan rambutku. Pengering rambut ada di kamar mandi. Tolong ambil dan bawa keluar."
Qiao Mianmian mengangkat kepalanya. Ia melihat rambut Mo Yesi yang masih basah, lalu mengangguk dan berkata, "Oke, tunggu sebentar. Aku akan mengambilkan pengering rambutnya."
"Muah," Mo Yesi mencium pipi Qiao Mianmian lagi dengan lembut sebelum melepaskannya.
Ketika Qiao Mianmian menoleh ke kamar mandi untuk mengambil pengering rambut, suara wanita di ujung telepon itu datang dengan sedikit keraguan dan sedikit kejutan, "A Si, kau barusan berbicara dengan siapa? Di sampingmu… Ada seorang wanita?!"
"Iya," jawab Mo Yesi singkat dan mantap. Ia mencari tempat untuk duduk dan perlahan mengerutkan bibirnya, "Shen Rou, aku sudah menikah. Yang tadi itu adalah istriku."
Tidak ada lagi yang berbicara. Setelah suasana menjadi hening selama setidaknya satu menit, barulah suara wanita itu terdengar lagi, "Sejak kapan kau juga berubah jadi suka bercanda?"
Mo Yesi terkejut. Alisnya perlahan berkerut, lalu nada bicaranya menjadi sedikit lebih serius dan tegas, "Ini bukan bercanda. Lagi pula, kau memahamiku. Sejak kapan aku suka membuat lelucon tentang hal-hal semacam ini?"
Mereka kembali diselimuti keheningan selama satu menit. Kemudian, wanita itu bertanya, "Kenapa begitu tiba-tiba? Bukankah kau bilang kau tidak tertarik pada wanita manapun? Apakah paman dan bibimu memaksamu untuk menikah, jadi…"