Diam-Diam Menikah Dengan Konglomerat

Sepasang Ibu dan Putrinya Pingsan



Sepasang Ibu dan Putrinya Pingsan

3Mata Mo Yesi setengah menyipit dan aura berbahaya yang terpancar dari seluruh sosoknya sangat menakutkan. Ia hanya mengucapkan dua kata dengan dingin, "Sangat bagus."     

Sebaliknya, dua kata ini langsung membuat ekspresi wajah tiga orang di seberangnya berubah. Qiao Anxin buru-buru menjelaskan dengan gelisah, "Tuan, ayahku tidak menampar Kakak tanpa alasan. Kakak yang meminta seseorang untuk main tangan dengan Ibu. Ayah barusan menamparnya karena marah. Tadi Kakak sangat keterlaluan, jadi sudah seharusnya Ayah memberi pelajaran pada Kakak."     

"Benar, dia sangat tidak hormat. Dia bahkan tidak menghormati ibu tirinya. Memangnya mengapa jika dia ditampar? Kau siapa? Apa urusan keluarga kami, keluarga Qiao, denganmu? Apa masalahnya? Kau ingin mencoba menjadi 'pahlawan yang menyelamatkan tuan putri'? Kau pikir karena kau baru saja mengatakan kata-kata yang kasar padaku, lalu kami akan takut padamu? Aku, Lin Huizhen, tidak takut pada apapun. Anak muda, aku sarankan kau jangan ikut campur masalah pribadi. Jika tidak, jangan salahkan aku jika aku tidak akan sungkan lagi denganmu."     

Begitu Lin Huizhen baru saja selesai berbicara, ia merasa seperti terjatuh ke dalam ruang es bawah tanah. Seluruh tubuhnya mendadak terbungkus dingin. Lin Huizhen merasa sangat dingin hingga tidak bisa menahan tubuhnya yang menggigil.     

Begitu Lin Huizhen melihat ke atas, ia berhadapan dengan sepasang mata yang sangat dingin. Tidak ada kehangatan di mata pria itu. Ketika pria itu menatapnya, tatapan matanya seperti pisau tajam. Lin Huizhen terhenyak dan rasa takut muncul di hatinya dalam sekejap. Sementara itu, Mo Yesi menatap Lin Huizhen selama beberapa detik, lalu membuang mukanya.     

Bibir tipis Mo Yesi yang seksi perlahan melengkung hingga sebuah senyum berbahaya terbit di sudut bibirnya. "Tuan Qian, jika kau ingin mengajari putrimu, kenapa hanya mengajari satu orang saja?" kata Mo Yesi, "Terlepas dari kesopanan, keadilan, dan rasa malu… Putri keduamu melakukan sesuatu untuk merayu calon kakak iparnya. Hal yang seperti ini bukan ajaran yang baik. Sungguh tidak masuk akal."     

Mereka masih belum bereaksi setelah Mo Yesi selesai berbicara. Mo Yesi menoleh dan memberitahu pimpinan pengawal, "Kalian bantu Tuan Qiao untuk memberi pelajaran pada Nona kedua Qiao dengan baik. Jangan anggap enteng. Jangan sampai Tuan Qiao tidak puas."     

"Baik, Presiden Mo."     

Pengawal itu bergerak cepat. Ketika Qiao Anxin hendak berbalik dan melarikan diri, pengawal itu sudah menangkapnya terlebih dahulu. Dua pengawal memeganginya dari sisi kiri dan sisi kanan hingga menahan gerakannya. Qiao Anxin berusaha membungkuk ke kiri dan ke kanan, tetapi ia tidak bisa meloloskan diri. Satu pengawal menampar wajah Qiao Anxin yang putih dan lembut.     

Plak!     

Semua pengawal ini sudah terlatih secara profesional. Mereka jelas tahu bagaimana caranya menggunakan kekerasan untuk mendapatkan hasil terbaik. Begitu dua tamparan mendarat di wajah Qiao Anxin, mulutnya mulai berdarah. Pandangannya menjadi buram, matanya berkunang-kunang, dan langit seakan berputar-putar. Kedua mata Qiao Anxin berputar dan ia langsung pingsan.     

"Anxin! Anxin, kau kenapa?" Lin Huizhen melihat putrinya pingsan dan bergegas maju dengan sedih, "Kalian lepaskan Anxin! Jika terjadi sesuatu pada anakku dan bayinya, aku ingin kalian membayarnya!"     

Sebelum Lin Huizhen bergegas maju, ia ditangkap oleh dua pengawal lainnya.     

"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" Lin Huizhen berteriak dengan histeris seperti orang gila, "Kalian sekelompok bandit! Perampok! Ah..! Aku akan melawan kalian semua!"     

Seperti yang Lin Huizhen katakan, ia ingin memukul pengawal itu dengan kepalanya. Namun, benturan ini justru membuatnya langsung pingsan. Untuk sementara, sepasang ibu dan putrinya telah sama-sama pingsan.     

"Makhluk jahat!" teriak Qiao Ruhai. Ia rasanya ingin pingsan saat melihat kondisi istri dan putrinya. Dengan gemetar karena marah, ia menunjuk Qiao Mianmian dan memarahinya, "Kau merasa senang jika sudah menghancurkan keluarga ini? Jika sejak awal aku tahu bahwa aku akan membesarkan seseorang yang begitu jahat, aku seharusnya mencekikmu sampai mati di hari kelahiranmu!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.