Diam-Diam Menikah Dengan Konglomerat

Tidak Akan Ada yang Menertawakanmu



Tidak Akan Ada yang Menertawakanmu

2Tidak ada yang berani meremehkan Mo Yesi, terutama kalimat terakhirnya. Meskipun seseorang seperti Qiao Ruhai telah terbiasa melihat semua jenis kejadian dan telah menjalani sebagian besar hidupnya, hatinya tetap saja bergidik tidak nyaman. Muncul rasa takut yang tidak dapat terkendali di dalam hatinya.     

Qiao Ruhai sangat tahu dengan jelas bahwa pemuda yang tampak masih muda ini tidak hanya sekedar berbicara. Pemuda ini pasti akan melakukan apa yang dikatakannya.     

Qiao Anxin melihat sikap Mo Yesi yang melindungi Qiao Mianmian. Kecemburuan membuat hatinya begitu terdistorsi. Padahal, ia tadi terus berusaha keras untuk memperjelas keberadaannya. Tetapi, pria itu bahkan tidak sekalipun menatapnya langsung.     

Apakah aku tidak cukup berpura-pura terlihat menyedihkan? pikir Qiao Anxin. Ia telah menggunakan trik ini sejak ia kecil hingga dewasa. Biasanya, trik ini selalu bekerja dengan baik di depan pada pria. Bahkan, ia juga melakukan trik yang sama terhadap Su Ze. Selangkah demi selangkah, ia akhirnya berhasil memikat Su Ze.     

Pria menyukai wanita yang lemah lembut. Wanita yang seperti itu akan membuat para pria merasa kasihan dan ingin melindunginya. Ini adalah pengalaman Qiao Anxin selama bertahun-tahun dan ia tidak pernah melakukan kesalahan. Mengapa ia tidak berhasil menggunakan trik itu pada pria ini?     

Hati Qiao Anxin dipenuhi dengan semua jenis kecemburuan, keengganan, dan kedengkian. Keinginannya untuk menang menjadi lebih kuat. Ia mengatupkan giginya dan diam-diam berkata dalam hatinya, Aku sungguh menginginkan pria ini! Aku tidak akan pernah kalah dari Qiao Mianmian! Selama Qiao Anxin menginginkannya, ia harus mendapatkan apapun itu yang ia inginkan.     

"Sayang, ayo kita pergi."     

Setelah menyampaikan semua ancaman, Mo Yesi berbalik dengan Qiao Mianmian. Kemudian, keduanya pergi dengan cara yang luar biasa sambil dikelilingi oleh sekelompok pengawal tegap berpakaian hitam.     

Saat mereka keluar dari kediaman keluarga Qiao, sebuah Rolls Royce hitam diparkir di luar dan Paman Li telah menunggu di luar mobil. Paman Li melihat Mo Yesi dan Qiao Mianmian keluar, lalu segera melangkah maju untuk menyambut mereka, "Tuan, Nyonya."     

Begitu Paman Li mendongak, ia melihat cap tangan di pipi Qiao Mianmian yang belum luntur. Ia tertegun, terkejut, dan refleks berkata, "Nyonya, wajahmu…"     

"Tidak apa-apa," jawab Qiao Mianmian. Ia terus-menerus mengerutkan sudut bibirnya karena luka di wajahnya, yang sangat menyakitkan.     

Mo Yesi segera mengerutkan kening, menyentuh wajah Qiao Mianmian, dan melihat bekas tamparan di wajahnya sambil bertanya, "Sangat sakit?"     

Ada jejak kesedihan di mata Mo Yesi. Kesedihan dan perhatian di mata pria itu membuat hidung dan juga mata Qiao Mianmian terasa masam. Tadi Qiao Mianmian menerima begitu banyak penderitaan. Namun, ia tidak sekalipun meneteskan air mata. Sebaliknya, saat ini ia tidak bisa sedikitpun menahan air matanya.     

Kelembaban di mata Qiao Mianmian mulai tak terkendali. Matanya mulai berkaca-kaca dan air mata yang berkumpul di sudut matanya hampir lolos dari sela-sela matanya. Ia mengulurkan tangannya untuk mendorong Mo Yesi pergi, lalu berbalik badan hingga punggungnya menghadap pria itu. Ia tidak ingin Mo Yesi melihatnya menangis.     

"Aku… Aku baik-baik saja," jawab Qiao Mianmian. Sayangnya, suara isaknya yang tertahan akhirnya mengungkapkan emosinya.     

Mo Yesi mendengar Qiao Mianmian menangis dan semakin mengerutkan kening. Pria itu memeluk Qiao Mianmian dari belakang dan bertanya lagi, "Kau menangis?"     

"Tidak, tidak…"     

"Kalau begitu, berbaliklah dan biarkan aku melihatmu."     

"Aku benar-benar tidak menangis," Qiao Mianmian tetap menyangkal. Namun, masih terdengar isak tangis dalam nada bicaranya. Wanita kecil yang mengatakan bahwa dirinya tidak menangis justru menangis hingga bahunya terus-menerus bergetar.     

Mo Yesi merasa sedih dan juga lucu. Terlepas dari perjuangan Qiao Mianmian untuk menahan tangis, Mo Yesi menarik wanita kecil itu ke arahnya. Melihat mata Qiao Mianmian yang sudah merah dan bengkak karena menangis membuat kesedihan di mata Mo Yesi semakin meningkat dua kali lipat.     

Mo Yesi merengkuh pundak Qiao Mianmian dengan ringan, mengerutkan kening, dan menatapnya sebentar. Setelah beberapa saat, ia menghela napas rendah dan berkata, "Menangislah. Menangislah jika kau mau. Menangis saja kali ini. Kelak, jangan menangis untuk hal yang sia-sia. Orang-orang itu tidak layak untuk membuatmu meneteskan air mata."     

Setelah Mo Yesi selesai berbicara, ia mengulurkan tangan dan memeluk Qiao Mianmian dengan lembut. Jari-jarinya yang ramping dan bersih menyibakkan rambut yang menempel di wajah Qiao Mianmian dengan lembut. Mo Yesi memegang wajah Qiao Mianmian yang cantik saat sedang menangis. Kemudian, pria itu menundukkan kepalanya dan mengecup lembut pipi Qiao Mianmian yang basah, "Sayang, sedih tidak perlu ditahan. Menangislah jika kau mau. Tidak akan ada yang menertawakanmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.