Hatinya Masih Tetap Merasa Sedih
Hatinya Masih Tetap Merasa Sedih
Sebelum Qiao Mianmian berbicara, dagu Qiao Mianmian sudah dicubit, dan bibirnya dicium oleh Mo Yesi.
Beberapa menit kemudian, Qiao Mianmian bersandar di dalam pelukan Mo Yesi, terengah-engah, dengan wajah yang dironai lapisan merah.
Mo Yesi mengulurkan tangan untuk meluruskan rambut Qiao Mianmian, lalu menyentuh pipi Qiao Mianmian yang merah, dan berbisik pelan, "Pekerjaanku hampir selesai. Apa rencanamu untuk malam ini?"
Qiao Mianmian memeriksa waktu, saat ini masih sore.
"Kalau tidak, ayo kita menjemput Chenchen untuk makan malam bersama." Qiao Mianmian dalam beberapa waktu ini tidak bertemu dengan Qiao Chen, jadi ia cukup merindukan Qiao Chen.
Mo Yesi mengangguk. "Baiklah, kalau begitu kita pergi jemput Chenchen dulu. Aku juga sudah lama tidak melihatnya."
Mo Yesi masih sangat menyukai adik iparnya sendiri, meskipun rasa suka ini juga karena Qiao Mianmian, tapi Qiao Chen sendiri juga orang yang sangat pintar membuat orang lain suka padanya.
Setelah memutuskan hal ini, Qiao Mianmian mengirimkan pesan WeChat pada Qiao Chen.
*
Qiao Chen biasanya tinggal di asrama sekolah. Karena Qiao Mianmian pergi ke Kota F untuk syuting, jadi bahkan jika Qiao Chen memiliki kamar sendiri di rumah Mo Yesi, baik akhir pekan atau liburan, Qiao Chen juga tetap tinggal di asrama sekolah, tidak tinggal di tempat Mo Yesi. Meskipun Mo Yesi sudah menjadi kakak iparnya, tapi waktu yang Qiao Chen habiskan dengan kakak iparnya ini tidak lama.
Qiao Chen sangat senang menerima WeChat Qiao Mianmian. Qiao Chen dan Qiao Mianmian sudah lama tidak bertemu. Hubungan antara Qiao Chen dan kakaknya ini sangat dalam. Meskipun jarak waktu mereka tidak bertemu belum lama, Qiao Chen juga masih sangat merindukan kakaknya.
Setelah kakak beradik itu menyepakati waktu untuk bertemu, Qiao Chen kembali ke kamar tidur untuk mengganti pakaian, kemudian pergi ke depan gerbang sekolah untuk menunggu lebih awal.
Saat Qiao Chen sedang menunggu, sebuah mobil Bentley berwarna hitam melaju mendekatinya, dan perlahan-lahan berhenti di sampingnya. Setelah Qiao Chen melihat mobil Bentley hitam di sebelahnya, rona wajahnya sedikit berubah. Segera, Qiao Chen melihat sosok mungil yang akrab berjalan keluar dari gerbang sekolah, dan berjalan mendekati mobil Bentley hitam yang diparkir di dekatnya.
Melihat Qiao Chen berdiri di sisi jalan, sosok mungil itu berhenti dan menatap Qiao Chen selama beberapa detik sebelum akhirnya terus melangkah maju.
Qiao Chen ingin berbalik badan dan pergi, tapi kakinya seperti telah tertancap, Qiao Chen tidak bisa melangkah sama sekali. Saat sosok mungil itu berjalan melewati sisinya, tubuh Qiao Chen menegang, dan kedua tangan yang jatuh di sisinya juga mengepalkan tinju yang sangat erat.
Qiao Chen memalingkan wajahnya, juga mengalihkan pandangannya ke jalan yang ramai. Qiao Chen sengaja untuk tidak melihat sosok mungil itu. Meskipun demikian, sorot matanya masih menangkap sosok mungil itu. Qiao Chen masih tetap memperhatikannya.
"Qiao Chen."
Sosok mungil yang melewatinya tiba-tiba berhenti dan memanggilnya dengan lembut. Dalam sekejap, tubuh Qiao Chen menjadi lebih tegang lagi. Detak jantungnya berdetak lebih cepat. Qiao Chen mengambil napas dalam, lalu mengepalkan tinju dengan erat, dan perlahan berbalik badan.
Shen Xin berdiri tidak jauh dari Qiao Chen, sedang diam-diam mengawasi Qiao Chen.
Qiao Chen mengangkat kepalanya, matanya bertabrakan dengan mata Shen Xin. Setelah terdiam beberapa saat, Qiao Chen berbicara, "Ada apa, murid Shen?
Mendengar panggilan Qiao Chen membuat sudut bibit Shen Xin naik menjadi senyuman getir. "Tidak apa-apa, aku melihatmu dan ingin menyapamu. Mau pergi kemana? Apakah kau ingin ... aku mengantarmu?"
Qiao Chen terkejut, kemudian menggelengkan kepala untuk menolak. "Terima kasih, tapi sebentar lagi kakakku akan datang menjemputku."
"Benarkah?" Shen Xin tahu Qiao Chen seharusnya tidak membohonginya, tapi masih tetap ada perasaan sedih di dalam hati Shen Xin.