Aku Barusan Hanya Bercanda
Aku Barusan Hanya Bercanda
Di depan banyak orang, ia juga tidak mungkin mengatakan tidak suka. Tapi berkebalikan dengan hatinya, ia tetap berpikir bahwa ia tidak mungkin akan mengenakan syal pemberian itu.
Mo Yesi berbalik badan dan berjalan ke sisi Qiao Mianmian. Ia memeluk wanita itu kemudian menunduk dan berkata pada Qiao Mianmian, "Aku sudah bilang, nenek dan ibu pasti suka pemberian darimu. Apa kau sudah tenang sekarang?"
Qiao Mianmian tidak buta. Ia tahu kalau ibu Mo sama sekali tidak menyukai syal pemberiannya. Kalimat 'suka' itu benar-benar bertentangan dengan isi hati ibu Mo. Bahkan Ibu Mo menunjukan ekspresi terpaksa saat mengatakannya. Tapi dalam kondisi seperti ini, apalagi yang bisa Qiao Mianmian perbuat.
"Benarkah?" Qiao Mianmian juga berusaha menghargai pendapat mereka. Ia mengerutkan bibir, kemudian tersenyum dan berkata, "Baguslah jika ibu dan nenek suka."
"Kenapa nenek dan ibu sama-sama diberi hadiah? Sementara aku? Apakah tidak ada hadiah untukku?" Di samping, Mo Shixiu yang terus diam seraya menatap ibunya dengan sorot dingin, akhirnya berkelakar untuk mencairkan suasana.
"Apa?" Qiao Mianmian menanggapi kata-kata Mo Shixiu dengan serius. Ia menoleh untuk menatap Mo Shixiu, dan berkata dengan tidak enak hati, "Maaf, Kakak ... Kakak tertua. Aku tidak tahu kau ada di rumah. Lain kali, bolehkah aku membelikan barang yang lain untukmu?"
Qiao Mianmian memanggilnya 'kakak tertua' dengan agak canggung. Ia masih tidak terbiasa. Terutama di hadapan Mo Yesi, ia menjadi lebih gugup. Orang itu adalah Mo Shixiu! Tokoh berita yang hanya ia lihat di televisi dan menjadi pilar negara!
Mo Shixiu awalnya bercanda untuk meredakan suasana. Melihat Qiao Mianmian benar-benar menganggapnya serius, ia tidak bisa menahan tawa. "Adik ipar, tidak perlu gugup, aku barusan hanya bercanda. Tampaknya, kau baru pertama kali bertemu denganku. Aku juga tidak menyiapkan hadiah apapun untukmu. Aku akan memberikan hadiah untukmu lain kali."
"Eh, kalau begitu ... Terima kasih, Kakak tertua," balas Qiao Mianmian.
Ketika Qiao Mianmian melihat Mo Shixiu tertawa, Mo Shixiu terlihat tidak terlalu serius. Apalagi, sifat yang pria itu miliki tampaknya cukup baik, bukan seperti orang yang sulit bergaul. Ketika ia berhadapan dengan Mo Shixiu, perasaan gugupnya perlahan berkurang.
"Sudah terlambat, ayo makan." Nenek Mo bangun dan melambai ke Qiao Mianmian sambil tersenyum. "Kemarilah dan duduk di sebelah nenek sebentar."
Nenek Mo tentu saja bisa menyadari kalau ibu Mo tidak menyukai Qiao Mianmian. Ibu Mo terlihat enggan menerima hadiah barusan. Ini terlihat sangat jelas. Nenek Mo saja sadar, bagaimana mungkin Qiao Mianmian tidak menyadari?
Nenek Mo benar-benar menyukai Qiao Mianmian. Tentu saja ia tidak rela Qiao Mianmian menderita. Melihat ibu Mo membuat Qiao Mianmian sedih, ia ingin lebih menyayangi anak ini. Lantas karena Qiao Mianmian dibuat sakit hati oleh ibu Mo, nenek Mo jadi ingin bermain api dengan mengganggu ibu Mo.
Qiao Mianmian melihat nenek Mo memanggilnya, sehingga ia segera melepaskan genggaman tangan Mo Yesi dan pergi ke arah wanita tua itu. Ia menyentuh lengan nenek Mo dengan penuh kasih sayang dan berkata dengan manis, "Baik, Nenek. Aku juga ingin duduk di sebelahmu supaya bisa mengobrol lebih banyak denganmu."
"Anak pintar." Nenek Mo tertawa lebar. "Jangan pulang malam ini, menginaplah di sini. Masih banyak hal yang ingin nenek katakan padamu."
"Umm ..."
Qiao Mianmian menoleh untuk melihat Mo Yesi dan menanyakan pendapatnya menggunakan sorot mata. Mo Yesi pun mengangguk padanya. "Karena nenek yang meminta, baiklah. Kita akan pulang besok."
Nenek Mo terlihat sangat senang. Ia meraih tangan Qiao Mianmian dan tersenyum bahagia. "Setelah makan malam nanti, maukah kau menemani nenek berjalan-jalan?"
"Baik," jawab Qiao Mianmian.
Qiao Mianmian mengangguk patuh. Apapun yang dikatakan nenek Mo, ia akan menurutinya.