Aku Hanya Ingin Bersama Denganmu Setiap Hari
Aku Hanya Ingin Bersama Denganmu Setiap Hari
*
Tiga hari berlalu dengan cepat. Sekejap mata, Qiao Mianmian sudah harus pergi ke lokasi syuting. Di malam sebelum Qiao Mianmian pergi, Mo Yesi menolak semua jamuan makan malam bersama rekan bisnisnya dan pulang lebih awal.
Setelah makan malam, pasangan muda itu kembali ke kamar tidur. Qiao Mianmian mengeluarkan koper dan mulai bersiap mengemas pakiannya. Kali ini ia akan pergi ke luar kota selama hampir tiga bulan lamanya. Jadi koper yang harus dikemas cukup banyak.
Saat Qiao Mianmian sedang mengeluarkan pakaian dan melipatnya, Mo Yesi berdiri di samping dan memperhatikannya sebentar. Hatinya sedikit tidak nyaman. Ia bertanya dengan suara yang sedikit teredam, "Besok pagi, jam berapa kau pergi ke bandara?"
"Kakak Xie barusan mengirimkan jadwal keberangkatannya padaku. Aku akan naik pesawat jam 9 pagi, jadi jam 7 lewat aku sudah harus pergi ke bandara." Qiao Mianmian meletakkan rok yang sudah dilipat ke dalam koper dan mengambil beberapa potong baju lagi dari dalam lemari.
"Sepagi itu?" Mo Yesi sepertinya sedikit tidak puas.
"Jam 7 tidak terlalu pagi. Bukankah kau juga biasanya berangkat kerja sepagi itu?"
"..." Mo Yesi terdiam.
Bagaimana mungkin jadwal mereka bertabrakan? Jika Qiao Mianmian pergi ke bandara begitu pagi, itu artinya ia tidak punya banyak waktu untuk dihabiskan dengan Qiao Mianmian.
"Kau benar-benar akan pergi selama tiga bulan?" Mo Yesi berhenti bicara selama beberapa detik dan bertanya dengan suara yang lebih datar.
"Ya." Qiao Mianmian berjongkok di lantai dan melipat pakaiannya sebentar. Mendengar nada bicara Mo Yesi yang sedikit aneh, ia mengangkat kepala untuk melirik Mo Yesi, kemudian perlahan berdiri.
Dengan tangan di belakang punggung, Qiao Mianmian membungkuk, memiringkan kepalanya dan menatap Mo Yesi lagi. Sudut bibirnya sedikit terangkat, "Apakah kau tidak senang?"
Mo Yesi memasang raut wajah yang dingin dan serius. "Kita masih dalam masa pengantin baru. Istri baruku akan tinggal di lokasi syuting selama tiga bulan. Apakah menurutmu aku akan senang dengan hal itu?"
"Baiklah, baiklah, aku juga bukannya tidak akan kembali, kan?" Qiao Mianmian tidak bisa menahan tawa melihat Mo Yesi yang sedang merajuk. Ia melangkah maju, berjinjit, dan memeluk leher Mo Yesi. "Lagipula, jika kau ada waktu luang, kau juga bisa datang untuk mengunjungiku. Atau jika aku libur, aku juga bisa pulang untuk menemuimu."
Suara Qiao Mianmian sangat lembut, seolah sedang membujuk seorang anak kecil. "Kita hanya berpisah sementara waktu. Tidakkah menurutmu kadang-kadang menjaga jarak antara suami dan istri itu juga cukup bagus?"
"Tidak bagus." Mo Yesi menyipitkan mata. Tampak jelas ada sorot tidak puas di matanya. "Aku tidak ingin menjaga jarak denganmu, aku hanya ingin bersama denganmu setiap hati."
"..." Qiao Mianmian tidak bisa membalas kalimat Mo Yesi.
"Kalau begitu, apa yang kau inginkan?" Qiao Mianmian menghela napas tidak berdaya, namun hatinya penuh dengan perasaan berbunga-bunga. "Kalau tidak, kau bawa saja pekerjaanmu dan kerjakan di sana. Jika seperti itu, kau bisa pergi dan tinggal di sana, kita juga bisa bersama setiap hari."
Qiao Mianmian sedang bercanda dengan Mo Yesi. Tapi siapa sangka, Mo Yesi malah mempertimbangkan hal itu dengan serius. Ia kemudian mengangguk dan berkata, "Saranmu ini cukup bagus. Sekarang aku akan menelepon Wei Zheng ..."
Mo Yesi berkata sambil melakukan gerakan ingin mengambil ponselnya.
Qiao Mianmian tertegun selama beberapa detik. Ia merasa terhibur oleh sikap Mo Yesi. Tangannya pun terulur untuk memegang tangan Mo Yesi yang ingin mengambil ponsel. "Sudahlah, Mo Yesi, kau jangan membuat masalah. Barusan aku hanya bercanda."
"Tapi aku merasa ide ini sangat bagus," kata Mo Yesi.
"... Kalau begitu kau tidak akan memedulikan bisnismu di sini?"
"Bisnis?" Pria itu mengangkat alisnya, sudut bibirnya berkedut, dan lima fitur wajahnya yang tampan membuat orang senang melihatnya.
Mo Yesi mencondongkan tubuh mendekat ke wajah Qiao Mianmian. Ia mencubit dagu Qiao Mianmian dengan satu tangan, dan berkata dengan suara yang dalam dan menggoda, "Bagaimana mungkin bisnis bisa lebih penting dari istriku sendiri? Bumi itu sangat besar, namun istriku tetap yang paling penting."