Apakah Kau Merindukanku?
Apakah Kau Merindukanku?
Pada saat yang sama, pintu ditutup kembali, dan ia ditangkap oleh seseorang hingga mencapai pintu.
Sosok di depannya bertubuh jangkung dan matanya hitam. Sebelum Qiao Mianmian melihat siapa yang menangkapnya, dagunya sudah di cubit hingga terangkat ke atas. Ciuman mendominasi dan panas pria itu juga langsung melahap bibirnya. Ciumannya begitu dalam penuh nafsu. Mau tak mau, Qiao Mianmian membuka matanya lebar-lebar dengan perasaan takut. "Um ..."
Saat Qiao Mianmian baru saja akan memberontak, embusan napas yang akrab terdengar di telinganya. Di mata hitam legam Qiao Mianmian, perasaan panik itu berubah menjadi kejutan. Napas itu ... adalah napas Mo Yesi. Mengapa dia bisa datang ke sini?
Keraguan Qiao Mianmian hanya berlangsung beberapa detik. Ia menjadi semakin bingung dengan ciuman pria yang kian panas ini. Oksigen di otak dan dadanya juga semakin menipis, serta tatapan matanya juga menjadi semakin kabur.
Qiao Mianmian berdiri dengan tidak stabil hingga hampir jatuh ke bawah, namun oria itu melingkarkan lengannya ke pinggang Qiao Mianmian dengan lembut. Mo Yesi mengangkat tubuh Qiao Mianmian hingga menempel di dadanya. Mo Yesi memberikan ciuman hukuman yang begitu lama dan sangat dalam.
Qiao Mianmian dihimpit di pintu ruangan sambil terus menerima ciuman selama lebih dari sepuluh menit. Saat tubuhnya hampir lemas dan kekurangan oksigen hingga nyaris pingsan, Mo Yesi baru melepaskannya dengan napas terengah-engah.
Keinginan yang kuat muncul di mata Mo Yesi yang hitam pekat. Sorot matanya yang panas jatuh pada bibir merah muda yang begitu menggoda milik gadis di lengannya yang baru saja ia cium. Matanya menjadi gelap lagi, dan nafsu di matanya semakin bertambah dua kali lipat. Mo Yesi benar-benar ingin .... memakannya dalam satu gigitan. Tuhan tahu bahwa mereka baru saja berpisah satu hari. Tapi ternyata kerindungan Mo Yesi pada Qiao Mianmian begitu dalam hingga seperti ini.
Qiao Mianmian bersandar di dada Mo Yesi cukup lama untuk menormalkan napasnya. Ada kabut di matanya. Qiao Mianmian menaikkan pandangannya yang berkabut dan menatap Mo Yesi. Ia masih merasa ini seperti mimpi. "Mo ... Mo Yesi ... mengapa kau datang ke sini? Bukankah kau ..."
Bukankah dia sedang bekerja? Hari ini juga bukan akhir pekan. Mengapa Mo Yesi punya waktu untuk datang dan menemuinya? Terlebih lagi, mengapa Mo Yesi tidak memberitahunya lebih dulu sebelum datang? Barusan, saat ia ditarik ke dalam ruangan oleh Mo Yesi, Qiao Mianmian merasa ketakutan setengah mati.
"Sayang, aku sangat merindukanmu."
Mo Yesi memeluk Qiao Mianman erat-erat. Iia tidak tahan dan menundukkan kepalanya lagi untuk mencium Qiao Mianmian lagi, dan berbisik pelan saat bibirnya masih menempel di bibir istrinya, "Apa kau merindukanku?"
Bibir Qiao Mianmian sedikit mati rasa setelah dicium oleh Mo Yesi. Begitu ia membuka mulut, suaranya begitu lembut dan serak, "Tapi ... bukankah kau sedang bekerja? Jika kau pergi, bagaimana dengan perusahaan?"
Mo Yesi baru saja mengambil alih perusahaan Mo. Qiao Miamian tahu, setidaknya dalam satu tahun, Mo Yesi akan sangat sibuk. Biasanya, saat pulang, Mo Yesi masih harus lembur di ruang kerja. Sekarang Mo Yesi datang bukan saat akhir pekan. Apakah dia mengabaikan urusan perusahaan?
"Kenapa? Kau tidak senang melihatku?" Mo Yesi menunduk dan menatap wanita kecil di lengannya. Ia tidak melihat kejutan atau kegembiraan di wajah Qiao Mianmian. Seketika, ia mengerutkan kening karena tidak puas. Mo Yesi teringat lagi pada foto yang dikirimkan Bai Yusheng padanya.
Dalam foto tersebut, Qiao Mianmian dan aktor tersebut terlihat sedang mengobrol dengan sangat akrab. Senyum di wajah mereka sangat manis. Tapi ketika Qiao Mianmian melihatnya, Qiao Mianmian tidak pernah tersenyum seperti itu. Kecemburuan di dalam hati Mo Yesi berangsur-angsur bergejolak hingga menjadi lebih intens.
Bai Yusheng mengatakan bahwa aktor itu seusia dengan Qiao Mianmian.
Mereka seumuran serta berada dalam lingkaran yang sama, jadi pasti mereka memiliki banyak topik untuk dibicarakan.