Apa Kau Pikir Aku Akan Menangis
Apa Kau Pikir Aku Akan Menangis
"Masih memanggilku seperti itu?" Sudut bibir Mo Yesi naik dan membentuk sebuah seringai berbahaya. Kali ini tangan besarnya menyelip dan langsung melingkar di belakang kepala Qiao Mianmian, kemudian memperdalam ciuman barusan sebagai hukuman.
Kali ini Mo Yesi menciumnya dengan sungguh-sungguh. Pria itu mencium bibir Qiao Mianmian dengan begitu dalam dan kuat.
Tidak lama kemudian, Qiao Mianmian seperti seekor ikan yang kekurangan oksigen. Rrona merah yang tidak biasa muncul di wajahnya. Ia membelakan mata, sementara napasnya juga terengah-engah. Saat Qiao Mianmian merasa dirinya hampir pingsan karena kehabisan napas, pria itu baru melepaskannya dengan tidak rela. Cepat-cepat Qiao Mianmian menarik udara segar.
Qiao Mianmian yang terengah-engah merasa bagaikan hidup kembali. Ada perasaan malu ketika Qiao Mianmian bernapas cepat. Bagaimanapun ini bukan pertama kalinya ia berciuman dengan Mo Yesi. Selain itu, Mo Yesi juga sudah pernah mengajarkan bagaimana cara mengambil napas yang benar saat berciuman.
Tapi, ciuman barusan terlalu intens dan kuat. Dari ciuman saja Qiao Mianmian merasa dirinya hampir pingsan.
Qiao Mianmian merasa bingung dan otaknya menjadi kosong. Bagaimana mungkin ia masih ingat bagaimana caranya mengambil napas saat berciuman? Kemampuan ciuman pria di sampingnya ini semakin lihai. Setiap kali berciuman dengan Mo Yesi, ia selalu merasa ingin pingsan. Dari tubuhnya juga muncul reaksi yang sangat kuat.
Mo Yesi menatapnya dengan pandangan lembut dan penuh kasih sayang. Satu tangannya terulur ke belakang punggung Qiao Mianmian dan memeluknya dengan lembut untuk menenangkan rasa kesal yang tersisa. "Masih tidak tahu caranya mengambil napas? Apa karena aku tidak mengajarinya dengan cukup baik? Ataukah kita kurang latihan? Bagaimana kalau ..." Mo Yesi menggodanya lagi.
Qiao Mianmian menatap pria itu dengan sepasang matanya yang berair dan memerah. Meskipun Mo Yesi belum selesai bicara, namun sorot di mata Qiao Mianmian tampak seperti sedang menggerutu. Seperti berkata dalam hati: Mo Yesi, dasar nakal! Berani sekali kau mengintimidasiku!
Awalnya Mo Yesi ingin memaksa Qiao Mianmian memanggilnya dengan sebutan 'suami', tapi melihat sikap menyedihkan dan penderitaan Qiao Mianmian, Mo Yesi merasa tidak tega. Jika terus memaksa, ia merasa dirinya menjadi orang jahat yang sedang mengintimidasi Qiao Mianmian.
Tapi ia benar-benar sangat ingin mendengar Qiao Mianmian memanggilnya dengan sebutan 'suami' secara langsung. Meskipun Mo Yesi sudah mendengar Qiao Mianmian memanggilnya seperti itu di depan orang lain, tapi memanggilnya suami secara langsung dan memanggilnya di hadapan orang lain, itu jelas dua hal yang berbeda.
Ia merasa jika Qiao Mianmian mau memanggilnya seperti itu secara langsung, Mo Yesi pasti tidak bisa mengendalikan diri. Pada saat itu nanti, Qiao Mianmian pasti menolak untuk disentuh lagi. Orang yang nantinya menderita pasti dirinya sendiri.
Lupakan saja. Mo Yesi seharusnya tidak membuat masalah untuk dirinya sendiri. Terlebih lagi, hari ini ia sudah cukup puas dan berhail mengintimidasi Mianmian hingga menangis beberapa kali. Jika membuat Qiao Mianmian menangis sekali lagi, Mo Yesi benar-benar tidak tega.
Jika Qiao Mianmian tidak ingin memanggilnya seperti itu, ia tidak perlu memaksa. Bagaimanapun mereka sudah menikah, nyatanya ia memang suami Qiao Mianmian. Cepat atau lambat, Qiao Mianmian juga akan memanggilnya dengan sebutan 'suami'. Saat ini, tidak perlu terburu-buru memaksanya memanggil dengan sebutan itu.
"Baiklah, baiklah, kalau sayangku tidak ingin memanggilnya, tidak perlu melakukannya." Suara pria itu terdengar sangat rendah dan juga sangat-sangat lembut. Nada bicaranya penuh dengan bujukan dan kesabaran. "Tapi jangan menangis lagi, suamimu ini sedih melihatmu seperti itu. Nanti matamu bisa bengkak karena menangis, jadi tidak enak dilihat."
Qiao Mianmian melotot ke arahnya. "Apakah kau pikir aku akan menangis?"
Padahal itu semua karena Mo Yesi sendiri yang terlalu buas! Jelas-jelas orang yang mengintimidasinya hingga menangis adalah Mo Yesi sendiri. Sekarang pria itu malah bersikap munafik dan berpura-pura menjadi gentleman. Dasar munafik!
"Iya, ini semua salah suamimu." Mo Yesi mengakui kesalahannya sangat cepat, ia meminta maaf dengan sukarela. "Iya aku yang salah, aku yang tidak benar, silakan jika kau ingin memukul dan memarahiku. Selama itu membuat sayangku tidak menangis lagi, apapun itu, tidak masalah bagiku."