Diam-Diam Menikah Dengan Konglomerat

Tidak Boleh Ada Orang Lain Naik Lift Selain Istriku



Tidak Boleh Ada Orang Lain Naik Lift Selain Istriku

1"Aku masih harus rapat." Mo Yesi terlihat sangat enggan, seperti dipaksa seseorang untuk melakukan hal yang tidak ingin ia lakukan. Suaranya terdengar tak bersemangat. "Kau pikirkan baik-baik pertanyaan barusan. Kalau sudah ketemu jawabannya, beri tahu aku," kata Mo Yesi sebelum pergi.     

Karena Mo Yesi masih tidak menjawab, di luar pintu, Wei Zheng mengetuk lagi dan volume suaranya meningkat. "Presiden Mo, apakah Anda ada di dalam?"     

Biasanya Wei Zheng akan langsung membuka pintunya dan berjalan masuk. Tapi sekarang, ia tidak berani. Siapa yang tahu apa yang sedang dilakukan Presiden Mo dan Nyonya di dalam kantor. Ia tidak mau cari mati.     

'Ceklek'. Pintu yang tertutup rapat kemudian ditarik oleh seseorang dari dalam.     

Begitu Wei Zheng mengangkat kepalanya, ia melihat Mo Yesi tengah menyipitkan matanya dan berjalan keluar. Sorot tidak senang terpancar di mata Mo Yesi yang membuat Wei Zheng ketakutan. Ia menelan ludah dengan gugup dan menyapa, "Presiden Mo."     

"Ya," jawab Mo Yesi dingin.     

Mo Yesi berjalan melewatinya tanpa menunjukkan ekspresi apapun, lalu mengeluarkan dengusan yang sangat samar dari hidungnya.     

Wei Zheng sama sekali tidak berani menjawab.     

Presiden Mo tampak marah. Mungkinkah ia mengganggu Presiden Mo saat sedang bermesraan dengan Nyonya muda di dalam kantor barusan? Memikirkan hal itu membuat Wen Zheng semakin takut. Seketika ia merasa ia tidak beruntung hari ini. Tampaknya ia akan segera diutus ke negara lain oleh Mo Yesi.     

Dengan langkah kecilnya, Wei Zheng buru-buru mengikuti Mo Yesi. Disertai ekspresi pahit di wajahnya, Wei Zheng menjelaskan dengan suara bernada rendah dari belakang, "Presiden Mo, Presiden Chen yang meminta saya datang dan meminta Anda kembali. Dia mengatakan kalau masih ada beberapa dokumen sangat penting yang membutuhkan persetujuan secara langsung."     

Jadi semua ini bukan gara-gara dirinya. Ia tidak bersalah. Cukup utus Presiden Chen ke negara tertentu saja bila Presiden Mo merasa tidak senang waktunya diganggu.     

Mo Yesi menghentikan langkahnya saat sudah berjalan sampai di luar ruang rapat. Wei Zheng yang mengikuti di belakangnya juga langsung berhenti. Wei Zheng bertanya dengan hati-hati, "Ada apa, Presiden Mo?"     

Mo Yesi berbalik badan. Ia melihat Wei Zheng dengan tatapan tajam. Saat menyadari tatapan dingin Mo Yesi jatuh pada dirinya, Wei Zheng langsung tidak berani bernapas.     

"Di masa depan, tanpa persetujuanku, tidak boleh ada orang lain yang naik lift selain istriku. Apalagi, kau dilarang membiarkan sembarang orang masuk ke kantorku. Jika kesalahan ini terjadi lagi, aku akan mengirimmu ke negara F," ancam Mo Yesi.     

Wei Zheng yang terus merasa cemas karena khawatir akan dikirim ke negara F pun terdiam, tidak dapat berkata-kata.     

*     

Setelah Shen Rou pergi meninggalkan perusahaan Mo, ia mengendarai mobilnya sampai di sebuah bar. Semua karyawan di bar itu mengenalnya. Ketika mereka melihatnya turun dari dari mobil, segera saja ada orang yang datang menyambut.     

"Nona Shen." Karyawan itu dengan hormat mempersilakannya masuk ke dalam bar.      

Shen Rou berjalan sampai ke depan meja bar dan duduk. Ia memesan beberapa botol anggur sekaligus. Ia minum sambil menangis. Bartender yang melihat kondisinya pun menanyakan satu kalimat dengan hati-hati, "Nona Shen, apa kau sedang sedih?"     

Shen Rou adalah pelanggan yang sering datang ke bar ini. Sebelumnya saat ia datang ke bar ini, Shen Rou tidak pernah bersikap seperti orang yang sedang lupa diri. Bartender itu melihat Shen Rou yang menangis dengan penasaran dan curiga.     

Nona tertua dari keluarga Shen terlahir sangat mulia, memiliki penampilan dan bakat yang sangat luar biasa, sejak dulu selalu mendapatkan apa yang ia mau. Siapa yang membuatnya terluka sampai seperti ini?     

Shen Rou menenggak sedikit cocktail. Ia mengangkat kepalanya. Dengan raut sedih, ia menatap ke arah bartender itu. Setelah melihat selama beberapa detik, tiba-tiba Shen Rou bangkit dan membungkuk untuk mendekati bartender itu. Karena jarak yang cukup dekat, embusan napasnya yang hangat menerpa wajah bartender tersebut.     

Bartender itu terdiam. Diikuti dengan wajahnya yang memerah, ia memanggil dengan sedikit perasaan panik, "Nona Shen?"     

Shen Rou memandangnya yang panik dan ketakutan. Lagi-lagi ia mengembuskan napasnya yang hangat dan sengaja meniup wajah bartender. Shen Rou berkata dengan nada menggoda, "Apakah menurutmu aku cantik?"     

Bartender itu dibuat tidak dapat berkata-kata lagi. Wajahnya sudah memerah dan detak jantungnya berdetak semakin cepat. Ia melihat wajah wanita cantik di depannya dan berkata dengan terbata-bata, "Nona Shen sa-sangat ... sangat cantik."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.