Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Emma Menginterogasi Xion



Emma Menginterogasi Xion

2Emma menelan ludah ketika mendengar kata-kata Therius yang diucapkannya saat sedang tipsy. Bukankah orang bilang ketika seseorang sedang mabuk, ia cenderung mengatakan isi hatinya dengan jujur?     

Seumur hidupnya yang masih 18 tahun ini, Emma sudah mengalami dinyatakan cinta oleh dua lelaki. Yang pertama adalah Haoran, sahabatnya yang kemudian menjadi suaminya.     

Dan yang kedua adalah oleh Allan Wu, senior di sekolah yang bertemu dengannya di kursus Computer Science. Emma jelas menolak pernyataan cinta Allan.     

"Jangan bicara sembarangan, Therius. Kau hampir tidak mengenalku... Tidak mungkin kau mencintaiku," tukas Emma. "Kita baru bertemu sebulan yang lalu. Kau tidak mengerti apa itu cinta."     

Xion hendak mengangkat tangannya dan mengoreksi Emma, tetapi akhirnya ia memilih untuk tidak memberi tahu Emma tentang cincin topaz yang menggantung di leher Therius.     

Lagipula pasti Emma akan menganggapnya gila kalau ia mengatakan bahwa dulu Therius pernah bertemu Emma di masa lalu.     

"Ahem... Aku pergi beristirahat dulu. Tiba-tiba saja aku mengantuk," katanya sambil berusaha pergi dari lounge.     

Karena tadi Therius tahu-tahu menyatakan cinta kepada Emma, Xion merasa tidak enak kalau ia tetap ada di sana dan menguping. Namun, belum sempat ia beranjak, tahu-tahu Emma telah menahan lengannya dan menatapnya dengan alis berkerut.     

"Kau mau kemana? Jangan pura-pura mengantuk," tukas gadis itu. "Aku tahu kau tidak mengantuk."     

"Eh... lepaskan aku. Aku benar-benar mengantuk. Lihat ini... Hoaahhhemm..." Xion pura-pura menguap lebar sekali. "Lihat kan?"     

Emma tetap tidak peduli.     

"Kau tega sekali pergi di tengah perayaan," kata Emma. Ia menarik tangan Xion dan memaksanya kembali duduk.     

"Aku sudah sepakat dengan Therius untuk melupakan permusuhan di antara kami selama kami berada di kapal ini, lima bulan ke depan. Itulah sebabnya malam ini aku datang untuk minum bersama kalian dan merayakan ulang tahunnya. Kalau kau pergi, kau akan merusak suasana."     

Xion akhirnya mengalah dan kembali duduk di sofa. Ia menuang wine kembali ke gelasnya hingga penuh dan mulai menyesapnya.     

Suasana untuk sesaat menjadi canggung. Emma berdeham dan menoleh ke arah Therius. Wajahnya tampak berkerut, tetapi ia tidak marah. Kata-katanya terdengar tenang dan tertata dengan baik.     

"Kau kumaafkan karena hari ini ulang tahunmu dan kurasa kau juga sedang tidak berpikir jernih. Tetapi kuharap kau tidak akan menyebut-nyebut tentang cinta lagi selama kita berada di kapal. Aku ini wanita bersuami dan aku mencintai suamiku. Aku berjanji akan berusaha keras menjadi lebih kuat dan melatih semua kekuatanku agar aku dapat mengalahkanmu lima tahu dari sekarang. Kalau saat itu tiba, dan kau kalah secara jujur.. aku percaya bahwa kau tidak akan mengingkari ucapanmu dan melepaskanku dan Haoran pergi."     

Therius menatap Emma lekat-lekat dengan pandangan yang sulit ditebak. Ia lalu menarik napas panjang dan mengangguk.     

"Aku mengerti."     

Emma mengangguk puas. "Bagus. Kalau sampai kau menyebut-nyebut kata cinta di depanku selama lima bulan ke depan, aku rasa aku tidak akan bisa berteman denganmu. Kau akan membuat situasinya menjadi canggung. Aku pun akan berhenti belajar dan berlatih bersamamu, dan sebaiknya kau mencarikanku guru ketiga."     

"Aku tidak akan mengatakannya lagi," kata Therius dengan patuh.     

Emma memutar matanya dan akhirnya mengangguk. "Bagus."     

Ia tidak tahu apakah Therius menuruti kata-katanya karena pria itu mengerti dengan baik ancaman Emma bahwa ia akan menjauhkan diri dari Therius kalau sampai ia menyatakan cinta lagi, ataukah sebenarnya Therius hanya menurut karena ia tidak sedang sadar sepenuhnya akibat pengaruh wine.     

"Tolong maafkan temanku," kata Xion akhirnya, berusaha membela Therius di depan Emma, seperti biasa. "Dia tidak kuat minum. Dia jarang sekali minum dan jarang mabuk, tetapi kalau sudah begini, dia memang susah untuk menahan diri. Kalau kau tidak membahas hal ini besok, kurasa dia tidak akan ingat."     

"Oh..." Emma melirik Therius dan melihat sepasang mata topaz pria itu mulai dikerjap-kerjapkan dan wajahnya tampak sangat mengantuk.     

Astaga... sia-sia saja tadi ia mengomeli Therius kalau ternyata besok ia akan melupakan pembicaraan mereka ini.     

Sambil merengut, Emma menuang wine ke gelasnya dan minum dengan cepat.     

Mereka menghabiskan malam sambil berbincang-bincang tentang hal-hal remeh seputar Akkadia. Emma benar-benar ingin tahu seperti apa gerangan akademi yang sering dibicarakan oleh Therius dan Xion selama ini karena ia akan bersekolah di sana setelah nanti tiba di Akkadia.     

Xion menjelaskan dengan sabar tentang segala sesuatu yang ingin diketahui Emma, sementara Therius terlihat semakin lama semakin tampak mengantuk.     

Tahu-tahu kepalanya oleng ke samping dan hampir menimpa bahu Emma. Gadis itu dengan cepat berdiri dan mengelak sehingga tubuh bagian atas Therius berbaring di sofa dengan posisi merunduk.     

"Astaga.. temanmu ini benar-benar tidak bisa minum, ya?" tanya Emma keheranan. "Dia baru minum dua gelas."     

Emma sudah hampir menghabiskan gelas keempatnya dan sama sekali tidak terlihat tipsy sedikit pun. Xion hanya tertawa kecil melihatnya.     

"Yah.. dia memang begitu. Makanya, dulu kubilang, satu-satunya pertandingan yang kau bisa menangkan dengan mudah darinya adalah pertandingan minum alcohol," jawab Xion.     

Ia menyentuh bahu Therius pelan untuk memeriksa kondisi dan mendecak.     

"Therius sebenarnya tidak separah itu. Dia bisa minum dan tidak mabuk atau mengantuk kalau pikirannya sedang sangat gundah. Aku pernah melihatnya seperti itu. Pikirannya akan tetap awas dan bekerja beberapa kali lipat lebih keras dari biasanya sehingga alkohol tidak akan mempengaruhinya Tetapi kalau situasinya baik-baik saja, dan ia merasa nyaman maka akan jadi seperti ini."     

"Oh ya?" Emma keheranan mendengar penjelasan Xion. Menurutnya kondisi Therius aneh sekali. Ia bisa minum banyak dan tidak mabuk kalau ia sedang resah? Jadi kalau ia baik-baik saja, justru ia akan sangat mudah mabuk?     

"Benar sekali," Xion mengonfirmasi pertanyaan Emma. "Hmm.. kurasa dia merasa cukup nyaman di dekatmu sehingga di alam bawah sadarnya, ia sama sekali tidak merasa perlu bersikap waspada."     

Emma mengangguk-angguh mengerti. Ia menoleh ke arah Therius yang sedang duduk dan kepalanya merunduk di sofa, tidur dengan posisi yang sangat tidak nyaman.     

Tiba-tiba Emma teringat bahwa beberapa waktu yang lalu ia mengalami peristiwa serupa, terpaksa tidur meringkuk di sofa kecil di perpustakaan hingga badannya menjadi pegal-pegal.     

Seulas senyum tipis tiba-tiba menghias wajahnya ketika ia memikirkan ide untuk membalas Therius yang membiarkannya tidur di sofa perpustakaan waktu itu.     

Ahh... ia juga akan meninggalkan Therius di sini dan membiarkannya tidur di sofa kecil ini!     

"Kau tahu, Therius membiarkanku tidur di sofa perpustakaan waktu aku ketiduran saat menonton berbagai laporan dari kapal messenger. Badanku pegal-pegal semua karena itu. Sekarang, aku akan membiarkannya tidur di sini, biar dia merasakan hal yang sama," kata Emma sambil tersenyum licik. "Kau jangan membangunkan dia ya..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.