Bertemu untuk Terakhir Kali Sebelum Kematian
Bertemu untuk Terakhir Kali Sebelum Kematian
Gu Shikang segera bangkit dari duduknya dan berkata dengan tulus, "Pengacara Zhang, maaf merepotkanmu untuk datang ke sini."
Pengacara Zhang berjalan dengan tergesa-gesa, jadi napasnya sedikit terengah-engah, namun dia masih berusaha menjawab, "Ini sudah menjadi kewajibanku."
"Pengacara Zhang, apa kamu pernah mendengar Changcheng berbicara mengenai surat wasiat?" tanya Nyonya Gu dengan ragu-ragu.
Pengacara Zhang adalah orang yang cerdas. Dia tahu apa yang sebenarnya ingin ditanyakan oleh Nyonya Gu. Dia mencoba menstabilkan napasnya yang masih terengah-engah dan berkata dengan tenang, "Direktur Gu masih dalam tahap penyelamatan, yang harus kalian pedulikan saat ini adalah dia."
Seketika ekspresi wajah Nyonya Gu begitu rumit, sehingga dia tidak berbicara apa-apa lagi.
Lampu di ruang ICU tiba-tiba padam. Dari dalam keluarlah dokter dan perawat berjubah putih. Nyonya Gu mengepung mereka, sementara suasana hati Gu Shikang naik turun dengan jelas.
"Bagaimana kondisi ayahku?" tanya Gu Shikang.
Dokter tersebut melepas masker dan memasukkannya ke dalam saku jubahnya. Dia menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Direktur Gu berkata dia ingin bertemu dengan Pengacara Zhang."
Pengacara Zhang melewati kerumunan dan memasuki ruangan. Semua orang yang menunggu di luar tahu apa artinya Gu Changcheng menyuruhnya masuk saat ini.
Gu Jinchen perlahan-lahan bersandar ke dinding. Lalu, Chen Shuna mendekatinya dan bertanya dengan lembut, "Apa kamu tidak merasa khawatir?"
Mendengar pertanyaan itu, Gu Jinchen tersenyum tipis. Cahaya di atas kepalanya menyinari wajahnya yang tampan dan bulu matanya yang gelap membentuk siluet di kelopak matanya. Dia malah bertanya balik, "Apa itu ada gunanya?"
Jika bukan karena suara Gu Jinchen yang tumpul dan serak, Chen Shuna pasti tertipu oleh ekspresi tenangnya. Dia mengetahui bahwa suaminya itu bahkan juga merasa khawatir dan takut. Hanya saja, sepertinya pria itu tidak ingin menunjukkan di depan Nyonya Gu dan kedua anaknya.
Setelah sekitar sepuluh menit, Pengacara Zhang keluar dari dalam ruangan. Nyonya Gu pun segera menghampirinya dan bertanya dengan cemas, "Apa isi surat wasiatnya?"
Nada bicara Nyonya Gu terdengar terlalu mendesak, Pengacara Zhang pun mengerutkan kening dan mendorong tubuhnya agar menjauh. Kemudian, dia berjalan ke arah Gu Jinchen dan berkata, "Presiden Gu, Direktur Gu ingin bertemu denganmu."
Gu Jinchen menatap Pengacara Zhang dengan tatapan heran. Dia pikir untuk saat ini Gu Changcheng ingin bertemu dengan istrinya atau kedua putranya yang lain. Tetapi, dia tidak menyangka bahwa orang yang ingin ditemui ayahnya untuk saat ini adalah dirinya. Dia merasa ragu-ragu sejenak, tetapi pada akhirnya dia masuk ke dalam ruangan ICU.
Melihat Gu Jinchen masuk ke dalam ruangan, Nyonya Gu berjalan terburu-buru dan hendak mengikutinya. Tetapi, langkahnya dihentikan oleh Pengacara Zhang, "Direktur Gu hanya ingin bertemu dengan Presiden Gu. Mohon tunggu sebentar."
"Apa yang kamu lakukan? Minggir!" teriak Nyonya Gu. Dia tidak lagi peduli dengan citra dirinya. Bagaimanapun, surat wasiat telah dibuat dan dia merasa tidak perlu untuk bersikap sopan kepada Pengacara Zhang lagi.
Pengacara Zhang mengerutkan alisnya erat-erat. Sosoknya yang tinggi hanya diam berdiri di pintu ruang ICU dan tidak bergerak sama sekali.
"Aku dan kakakku juga merupakan anak ayahku. Kami ingin bertemu dengannya untuk terakhir kali," kata Gu Shiqi. Dia ingin menerobos, tetapi Pengacara Zhang tidak bisa disingkirkan.
"Pengacara Zhang tidak apa-apa kalau kamu tidak membiarkan kami masuk, tapi tunjukkan surat wasiatnya," pinta Gu Shikang.
"Ketika Presiden Gu keluar, aku akan membacakan surat wasiat di hadapan kalian semua," balas Pengacara Zhang. Dia merasa bahwa ketiga orang yang mendesaknya itu sama seperti anak kecil yang rakus.
Gu Changcheng telah dipindahkan dari ruang ICU ke ruang pasien melalui pintu lain oleh staf medis. Sementara Gu Jinchen berdiri di depan ranjang dan menatapnya dengan tatapan linglung. Gu Changcheng memiringkan kepalanya dan menatap putranya dengan penuh cinta, sekaligus juga merasa bersalah. Dia lalu mengulurkan tangan kepadanya.
Gu Jinchen merasa ragu sejenak, namun kemudian dia melangkah maju sebanyak dua langkah dan memegang tangan ayahnya yang gemetar. Dia hanya mengerutkan bibirnya dan tidak berkata apa-apa.
"Aku… Meminta maaf padamu dan juga ibumu… Perusahaan Keluarga Gu… Aku serahkan kepadamu." Bibir Gu Changcheng bergerak maju mundur dan suaranya sangat lemah.
Ketika Gu Changcheng membawa Gu Jinchen pulang ke kediaman Keluarga Gu, dia ingin melatihnya untuk menjadi penerus Keluarga Gu. Akan tetapi, ada cerita kehidupan lain di antara mereka. Dia mengetahui bahwa Gu Jinchen sangat membencinya. Jadi, dia tidak berani menyerahkan perusahaan Keluarga Gu kepada Gu Jinchen dengan begitu saja. Namun, kedua putranya yang lainnya sama sekali tidak berjuang untuk mensukseskan perusahaan. Jadi, dia menunda pengalihan perusahaan Keluarga Gu kepada Gu Jinchen hingga waktu yang tepat seperti sekarang ini.