Selamat Tinggal Cinta Pertamaku

Kakak Ipar, Turut Berduka Cita



Kakak Ipar, Turut Berduka Cita

1Chen Youran akhirnya masuk ke kamar mandi. Dia keluar setelah lebih dari sepuluh menit kemudian. Sementara Ji Jinchuan sedang duduk di sofa dengan membawa laptop di pelukannya. Melihat rambut istrinya yang basah, dia mengerutkan kening dan berkata, "Lain kali, jangan keramas kalau sudah larut malam."     

Setelah itu, Chen Youran pun mengenakan piyama katun miliknya. Piyama itu membuat tubuhnya yang kurus terlihat semakin ramping. Lalu, dia menjawab, "Aku tidak terbiasa kalau tidak keramas."     

Ji Jinchuan meletakkan laptop di meja yang ada di sebelahnya, kemudian berjalan untuk menyalakan pemanas ruangan. Dia pun berkata, "Itu bukanlah kebiasaan yang baik."     

Chen Youran pun kembali masuk ke kamar mandi untuk mengeringkan rambutnya. Kemudian, dia keluar sambil menguap terus-menerus. Ji Jinchuan saat ini telah berbaring di tempat tidur menunggunya. Dia hanya menyalakan lampu tidur di meja dan mematikan lampu ruangan. Dengan segera, Chen Youran naik ke tempat tidur dan menempel di dekat suaminya.      

"Besok adalah hari libur, tidak perlu pergi bekerja," tutur Chen Youran.     

Mata bagian bawah Ji Jinchuan menunjukkan senyum tipis, lalu dia membalas, "Kamu bisa tidur sedikit lebih lama dari biasanya…"     

Saat ini, Chen Youran sudah mengantuk berat. Ketika kepalanya menempel di dadanya yang hangat Ji Jinchuan, rasa kantuknya menjadi semakin berat. Dia hanya menjawab dengan suara samar, "Hmm…"     

***     

Hari pemakaman Gu Changcheng…      

Chen Youran dan Ji Jinchuan juga datang ke pemakaman. Cuaca hari ini tampak mendung, gelap dan berkabut. Orang-orang yang melihat keduanya datang bersama pun seolah tercekik.     

Di Kota A, Keluarga Ji adalah keluarga besar yang paling terkenal. Sementara Keluarga Gu berada satu tingkat di bawahnya. Jadi, begitu banyak orang datang untuk ikut berbela sungkawa atas kematian Gu Changcheng.     

Gu Jinchen memakai setelan pakaian berwarna hitam, sementara Chen Shuna yang berada di sampingnya juga mengenakan cheongsam dengan warna yang sama. Mereka berdua mengenakan lingkaran bakti kematian di lengan mereka. Berbeda dengan Nyonya Gu yang terus menangis, ekspresi mereka berdua memang tampak sedih, tapi juga sangat tenang.     

Chen Shuna melihat Chen Youran datang dengan menggandeng lengan Ji Jinchuan. Secara refleks dia memandang pria yang ada di sampingnya. Bulu mata pria itu terkulai, terdengar napas berat yang keluar dari sekujur tubuhnya. Dia juga tidak mengetahui apa yang sedang dipikirkan pria itu.     

Chen Youran mengabaikan Nyonya Gu dan langsung memandang Gu Jinchen. Dia pun berkata, "Kakak Ipar, turut berduka cita…"     

Mendengar suara Chen Youran, Gu Jinchen mendongak dan menatapnya dengan tatapan kosong. Setelah matanya berangsur-angsur menjadi jernih, dia bisa melihat wajahnya dengan jelas. Hari ini, Chen Youran mengenakan gaun polos. Gaun itu berwarna hitam dan panjang, lalu dia mengombinasikannya dengan cardigan berwarna krem pada bagian luar. Sedangkan pria di sampingnya mengenakan setelan jas dan sepatu hitam. Mereka berdua terlihat sangat serasi.     

Gu Jinchen menggerakkan bibirnya, namun tenggorokannya sedikit tercekat. Jadi, dia tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun walaupun sebenarnya dia ingin berbicara. Rasa sakit yang dirasakannya saat ini begitu hebat, seolah ada jarum panjang dan tipis yang menusuk ke dalam hatinya, hingga membuatnya bisa kejang pada setiap detakan jantungnya.     

"Cuaca hari ini sedikit buruk dan kamu sedang hamil, jadi pulanglah lebih awal," ucap Chen Shuna dengan suara hangat.     

Wajah pria yang ada di sebelahnya seketika pucat pasi saat mendengar perkataannya, bahkan tubuhnya gemetar. Gu Jinchen secara refleks menatap perut Chen Youran.     

Melihat bahwa suaminya sangat terkejut, Chen Shuna mengerti bahwa Gu Jinchen tidak mengetahui kehamilan Chen Youran. Dia pun diam-diam menyalahkan dirinya sendiri karena asal berbicara.     

Wajah Gu Jinchen seputih salju dan sedingin es di musim dingin. Dia merasa seolah ada cambukan yang begitu keras di dalam hatinya. Tiba-tiba, dia membuka mulut dan bertanya dengan suara yang gemetar, "Kamu hamil?"     

Chen Youran bisa melihat wajah Gu Jinchen yang pucat pasi. Secara otomatis hal itu membuatnya ketakutan. Dia pun dengan lembut berkata, "Iya…"     

Dalam sekejap, di mata Gu Jinchen seolah ada sesuatu yang pecah. Pecah menjadi berkeping-keping, bahkan pecah seluruhnya. Dadanya pun seketika terasa patah. Semua yang dia lakukan selama ini benar-benar sia-sia. Wanita yang ingin dia miliki dari seluruh yang ada di dunia, sekarang ini bukan lagi miliknya. Saat ini, dia bahkan sudah menjadi istri dan memiliki anak dari orang lain. Rasanya, dia ingin tertawa. Dia ingin menertawakan dirinya sendiri. Akan tetapi, tenggorokannya seakan tersumbat. Dia ingin sekali berteriak untuk mengeluarkan segala isi di dalam hatinya. Saking sakitnya dan tidak kuat menahannya, dia menarik-narik bajunya di bagian dadanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.