Apakah Kamu Puas?
Apakah Kamu Puas?
Begitu Ye Fei melihat Su Mohan menyeka tangannya dengan serbet yang tertumpuk rapi di satu sisi, ia buru-buru bangkit dari lantai dan ingin membantunya menarik kursi. Mungkin Ye Fei terlalu lama berjongkok karena saat ia mencoba berdiri, ia merasa pusing dan seluruh tubuhnya menjadi tak terkendali hingga ia terjatuh ke samping.
Tangan Su Mohan bergerak dan sepertinya ia berniat menangkap Ye Fei. Namun, akhirnya ia membiarkan wanita itu jatuh dan mengabaikannya begitu saja. Sebaliknya, ia langsung bangkit dari duduknya dan berencana untuk pergi. Ketika Ye Fei jatuh di karpet lembut, sebenarnya ia ingin meraih wanita itu tanpa sadar. Namun, ketika ia melihat tangan Ye Fei masih memegang ujung meja, ia berjalan melewatinya langsung seolah-olah ia tidak melihatnya.
Ye Fei melihatnya Su Mohan menatapnya dan berjalan pergi. Lalu, ia menggosok pergelangan kakinya dan tidak tahan untuk mengutuk pria itu dalam hati, Dasar pria berdarah dingin dan tanpa ampun. Jika Ye Fei tadi tidak memegang ujung meja, ia khawatir bisa-bisa ia terjatuh dan merontokkan gigi depannya. Ye Fei telah berusaha untuk waktu yang lama, namun semua itu belum membuahkan hasil. Belum lagi, Su Mohan juga mengenakan pakaiannya dan seperti berencana untuk pergi. Ia pun cepat-cepat bangkit dari lantai, lalu mengejar Su Mohan dan memeluknya dengan erat dari belakang. "Tuan Su, kemarin kamu menyuruhku untuk melepas pakaianku dan aku sudah melepasnya. Seharusnya semua sudah impas," rajuk Ye Fei.
Langkah Su Mohan terhenti, lalu ia melihat tangan Ye Fei yang melingkar di pinggangnya. Setelah beberapa saat, ia berkata, "Lepaskan."
Ye Fei menggigit bibirnya dan matanya memerah. "Apa yang kamu ingin aku lakukan?"
Tenggorokan Su Mohan bergerak setelah ia mendengarkan suara Ye Fei yang tercekat. Namun, ia akhirnya tidak mengatakan apa-apa. Ye Fei pun kembali bersuara, "Kamu telah begitu sering menindasku. Kenapa kamu masih ingin aku berusaha keras untuk membuatmu senang? Kamu membiarkanku melepas pakaian di depan begitu banyak orang, kamu mempermalukanku di depan begitu banyak orang... Apakah itu tidak cukup?"
Mata Ye Fei berkaca-kaca. Ketika ia mengingat kembali penghinaan yang ia terima tadi malam, ia ingin membanting pintu dan segera pergi. Ia tidak ingin melihat pria ini lagi dalam hidupnya dan tidak akan pernah memaafkannya lagi. Tetapi, ia tidak bisa. Ye Fei harus berakting seperti perempuan jalang tanpa kulit dan tanpa wajah, seperti tendon baja yang melekat pada tulang besi. Ia harus selalu menempel pada Su Mohan dan mengganggunya karena tanpa pria itu, ia tidak akan pernah mendapatkan kembali apa yang menjadi miliknya dan tidak akan pernah dapat membalaskan dendamnya.
Mata Su Mohan mulai menggelap dan ia berkata, "Jika kamu tidak mau, kamu bisa pergi."
Ye Fei sedikit terkekeh, lalu tangannya melingkar di pinggang Su Mohan sedikit merosot. Ia mundur selangkah, memandang punggung pria itu, dan berkata dengan lembut, "Aku bersedia. Aku mau melakukan apa saja. Bagaimana mungkin aku tidak mau? Apa kamu mau aku naik panggung lagi malam ini? Oh, tidak. Sepertinya sekarang pun aku harus melepasnya lagi. Apakah kamu puas dengan ini?!"
Setelah berkata seperti itu, Ye Fei benar-benar tampak ingin melarikan diri. Ia melepas jubah mandinya sambil hendak berlari. Namun, Su Mohan meraih pergelangan tangannya dengan satu tangan dan menariknya ke belakang. Ye Fei menabrak dada kokoh Su Mohan, lalu menatap pria di depannya itu dengan mata memerah. Su Mohan tidak mengatakan sepatah kata pun ketika ia melihat mata Ye Fei yang berlinangan air mata. Bagi Su Mohan, Ye Fei jelas sudah membuatnya berpikir ambigu karena pria yang tak terhitung jumlahnya. Bagaimana bisa wanita ini berani berbicara kepadanya dengan gamblang?