Ia Benar-Benar Marah
Ia Benar-Benar Marah
Ye Fei merasa seolah-olah ia sedang berdiri di depan orang banyak saat ini. Wajahnya sedikit kaku karena tegang dan tangannya yang membawa nampan anggur mulai sedikit goyah. Di hadapan Su Mohan yang menatapnya dengan tajam, Ye Fei yang biasanya fasih berbicara sekarang tidak tahu harus berkata apa untuk sementara waktu. Setelah terdiam beberapa saat, ia berpura-pura tetap tenang dan berkata, "Bukankah satu lembar pakaian untuk satu botol terlalu sedikit?"
Su Mohan tertawa kecil sambil membuang abu rokok. "Awalnya, aku ingin satu lembar untuk satu truk anggur. Masalahnya, kamu hanya layak mendapatkan satu botol saja."
Ye Fei menggigit bibirnya. Wajahnya mulai memucat karena perutnya tidak terasa nyaman. Ketika Wan Li melihatnya, ia tidak bisa menahan diri untuk mendesaknya, "Ye Fei, Tuan Su mengatakan itu untuk mengembalikan mukamu. Aku sarankan kamu tidak menolaknya."
Entah sejak kapan banyak orang mulai mengelilingi Ye Fei, bahkan musik di bar telah berhenti berputar. Selain lampu neon yang berkedip, tidak ada suara.
"Lepaskan!"
"Lepaskan!"
Beberapa pria dan wanita yang menonton di sekitar mulai bersorak. Lambat laun, mereka mulai berteriak, bersiul, dan mengejek satu demi satu. Ye Fei memegang nampannya erat-erat, lalu ia melihat Su Mohan yang dingin dan tersenyum sedih. "Seratus botol untuk satu lembar. Jika Tuan Su membelinya, aku akan melepasnya."
Su Mohan menghirup rokoknya dalam-dalam dan berkata dengan suara dingin, "Berikan uangnya."
Chu Zheng mengangguk dan mengambil koper dari pria berpakaian hitam di sampingnya. Ia kemudian berjalan ke meja, meletakkan koper di atas meja, dan membukanya. Sekotak uang tersusun rapi dan terpampang nyata hingga mencerminkan wajah-wajah buruk para pria dan para wanita di sana.
"Wah, wah, Su Mohan. Kamu benar-benar kembali membuat gadis ini ketakutan. Ayo, cantik, datanglah ke Tuan Jun. Aku pasti akan menyayangimu," kata pria kasar itu sambil melambaikan tangan ke arah Ye Fei dengan sombong.
"Luo Shaojun, aku tidak sedang bercanda."
Tiba-tiba, sebuah pistol hitam diletakkan di kepala pria itu. Su Mohan tidak bergerak, tapi pistol di tangannya sangat stabil. Pria yang dipanggil Luo Shaojun itu tertegun dan memperhatikan Su Mohan. Kemudian, ia tertawa dan menyingkirkan pistol yang menempel di kepalanya. Ia mendekati Su Mohan dan bertanya, "Serius?"
"Jika kamu tidak menghilang dalam hitungan ketiga, aku akan mengundang Putri An dari keluargamu," Su Mohan masih tidak menjawab pertanyaannya dan hanya membuka mulut dengan ringan.
'Kamu sungguh kejam!" Luo Shaojun mendengus dingin saat mendengar nama orang yang disebutkan Su Mohan. Lalu, ia menendang ujung meja dan berbalik dengan marah.
Suasana sekitar sejenak menjadi lebih hening hingga bar yang besar itu rasanya hampir sebanding dengan perpustakaan yang sunyi. Orang-orang yang memandang Su Mohan merasa semakin dan semakin takut. Mereka menahan napas saat mata Su Mohan menyapu wajah mereka satu demi persatu sehingga beberapa dari mereka menundukkan kepala dan melihat ke bawah.
Su Mohan melemparkan pistol di tangannya ke atas meja di sebelahnya dengan santai, lalu memandang Ye Fei dengan santai dan berkata, "Lepaskan."
Jantung Ye Fei rasanya seperti digantung dan nyaris putus. Ia akhirnya merasa takut. Ia telah melihat Su Mohan berkali-kali dan juga menemaninya berkali-kali, tapi ia belum pernah melihat pria itu seperti ini. Ye Fei bisa merasakan kemarahan Su Mohan dari nada bicaranya dan ia tahu bahwa kali ini pria itu benar-benar marah. Matanya tertuju pada pistol hitam di atas meja anggur dan ia pun menelan ludah.
Ye Fei membatin, Aku hanya memakai selembar baju ini. Jika aku melepas baju atau rokku, aku akan menjadi bahan tertawaan semua orang dan kehilangan muka. Tapi, jika aku tidak melepasnya, apakah Su Mohan akan membunuhku?