Sepadan
Sepadan
Setelah lebih dari setengah jam berlalu, Ye Ya masih tidak ingin menghentikan ocehannya. Kefasihan yang baik ini membuat Ye Fei menyadari untuk pertama kalinya bahwa ini adalah sebuah cerita legendaris..
Setelah berulang kali menulis kalimat 'Su Mohan bajingan', Ye Fei merasakan sedikit sakit di perutnya, dan bahkan keringat dingin muncul di dahinya.
Ye Fei menatap Ye Ya, namun Ye Fei tidak menyangka bahwa hal ini Ye Ya anggap sebagai dorongan untuknya. Setelah mengambil seteguk besar air di atas meja, Ye Ya bersorak dan mulai berbicara lagi.
Ye Fei melirik Su Mohan yang ada di samping. Ia tidak mengerti bagaimana bajingan ini tiba-tiba menjadi begitu sabar mendengar Ye Ya yang berbicara omong kosong dan merusak citranya? Bagaimana dia bisa sama sekali tidak menghentikan Ye Ya?
Su Mohan menoleh untuk bertatapan dengan mata Ye Fei yang jernih. Tatapan Ye Fei sangat lembut dan membuatnya tenggelam sejenak, namun ia menanggapinya dengan sentuhan jijik.
Ye Fei menghela napas panjang.
'Aku bisa bertahan!'
Ye Fei kembali menguburkan wajahnya pada buku catatan dan kembali mengutuk Su Mohan di dalam hatinya.
'Su Mohan, kamu bajingan.'
'Menjijikan!'
'Keparat!'
'Tidak bertanggung jawab atas perasaan orang lain!'
'Tidak kompeten!'
'Ini bukan karena aku yang tidak memberi tahu bahwa kamu memiliki putra, namun kamu sendiri yang tidak ingin mendengarkan.'
Setelah setengah jam, Ye Fei akhirnya tidak bisa menahan diri untuk menutup buku catatannya, kemudian ia memandang Ye Ya dan berkata, "Sudah hampir waktunya, sebaiknya cukup sampai di sini saja."
Ye Ya terkejut. "Aku belum selesai berbicara, mengapa cukup sampai di sini saja?"
"Ya, aku sedikit merasa tidak enak badan hari ini, jadi kita lanjutkan lain kali saja."
Mendengar ini, Su Mohan tidak bisa menahan diri untuk menatap Ye Fei. Melihat bahwa wajah Ye Fei memang sedikit pucat, alisnya sedikit mengernyit.
Ye Ya di samping tersenyum dengan sombong. "Apakah yang aku katakan membangkitkan beberapa kenangan buruk untuk kakak?"
"Aku tidak memiliki kenangan buruk." Ye Fei menjawab dengan ringan dan berdiri.
Melihat Ye Fei telah mengemasi barang-barangnya dan ingin pergi, Ye Ya juga berdiri untuk menghentikannya. "Aku lupa bahwa kakak dulu menggugurkan anak kakak, dan sekarang aku khawatir kakak merasa tidak nyaman ketika aku menyebutkan tentang Hanwen. Wajar jika kakak merasa tidak nyaman."
Ye Fei tertegun sejenak, lalu berpikir saat mendengar nama Hanwen. Baru kemudian Ye Fei ingat bahwa mungkin Hanwen ini adalah anak Ye Ya, pria kecil dan gemuk di foto itu?
"Apakah kakak menyesalinya sekarang? Jika kakak tidak menggugurkan anak dari Tuan Muda Su, sekarang anak itu seumuran dengan Hanwen. Dia bisa berlari, menari, dan memanggilmu ibu," kata Ye Ya seolah-olah merasa iba.
"Aku tidak menyesal, pilihan yang aku buat baik-baik saja selama aku berpikir bahwa itu sepadan." Ye Fei berkata dengan lembut, tidak berencana untuk terlibat dengan Ye Ya lagi, lalu mengambil tas dan pergi. Ia juga tidak memperhatikan ekspresi wajah Su Mohan yang suram.
'Apakah dia sampai hari ini masih tidak menyesalinya?'
'Apakah dia tidak menyesal telah meninggalkannya?'
'Apakah dia tidak menyesal telah menggugurkan anak itu?'
'Atau dia tidak menyesali keduanya?'
Su Mohan duduk di kejauhan dan menundukkan wajahnya, hatinya yang baru saja merasa sedikit hangat sekarang menjadi benar-benar dingin. Su Mohan telah membayangkan berkali-kali tentang seperti apa anak yang belum lahir itu jika datang ke dunia ini, namun ia tidak menyangka bahwa Ye Fei bahkan tidak dapat menunggunya untuk dilahirkan.
Su Mohan memandangi gelas jus di seberang meja, matanya menjadi sedikit lebih dingin. Benar-benar konyol, ia tadi bahkan masih berpikir bahwa Ye Fei menggemaskan, dan ia tidak bisa tidak memaafkannya.