Nama Seseorang
Nama Seseorang
'Su Mohan, mulai sekarang, apakah kamu bisa melupakanku? Tetapi, meski kamu lupa … mataku masih bisa menemanimu melihat dunia. Bukankah jika seperti itu, aku harus merasa puas?'
Perlahan-lahan, Ye Fei memperhatikan bahwa area di sekitar matanya telah mati rasa. Matanya seperti bukan miliknya lagi. Matanya hampir berada di luar kendalinya, namun kesadaran masih jelas ada di otaknya.
Profesor Lu melirik Ye Fei dengan cemas dan berkata dengan lembut, "Nona Ye, jangan berkedip atau mengalihkan matamu selama operasi."
"Baik, saya mengerti." Ye Fei menjawab dengan lembut.
Mendengar jawaban Ye Fei, Profesor Lu segera memberi isyarat kepada beberapa dokter untuk memulai operasi.
Ye Fei terus membuka matanya dan melihat langsung ke atas. Lampu bedah yang terang sangat menyilaukan sehingga ia hampir tidak bisa membuka matanya, tetapi sekarang ia tidak merasakan apa-apa.
Ia dengan jelas melihat beberapa dokter yang dipimpin oleh Profesor Lu, mengenakan seragam bedah warna biru dan sarung tangan warna putih, bersama dengan beberapa perawat yang perlahan berhenti di depannya. Semua mata tertuju padanya, dan itu terlihat agak mengerikan dan menakutkan.
Sejumlah pisau bedah perak melintas di depan matanya. Pisau, pinset, perban, tang hemostatik …
Bahkan dengan anestesi, ketika alat-alat medis yang dingin ini menyentuh kulitnya, ia masih bisa menggigil dan membuat lengannya merinding.
Ada rasa ketakutan yang mendalam di hati Ye Fei. Tangannya tanpa sadar menggenggam seprai di meja operasi, sangat lembab, tetapi ia hanya bisa menggigit bibirnya dengan erat untuk mencegah dirinya menangis saat ini.
Ia benar-benar takut …
Meskipun ia diberi anestesi, meskipun tidak merasakan sakit apa pun, ia melihat alat medis yang samar melalui pandangannya, kemudian jatuh di matanya, melihat kain perban putih menjadi merah, dan menatap percikan darah berhamburan. Menyaksikan pisau pembelah kecil yang tipis dan tajam menembus matanya …
Seluruh tubuh Ye Fei dingin dan rasa takutnya tak dapat dijelaskan. Ia berharap seseorang akan membuatnya pingsan saat ini, sehingga ia dapat sepenuhnya melarikan diri dari semua ini.
Ye Fei ingin menutup matanya, kemudian membuka matanya seolah-olah tertidur, lalu berharap operasinya selesai dan semuanya baik-baik saja.
Tetapi ia tidak bisa, ia harus menghadapi ketakutan ini dari lubuk hatinya. Ia harus menerima alat medis dingin yang berada di atas matanya. Ia tidak bisa menangis, tidak bisa bergerak, dan tidak bisa berkedip.
Ia tahu harus bertahan. Jika tidak, jika ada sedikit kesalahan, semuanya akan menjadi sia-sia.
Ye Fei mulai memaksa dirinya untuk tidak memperhatikan pisau bedah dan noda darah di hadapannya, tetapi mulai mengingat kenangan yang pernah ia alami bersama Su Mohan.
Pertama kali bertemu saat usianya menginjak dua puluh empat tahun, memang agak terlambat. Ia membenci Su Mohan karena memiliki sikap yang buruk.
Kebahagiaan, tawa, pertengkaran, konfrontasi, perpisahan …
Dalam jangka waktu yang lama ini, seolah-olah semua hal baik telah diringkas menjadi nama seseorang. Mereka yang pada awalnya tidak murni saling mencintai dan membenci telah menjadi goresan paling berwarna dalam hidup yang singkat ini.
Mata Ye Fei berangsur-angsur menjadi padat dan bersinar dengan cahaya merah. Tiba-tiba, rasa sakit yang menyayat hati menghantam area di sekitar matanya. Meskipun ia diberi anestesi, rasa sakit itu masih menyebar ke seluruh anggota tubuh dan tulang, membuatnya tidak bisa menahannya, dan tanpa sadar membuatnya mengatupkan giginya erat-erat. Pembuluh darah di leher dan tulang selangkanya menonjol, bahkan pupil matanya melebar.