Asalkan Mempelai Laki-lakinya Adalah Dirimu
Asalkan Mempelai Laki-lakinya Adalah Dirimu
"Di mana pun, asalkan mempelai laki-lakinya adalah dirimu." Ye Fei menurunkan kelopak matanya dan berbicara dengan lembut. Mimpi naif yang ia miliki ketika ia masih muda sebenarnya telah terwujud sejak ia bertemu pria ini.
Sekarang takdir telah memberinya seorang pangeran, mengapa ia harus peduli apakah ia akan mengenakan mahkota atau tinggal di kastil?
Tanpa sadar, akhirnya mereka berdua tertidur lelap. Ye Fei selalu berhati-hati dan takut menyentuh luka Su Mohan, jadi ia selalu menghindar sejauh mungkin. Tetapi, sekeras apa pun Ye Fei berusaha menjauh, Ye Fei pasti akan diseret kembali oleh Su Mohan. Suatu malam, mereka secara bertahap menghabiskan musim dingin yang panjang dengan memanfaatkan suhu tubuh satu sama lain.
Tiga hari kemudian, dini hari sekitar pukul empat, Ye Fei yang masih mengantuk mengerutkan kening dan membuka matanya. Entah kenapa ia merasa lengannya seperti sedang dipegang oleh sebuah kompor berukuran besar.
Saat membuka matanya, Ye Fei melihat wajah tampan Su Mohan. Tetapi Su Mohan sepertinya masih terlelap, alisnya terus berkerut dan wajahnya sedikit memerah.
Ye Fei segera kehilangan sedikit rasa kantuknya. Ia mengulurkan tangan dan menyentuh dahi Su Mohan. Ketika ia menyentuh dahi Su Mohan, suhu tubuh Su Mohan sangat panas, seperti api yang menyala. Ye Fei duduk dari tempat tidur dan mengulurkan tangan untuk menyentuh dahinya sendiri. Akhirnya Ye Fei yakin bahwa Su Mohan sedang demam.
Ye Fei dengan cemas mengenakan pakaiannya dan bergegas keluar dari ruangan. Elang Hitam, yang tertidur sambil bersandar di dinding di pintu, seketika membuka matanya begitu ia mendengar gerakan Ye Fei.
"Cepat, panggil dokter, Su Mohan demam." Ye Fei cemas dan hampir menangis. Bagaimana Su Mohan bisa demam padahal sebelumnya Su Mohan baik-baik saja?
Elang Hitam juga terkejut. Tanpa bertanya, ia memimpin Ye Fei sampai ke ruang tunggu di sisi lain koridor, di mana kedua dokter itu juga sedang tidur.
"Bangun!" Elang Hitam menendang tempat tidur mereka dengan keras, dan dua dokter yang terkejut itu segera duduk dari tempat tidur.
Ye Fei berkata dengan mata merah, "Su Mohan demam, dan seluruh tubuhnya panas seperti bola api. Cepat periksa dia sesegera mungkin untuk mengetahui apa yang terjadi dengannya."
Dokter terkejut untuk sementara waktu. "Demam?"
Ye Fei mengangguk. Melihat ekspresi serius mereka, dokter merasakan firasat buruk di hatinya.
Kedua dokter segera kehilangan rasa kantuk mereka, kemudian mengenakan jas putih dan bergegas menuju bangsal Su Mohan. Pada saat yang sama, mereka tidak lupa bertanya kepada Ye Fei, "Sejak kapan dia mulai demam?"
"Aku tidak tahu sejak kapan. Tetapi dia baik-baik saja sebelum aku tertidur jam sepuluh tadi malam. Aku mulai merasakan panas sekitar jam dua pagi, dan seluruh suhu tubuhnya membakarku. Sampai jam empat pagi, aku baru menyadari bahwa dia benar-benar demam."
Ye Fei menyesali kecerobohannya, perlu waktu lama baginya untuk menyadari demam Su Mohan.
Dokter tidak berbicara lagi dan setelah memasuki bangsal. Ia dengan cepat mulai memeriksa kondisi Su Mohan. Ye Fei berdiri sambil menatap pria di tempat tidur rumah sakit, air matanya menetes jatuh tak terkendali.
'Su Mohan, ada apa denganmu?'
'Kenapa kamu demam?'
'Apa yang sedang terjadi?'
'Aku sangat takut!'
Setelah dokter memeriksa Su Mohan, ia langsung berkata, "Masuk ke ruang operasi sekarang juga!"
"Apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia demam?" Ye Fei mengulurkan tangan dan meraih lengan baju dokter, tidak bisa menahan diri untuk bertanya.