Menolak
Menolak
Ye Fei berdiri di depan pagar balkon dan melihat ke kejauhan. Penglihatannya menjadi sangat lebar. Satu set video iklan ditampilkan di gedung tinggi yang arahnya berlawanan secara diagonal.
Dan iklan ini tidak lain dan tidak bukan adalah adalah milik Su Mohan dan Ye Ya. Su Mohan masih tetap dengan ekspresi dingin dan mulia seperti biasa dalam setelan indahnya. Sedangkan Ye Ya bersandar di pundak Su Mohan mengenakan gaun pengantin putih dan tersenyum bahagia.
Beberapa foto pernikahan diselingi dengan adegan dari acara pernikahan yang megah, menara sampanye yang tinggi memantulkan cahaya warna-warni. Setelah ditampilkannya foto jamuan pernikahan yang mewah dan memesona, adegan terakhir dari tayangan iklan adalah dua buku nikah berwarna merah cerah.
Ye Fei berdiri di tempat dengan tangan dan kaki yang dingin, darahnya seolah berhenti mengalir. Setelah beberapa saat, video dimainkan lagi. Ye Fei berdiri diam dan menatap layar tampilan yang mempesona dengan keras kepala, membiarkan adegan itu melekat di hatinya lagi dan lagi.
Ternyata mereka bahkan sudah mengambil foto pernikahan?
Bagaimana bisa ia tidak tahu kapan ini terjadi?
Waktu berlalu dengan cepat dan langit berangsur-angsur meredup, membuat video iklan di layar besar gedung menjadi lebih cerah dan diputar ulang tanpa lelah, seolah-olah menyatakan kebahagiaan mereka kepada dunia.
Ye Fei masih tetap berdiri di tempatnya dan tidak bergerak. Tetapi seiring berjalannya waktu, pandangannya ke layar secara bertahap mulai kabur, sangat kabur sehingga hampir tidak mungkin untuk melihat apa yang diproyeksikan di sana.
Pintu di teras balkon tiba-tiba terbuka, dan kepala pelayan melihat ke arah pintu. Melihat bahwa Su Mohan telah kembali, kepala pelayan merasa lega. "Tuan Muda."
"Turun." Su Mohan berkata dengan suara yang dalam, matanya tertuju pada sosok ramping di antara salju putih yang turun.
Kepala pelayan melangkah mundur dengan tenang. Su Mohan berdiri di depan pintu dan dengan lembut menutup pintu teras. Ia mengikuti pandangan Ye Fei ke arah layar di kejauhan, dan perlahan menundukkan kepalanya.
Sebenarnya, Su Mohan sudah lama tahu bahwa tidak mungkin untuk menyembunyikan ini dari Ye Fei. Tetapi Su Mohan tetap menipu dirinya sendiri dan berharap Ye Fei tidak mengetahuinya dengan cepat, bahkan jika itu hanya satu menit atau satu detik lebih lambat.
Su Mohan memasukkan satu tangan ke dalam saku celananya dan berdiri di depan pintu untuk waktu yang lama sambil menatap punggung Ye Fei dengan tenang.
Namun, Ye Fei tidak pernah menoleh ke belakang, meskipun ia sudah tahu bahwa Su Mohan telah kembali.
"Turun, di sini terlalu dingin." Setelah lebih dari sepuluh menit, Su Mohan akhirnya tidak bisa menahan diri untuk melangkah maju dan meraih tangan Ye Fei.
Ye Fei masih berdiri di tempat tanpa reaksi apa pun. Saat Su Mohan menyentuh tangan kecil Ye Fei, hati Su Mohan menjadi tak terkendali dan terluka.
Tangan kecil yang awalnya putih dan lembut itu menjadi seperti balok es pada saat ini. Tangan Ye Fei kaku dan dingin tanpa suhu hangat sedikit pun, membuat hati Su Mohan juga ikut merasa dingin.
Melihat Ye Fei masih berdiri diam, Su Mohan melepas mantelnya dan berencana untuk meletakkan mantel itu di pundak Ye Fei.
Namun, pada saat mantelnya baru saja diletakkan di pundak Ye Fei, Ye Fei tiba-tiba mengambil dua langkah ke samping untuk menghindarinya, kemudian Ye Fei menatap Su Mohan dengan tatapan yang sangat acuh tak acuh.
Mantel wol warna abu-abu meluncur langsung ke tumpukan salju di lantai. Tangan Su Mohan menegang, matanya melirik mantel yang telah jatuh ke lantai. Su Mohan hanya menatap mantel yang tergeletak dan diam di sana dengan tatapan kosong.
Ye Fei bahkan menghindar darinya?
Apakah Ye Fei benar-benar harus menolaknya sampai seperti itu?
Bahkan Ye Fei tidak mau menerima mantelnya?
Su Mohan menatap mantel di tanah untuk waktu yang lama, giginya terkatup rapat dan ia perlahan mengangkat kepalanya untuk melihat Ye Fei yang berdiri di depannya.
Ketika mata Su Mohan bertemu dengan tatapan Ye Fei, jantung Su Mohan berdenyut lagi. Tatapan Ye Fei yang dingin dan asing membuat Su Mohan hampir mati lemas, seperti perjuangan yang tenggelam dalam keputusasaan.