Mencuri Hati Tuan Su

Beraninya Kamu! 



Beraninya Kamu! 

3"Su Mohan … Bukankah kamu baru saja mengatakan bahwa kita harus makan dulu?" Ye Fei memandang pria yang secara bertahap mendekatinya dengan wajah yang sedih.     

"Kalau begitu harus menunggu sampai aku kenyang dulu." Su Mohan berkata sambil mengangkat alisnya, ia membuka ikatan pakaian Ye Fei dengan tangannya yang besar.     

Pada akhirnya, malam itu Ye Fei tidak makan malam. Ketika Su Mohan meminta pelayan untuk membawakan makan malam, apapun yang terjadi, Ye Fei tidak bisa bangun dan hanya mengerutkan kening sambil melambaikan tangannya ke samping.     

Keesokan paginya, Ye Fei bangun dari tempat tidur dengan sepasang mata panda. Melihat Su Mohan ada di sebelahnya, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menendang Su Mohan beberapa kali. Namun tubuhnya sangat lemah sehingga ia bahkan tidak mampu mengangkat kakinya     

Su Mohan masih berbaring di tempat tidur dan bahkan tidak membuka matanya, ia langsung mengulurkan tangannya dan menarik Ye Fei ke dalam pelukannya. "Ini masih pagi tapi aku bisa kehilangan kesabaranku."     

Ye Fei melirik jam di dinding kemudian berjuang untuk bangun. "Cepat bangun, aku harus pergi ke kelas."     

"Hari ini hari Sabtu." Su Mohan memeluk Ye Fei kembali     

Ye Fei terkejut, ia berpikir lama hingga akhirnya ia ingat bahwa hari ini adalah hari Sabtu. Tidak heran Su Mohan membawanya ke sini tadi malam.     

"Su Mohan, apakah kamu tidak pernah menulis surat cinta kepada orang lain?" Ye Fei membuka mulutnya dengan datar. Sejak kemarin, ketika Ye Fei memikirkan kejadian ini, ia ingat dan menghitung-hitung kembali. Su Mohan pernah mengungkapkan perasaan padanya beberapa kali dan itu dapat dihitung dengan jari, apalagi surat cinta!     

Su Mohan diam dan tidak menjawab. Surat cinta? Apa-apaan itu?     

"Hei, Su Mohan! Aku sedang berbicara denganmu!" Ye Fei mengerutkan kening dan membuka mulutnya. Entah karena tadi malam Ye Fei terlalu banyak mengeluarkan suara, sehingga suaranya sekarang menjadi lebih lembut.     

Su Mohan masih mengabaikan Ye Fei dan menutup matanya seolah ia sedang tidur.     

Ye Fei mengerutkan bibirnya dan berbalik, memunggungi Su Mohan dengan tidak puas.     

Su Mohan sedikit membuka matanya dan melihat punggung Ye Fei. Ia merasa sakit kepala. Apa yang harus ia lakukan pada Ye Fei?     

"Apakah kamu marah lagi?" Su Mohan menekan wajah kecil Ye Fei dan bertanya.     

Ye Fei meliriknya dan dengan berani berkata, "Jika kamu tidak menulis surat cinta kepadaku, aku akan terus menerima surat cinta dari yang lain. Bagaimanapun, masih ada orang lain yang bersedia menulis surat cinta untukku."     

Su Mohan menyipitkan mata dan menatap Ye Fei di depannya. "Baiklah, aku yakin pasti ada banyak wanita yang mau mencuci tangannya untuk membuatkan sup dan merajut dua potong sweater untukku."     

"Beraninya kamu!" Ye Fei menggigit bibirnya dan memelototi Su Mohan.     

Su Mohan mengendurkan lengannya dan tidak berbicara     

"Pergi dan cari saja sana! Lebih baik lagi jika kamu menemukan delapan puluh hingga seratus orang!" Ye Fei sangat marah dan menendang Su Mohan lagi, lalu ia berlari turun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi dengan kaki telanjang.     

Su Mohan menatap punggungnya dan sedikit menghela napas, kemudian dengan enggan duduk dan bangkit dari tempat tidur, mengacak rambutnya yang berantakan, dan akhirnya berdiri untuk duduk di meja kerja.     

Setelah sekian lama membuka-buka laci dan lemari, ia tidak menemukan secarik kertas yang terlihat lebih bagus. Kemudian ia mengambil secarik kertas putih biasa dan meletakkan di hadapannya.     

Su Mohan mengeluarkan pena dan menatap kertas putih depannya untuk waktu yang lama. Su Mohan tidak menulis sepatah kata pun sampai pena itu menjatuhkan setetes tinta karena terlalu lama terbuka. Kertas putih kosong itu terlihat tidak berguna. Su Mohan menggumpal dan melempar kertas itu ke luar jendela.     

Setelah mengambil selembar kertas yang baru, Su Mohan mengeluarkan penanya lagi dan perlahan menulis satu kata: Sayang.     

Sialan!     

Su Mohan menatap satu kata di atas dan merasa sangat canggung serta merasa malu tanpa sebab. Tak lama kemudian ia segera melemparkan gumpalan kertas ke luar jendela lagi.     

Setelah berpikir lama, Su Mohan merasa sakit kepala. Ia kemudian menutup penanya dan menyalakan rokok, lalu duduk di kursinya untuk waktu yang lama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.