Aku … Aku Lupa
Aku … Aku Lupa
"Maksudku, apakah kamu ingin menjawab soal lagi? Siapa tahu kamu memikirkan hal semacam itu. Di siang bolong, jika kamu tidak keberatan. Entah kenapa aku merasa kamu masih belum puas." Su Mohan melihat bahwa Ye Fei ketakutan dan membuka mulutnya dengan sembarangan lagi.
"Su Mohan, kamu membodohiku!" Ye Fei sangat marah, ia mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Su Mohan.
"Aku tidak bermaksud begitu. Bukankah tadi awalnya aku bertanya apakah kamu membawa bukunya?" Su Mohan berkata dengan sedih, pipinya menjadi merah karena ulah tangan kecil Ye Fei.
Ye Fei menggigit bibirnya dan terdiam sejenak. Ia memikirkannya kembali dengan hati-hati. Sepertinya Su Mohan tadi memang bertanya apakah ia membawa buku yang Su Mohan berikan padanya sebelum ini, kemudian Su Mohan bertanya apakah ia ingin melakukannya lagi. Ta … Tapi …
Ye Fei secara tidak wajar melepaskan tangannya. Wajahnya bahkan menjadi lebih merah dari pipi Su Mohan yang telah dicubit olehnya, ia merasa bersalah dan berkata, "Per ... pertanyaanmu … pertanyaanmu itu ambigu!"
"Apa yang kepala kecilmu pikirkan di siang bolong seperti ini? Apakah kamu malu?" Su Mohan sedikit mencibir.
"Su Mohan! Tutup mulutmu, kamu tidak diizinkan untuk berbicara lagi!" Ye Fei berubah dari yang awalnya marah menjadi sedikit malu. Ia menatap Su Mohan dengan marah, tidak membiarkan Su Mohan membahas masalah ini lagi.
Su Mohan tidak takut pada Ye Fei. Sebaliknya, ia malah mendekati Ye Fei. Napas yang hangat diembuskan ke leher Ye Fei dan ia berbisik, "Jangan bilang bahwa kamu tidak bisa melupakan apa yang terjadi tadi malam?"
Ye Fei menampar wajah Su Mohan dan mendorongnya menjauh dari dirinya sendiri. Ye Fei langsung menutup mata dan pura-pura tidak mendengar. Memangnya apa yang terjadi tadi malam? Bukankah mereka hanya bermain biasa di ... di dalam mobil!
Melihat bahwa semua mobil di jalan sudah mulai bergerak, Su Mohan berhenti menggoda Ye Fei. Setelah memeriksa pukul berapa saat itu, Su Mohan mempercepat mobilnya dan melaju menuju kampus.
Ketika Ye Fei tiba di kampus, ia sudah agak terlambat. Saat ia berlari dan tiba di kelas, waktu sudah menunjukkan pukul 2 lewat 10 menit.
Sedikit berjinjit dan mengintip ke jendela, Ye Fei melirik dosen yang mengajar di depan kelas. Dalam hatinya, Ye Fei seperti ingin menyapa leluhur Su Mohan selama 18 generasi.
Melihat bahwa tidak ada harapan di pintu depan, Ye Fei berencana untuk menyelinap masuk melalui pintu belakang. Untungnya Ye Fei mengenakan celana hari ini, jadi ia tidak takut dan bebas untuk berjalan menyelinap.
Ye Fei berdiri di pintu belakang sejenak dan bertanya-tanya kursi mana yang nyaman baginya untuk diduduki. Hasilnya, Xing Ze, yang duduk di baris kedua dari belakang menyambutnya dengan hangat.
Ye Fei membuat isyarat agar Xing Ze bisa tetap diam dan tidak berisik, kemudian tersenyum kering.
Xing Ze sepertinya mengerti apa yang dimaksud Ye Fei. Ia segera menendang teman sebelahnya yang sedang tidur, bergegas ke kursinya kembali, lalu menoleh dan melambai ke arah Ye Fei.
Ye Fei melihat ke kursi kosong di samping Xing Ze. Saat merasa bahwa kondisinya relatif aman, Ye Fei mengangguk dan buru-buru menyelinap masuk saat dosen itu menghadap papan tulis.
Untungnya, sebagian besar orang yang duduk di barisan belakang adalah anak laki-laki, dan mereka sangat senang membuka pintu untuk Ye Fei. Satu hingga dua dari mereka membantu untuk menutupi aksi Ye Fei. Pada akhirnya, Ye Fei bisa duduk di samping Xing Ze dengan lancar.
Setelah menarik napas, Ye Fei mengeluarkan pena dan buku catatan dari tas kuliahnya.
Xing Ze di samping tidak bisa menahan diri untuk tidak berbisik, "Kemana kamu pergi tadi malam? Kenapa kamu tidak datang pagi ini?"
"Hmm ... aku … aku pergi ke bioskop untuk menonton film dengan Su Mohan," kata Ye Fei dengan malu.
"Film apa?" Xing Ze menatap Ye Fei dengan tatapan berbinar.
Film apa …
Film apa?!
Sialan! Film apa yang ia tonton tadi malam?!
Ye Fei menemukan fakta secara tragis bahwa ia bahkan tidak ingat judul filmnya. Ye Fei menghadapi tatapan Xing Ze dengan wajah yang tidak wajar seperti sedang sembelit.
"Aku … Aku lupa …" Melihat kegigihan Xing Ze yang menunggu jawaban Ye Fei, Ye Fei mau tak mau mengatakan yang sebenarnya.