Menjatuhkan Diri
Menjatuhkan Diri
Cengkeraman tangan Chleo memegang kemeja Axel mengerat seakan dia takut Axel akan mendorongnya dan menjatuhkannya begitu saja.
"Apa kau sedang berpikir aku akan menjatuhkanmu?"
Chleo tidak menjawab. Dia hanya menangis sesunggukkan didepan dada pemuda itu. Dia juga tidak membantah karena apa yang diucapkan pria ini memang benar.
Dia sempat berpikir Axel akan melukainya. Dia sempat berpikir pria ini akan melepaskannya dan membiarkannya mati terjatuh dari tempat ini untuk membalasnya.
"Ini sebabnya aku tidak bisa mempercayaimu Chleo. Jika seandainya yang ada disisimu saat ini adalah Alexis, kau tidak akan merasa ketakutan seperti ini. Kau bilang kau mencintaiku, tapi jiwamu lebih merasa aman bersama Alexis. Kau sudah memberikan semua bagian hidupmu pada Alexis."
"Hiks.. tidak. Itu tidak benar. Hiks... Aku mencintaimu." Chleo semakin memperat pelukannya.
"Aku sudah pernah bilang sebelumnya. Kau memang mencintaiku ketika ingatanmu belum kembali. Tapi semuanya akan berbeda begitu ingatanmu kembali. Kau masih memiliki Alexis dihatimu. Apa yang kau rasakan saat ini hanyalah perasaan bersalah padaku. Kau tidak benar-benar mencintaiku seperti aku mencintaimu. Sebaiknya kita akhiri saja permainan ini."
"..." Chleo tidak membantah ataupun membalas kalimatnya. Dia merenungkan tiap kalimat yang diucapkan pria ini padanya.
Kini dia sadar apa yang menjadi jurang diantara mereka. Dia sadar dia telah memberikan seluruhnya pada Alexis kala itu. Dia memberikan hati, jiwa serta kepercayaan seutuhnya pada pemuda itu. Tapi kenapa dia tidak bisa memberikan hal yang sama pada Axelard?
Chleora yang belum ingat apa-apa masih bisa memberikannya pada Axel, tapi kenapa sekarang tidak bisa? Begitu ingatannya kembali, hatinya berguncang hebat seakan diselimuti keraguan yang tidak bisa ditolaknya.
Tidak heran jika pria itu selalu menahan diri tiap kali bersamanya. Tidak heran pria itu selalu merasa gelisah seolah takut akan kehilangannya.
Rupanya, Chleo masih belum memberikan hatinya secara keseluruhan. Dia mungkin memang sudah membiarkan pria itu masuk kedalam hatinya, tapi dia belum membalas perasaan pria itu sepenuhnya.
Jurang yang terbentuk diantara mereka bukan karena perbuatan Axel, tapi karena dirinya sendiri yang menciptakan jurang kasat mata itu.
Jika dia ingin menghilangkan jurang diantara mereka, Chleo harus kembali ke dirinya sebelum ingatannya kembali. Dia harus membiarkan perasaannya sebagai Chleora Regnz yang hidup di dunia ini menghapus segala kenangan buruk serta trauma yang dimilikinya di masa lalu.
Biar bagaimanapun, Chleo di masa lalu sudah tidak ada dan hanyalah sejarah yang harus disimpannya ke dalam buku kenangan. Dia tidak harus melupakannya, tapi dia tidak boleh membiarkan masa lalu menenggelamkannya.
Apa yang sudah terjadi, telah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur dan susu telah tumpah dari gelas. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengubah bubur menjadi nasi atau mengembalikan susu ke gelasnya.
Yang bisa dia lakukan adalah memasak nasi yang baru atau menuangkan susu yang baru. Dia hanya perlu membuka lembaran kehidupannya yang baru dan menerima apa yang sudah dimilikinya saat ini.
Dengan susah payah Chleo meredakan tangisannya. Kemudian dia melonggarkan pelukannya.
"Sekarang aku mengerti." tidak ada lagi ketakutan ataupun keraguan pada suaranya. Matanyapun tidak menunjukkan sinar ketakutan apa-apa. "Maafkan aku, karena sudah membuatmu menderita selama ini."
"Apa yang kau lakukan?" Axel mengernyit merasakan kedua tangan Chleo yang tadinya mencengkeram punggungnya dengan erat kini bergerak lepas.
"Aku mencintaimu. Aku akan membuktikannya bahwa aku juga telah memberikan kepercayaanku padamu."
Belum sempat menanyakan apa maksudnya, tubuh Chleo sudah terlentang ke belakang dan jatuh ke bawah membuat jantung Axel sempat berhenti berdetak.
Chleo memejamkan matanya membiarkannya tubuhnya ditarik gravitasi dengan bebas.
Ah, ternyata, menjatuhkan diri dari ketinggian tidak semenyeramkan yang ia pikirkan. Apalagi kini dia merasakan dua tangan kokoh memeluk erat tubuhnya. Apa yang harus dia takutkan?
Dia tahu selama pria ini berada disisinya, pria itu tidak akan membiarkannya terluka. Tapi Chleo terlalu trauma akan ancaman pria ini. Dia terlalu takut akan kemampuan yang dimiliki sang raja biru. Karenanya, dia tidak bisa bersikap bebas tiap kali bersama pria ini.
Dia sama sekali tidak tahu, ternyata keraguannya malah menciptakan jurang tak terlihat diantara mereka. Traumanyalah yang menjauhkannya dari suaminya. Dia tidak tahu semenjak ingatannya kembali, ada dinding kasat mata terbentuk memisahkan keduanya.
Untuk pertama kalinya semenjak ingatannya kembali, Chleo tersenyum lebar. Untuk pertama kalinya dia menang melawan trauma dan ketakutan yang pernah ia alami di kehidupan sebelumnya.
Untuk pertama kalinya semenjak dia terbangun dan mendapatkan seluruh ingatannya, kedua jiwa Chleora Regnz yang saling bertentangan, kin menyatu seutuhnya.
Sedetik kemudian, Chleo tidak merasakan angin seperti ketika dia terjatuh bebas sebelumnya. Dia mengerling kesekitarnya dan sadar kini mereka berada di salah satu kamar di rumah pria ini yang berada di dunia astralnya.
Chleo bahkan tidak bersikap malu ataupun panik ketika menyadari posisi ambigu mereka. Mereka berdua berbaring di atas ranjang dengan posisi pria ini menindihnya.
"APA KAU SUDAH GILA?! UNTUK APA KAU MENJATUHKAN DIRI?!"
Alih-alih merasa takut, Chleo malah menjawabnya dengan nada ceria.
"Karena aku tahu kau pasti akan menolongku tepat waktu. Sudah kubilang, aku percaya penuh padamu." kedua sinar matanya bersinar seperti galaxi yang luas. Rona pipinya bersemu merah serta bibirnya mengulas senyuman yang menawan. Ekspresinya saat ini sama persis seperti yang diingatnya ketika mereka bertemu pertama kalinya di bandara Seattle.
Ini adalah Chleonya. Gadis ini adalah Chleo yang hanya memandangnya sebagai pujaan hatinya. Gadis ini adalah perempuan yang ditemuinya sebelum ingatan kehidupan lalu kembali.
"Chleo," panggilnya dengan suara serak. Caranya memanggil nama Chleo penuh dengan cinta dan sayang membuat hati Chleo bergetar.
Dasar Chleo bodoh! Dia tahu pria ini mencintainya dengan segenap hati dan jiwanya. Tapi apa yang dibutuhkan pria itu darinya bukanlah perhatiannya saja. Dia membutuhkan hatinya. Axel ingin Chleo mencintainya dengan segenap hatinya.
Itu sebabnya Chleo memberikannya. Dia tidak akan mengingat masa lalu dimana dia merasa takut pada kekuatan raja biru. Malah sebaliknya, dia akan mengaguminya dan memujanya.
Axel tidak ingin Chleo takut padanya. Dia juga tidak ingin Chleo memaksakan diri untuk tinggal bersamanya. Dia hanya ingin Chleo merasa nyaman dan aman disisinya. Dia ingin Chleo bisa hidup dipenuhi kebahagiaan ketika bersamanya. Hanya itulah yang diinginkan pria itu.
Bagi Axel, tawa serta kebahagiaan Chleo juga merupakan sumber kebahagiaannya.
Kini Chleo menyadarinya apa yang diinginkan pria itu darinya.
"Tidak peduli apakah kau adalah Harry atau Axelard, tidak peduli apakah kau adalah raja biru atau bukan, bagiku kau adalah pangeran esku satu-satunya." ucap Chleo dengan lembut seraya mengusap air mata yang kini menetes di ujung mata Axel.
Chleo juga merasakan tangan dingin pria itu bergetar dikulit wajahnya namun dia tidak melenyapkan senyuman lembut di wajahnya.
Sama seperti saat pria itu memandangnya dengan sejuta cinta, Chleo juga memandang pria itu seakan hanya Axelard yang dilihatnya.
"Sudah sangat lama aku menunggu ini."
"Menunggu apa?"
"Ini." Axel menjawabnya dengan mencium lembut sepasang bibir Chleo yang didambakannya.
Ciumannya sangat lembut seakan Axel mencurahkan segala perasaannya terhadap cumbuannya. Chleo menerima curahan cinta pria itu dengan hati senang dan dia turut membalas ciuman sang kekasih hatinya.
Ah, sudah lama mereka tidak berciuman membuat Chleo merasa tidak puas. Namun dia harus memuaskan diri karena tidak ingin dianggap sebagai perempuan agresif di mata pujaan hatinya.
Axel mengangkat sedikit wajahnya memutuskan cumbuan mereka lalu berbisik dengan nada lembut yang sanggup melelehkan hati Chleo.
"Aku mencintaimu." Axel menyatukan kedua kening mereka menimbulkan senyuman bahagia di kedua wajah mereka seakan ini pertama kalinya mereka mengerti kebahagiaan sejati.