Pengendalian Diri Axel
Pengendalian Diri Axel
Ketika dia bertemu kembali dengan Chleo disaat amnesia, dia kembali jatuh cinta pada gadis ini dan mendambakan perhatiannya.
Ketika ingatannya kembali, saat itulah jiwanya mengalami keputusasaan. Rasa cintanya, rasa mendambanya serta rasa kerinduannya terhadap Chleo meningkat berkali lipat.
Disaat bersamaan dia harus bisa melepas pergi gadis itu karena dia juga ingin Alexis bahagia. Karena itu sekali lagi dia harus menahan diri, menunggu waktu dimana Chleo akan ingat kembali sambil menjaga jarak dengan gadis itu tanpa disadarinya.
Tapi kini, dia mencurahkan semua apa yang dirasakannya dalam ciumannya. Tidak lagi keraguan ataupun rasa takut harus melepaskan wanita yang dicintainya. Tidak akan ada lagi yang akan bisa memisahkan mereka.
Jurang kasat mata diantara mereka telah lenyap seakan tidak pernah ada jurang apapun sebelumnya.
Keduanya masih saling berciuman dengan begitu intim seolah mereka tidak pernah berciuman sebelumnya.
Yah, bisa dibilang ini memang merupakan ciuman pertama mereka semenjak ingatan keduanya kembali.
"Aku mencintaimu." bisik Axel di sela-sela cumbuannya dan keduanya tersenyum bahagia seolah ini pertama kalinya mereka mengerti apa arti kebahagiaan sebenarnya.
Momen diantara mereka sangat sempurna dan Axel tidak akan menukarnya dengan apapun juga jika seandainya Chleo tidak merusaknya dengan kalimat berikutnya.
"Apakah kita akan melakukannya?"
"Melakukan apa?"
"Seks."
"…"
Secara perlahan Axel menegakkan tubuhnya untuk menghindar tubuh menggoda yang ditindihnya.
Tadinya dia tidak sadar dan sama sekali tidak terangsang saat menindih Chleo karena pikirannya terlalu kalut memikirkan keselamatan gadis itu ketika Chleo menjatuhkan diri dari puncak pohon.
Tapi kini disaat Chleo menyinggung soal seks, mau tidak mau, dia mulai terangsang juga merasakan dua gundukan lembut yang menempel pada dadanya.
Sebelum dia lepas kendali, Axel memutuskan untuk menjauh namun Chleo sama sekali tidak mau melepaskannya. Malahan Chleo mengeratkan pelukan pada lehernya membuat kedua tubuh mereka menempel dengan sempurna.
"Kau tidak boleh menghindariku. Bukankah sekarang kau percaya padaku? Bukankah kau sudah merasa yakin bahwa aku mencintaimu? Kau tidak boleh pergi." rajuk Chleo sambil memasang muka cemberut.
Chleo, bukan itu masalahnya. Axel merasa sedang berjalan diatas es yang tipis sementara dibawahnya adalah api yang menyala-nyala siap melahapnya jika dia tidak berhati-hati.
Axel berdehem canggung beberapa kali guna meredakan hasratnya yang mulai menyala dalam percikan api yang kecil.
"Aku tidak menghindarimu. Tapi… bukankah kita terlalu dekat? Takutnya…"
"Kenapa?"
'Takutnya aku akan memakanmu sebelum waktunya,' pikir Axel dalam hati.
"Chleo, menurutlah. Lepaskan tanganmu atau aku akan langsung membawamu langsung ke rumahmu."
Pada akhirnya Chleo menurut dan membiarkan Axel menegakkan tubuhnya. Tapi… tidakkah gerakan pria itu terlalu cepat? Kenapa pula Axel menggeser bokongnya duduk menjauh darinya?
Dan pria itu masih berani bilang tidak menghindarinya!?
Chleo turut bangkit dan duduk di ranjangnya masih memasang muka cemberut. Axelard menyadari istri mungilnya sedang mengambek, tapi dia tetap tidak ingin mengabulkan keinginan gadis itu.
"Kau bilang kau tidak menghindariku, buktikan padaku."
Axel tersenyum kecil melihat kekhawatiran yang terpancar pada sinar mata Chleo. Selama ini Axel yang selalu khawatir serta takut suatu saat nanti Chleo akan pergi meninggalkannya. Dia sama sekali tidak pernah bermimpi untuk melihat Chleo akan merasakan kekhawatiran yang sama.
Hatinya menjadi hangat dan berbunga-bunga saat mengingat kembali kekerasan kepala Chleo saat tidak mau melepaskan tangannya di bandara. Dia sama sekali tidak menyangka, Chleo benar-benar merasa takut dia akan kembali ke Inggris dan tidak menemuinya lagi.
Chleo berhasil menenangkannya dan meyakinkannya bahwa gadis itu mencintainya dan tidak akan meninggalkannya. Kini bukankah giliran Axel yang harus meyakinkan kekasih mungilnya yang sedang cemberut ini?
Axel bangkit berdiri menghampiri Chleo lalu menyelinapkan sebelah tangannya ke belakang bahu gadis itu sementara tangan yang lain dibelakang kedua lutut Chleo. Kemudian Axel menggendong Chleo ala bridal membuat Chleo mengalungkan kedua tangannya ke leher Axel secara refleks.
Kemana pria itu akan membawanya pergi?
Semula Chleo berpikir Axel akan kembali berteleport, namun perkiraannya salah. Pria itu membawanya keluar dari kamar dan berjalan menuju ke beranda.
Lalu Axel duduk di sebuah kursi malas terbuat dari kayu sementara Chleo dibiarkannya duduk diatas pangkuannya. Dengan menggunakan sebelah tangannya, Axel menuntun kepala Chleo untuk bersandar pada bahunya seraya mengelus sayang sambil menyisir rambut hitamnya yang halus.
"Lihat kan? Aku tidak menghindarimu. Aku hanya tidak yakin apakah aku bisa mengendalikan diriku jika kita berada di kamar."
Itu sebabnya Axel membawa Chleo keluar dari kamarnya karena dia lebih bisa mengendalikan diri jika berada di tempat terbuka.
"Kenapa kau harus mengendalikan dirimu?" Tanpa mengangkat wajahnya, Chleo bertanya sambil memainkan jarinya seakan menggambar sebuah lingkaran pada dada kekasihnya.
Chleo bisa melihat bundaran dua kancing teratas kemeja Axel terbuka membuatnya berpikiran nakal. Apa reaksi pria itu jika seandainya dia menyusupkan tangannya untuk merasakan kulit dingin pria itu?
Chleo sama sekali tidak mendengarkan jawaban Axel karena pusat perhatiannya saat ini adalah dibalik kain kemeja kekasihnya. Dia tahu Axel sedang berbicara sesuatu mengenai dia tidak ingin melakukan seks karena mereka belum menikah atau dia tidak ingin merusak kepercayaan Vincent yang sudah diberikan padanya.
Tapi Chleo sama sekali tidak peduli. Saat ini semua kalimat yang dilontarkan Axel masuk ke telinga kanan lalu keluar telinga kiri. Lama-kelamaan jarinya yang tadinya berada di tengah dada Axel bergerak ke atas secara tak kentara sambil membuat gerakan memutar yang sama.
Begitu jarinya bersentuhan dengan kancing kedua dari atas yang telah terbuka, Chleo menarik kain kemeja tersebut untuk menyusupkan dua jarinya dibalik kain kemeja yang mengganggunya.
Axel menyadari gerakan halus yang bagaikan semut berjalan diatas tubuhnya, tapi dia tidak menghentikannya. Jelas sekali, Chleo sama sekali tidak mendengarkan jawabannya dan berkutat pada kancing bajunya.
"Chleo, kau sama sekali tidak mendengarkanku."
"Aku dengar kok." jawab Chleo tanpa ada rasa malu dan semakin berani memasukkan ketiga jari lainnya dan kini dia merasakan telapak tangannya bersentuhan dengan kulit dingin tubuh pria itu.
Ah, dingin sekali. Tapi anehnya, dia merasa tangannya tidak kedinginan dan malah merasa nyaman.
Axel masih tidak memberi respon seakan sentuhan enak pada dadanya sama sekali tidak memberi efek yang berarti baginya.
Merasa tidak puas karena Axel sama sekali tidak memberikan reaksi, Chleo memutuskan merubah posisi duduknya dengan berhadapan dengan pria itu. Dia memosisikan kedua kakinya mengakang mengapit kedua paha pria itu sehingga tampak Chleo menunggangi Axel.
Ekspresi Axel memang tampak datar, namun dia sangat tertarik apa yang akan dilakukan gadis ini. Jarang-jarang Chleo menunjukkan sisi agresifnya sehingga Axel ingin menikmati karakter Chleo yang satu ini lebih lama lagi.