Dua Puluh Satu Pertanyaan
Dua Puluh Satu Pertanyaan
Bila seandainya suatu saat nanti Diego memiliki seorang anak perempuan, biarlah karma tidak menghantuinya dan akan mengincar anak perempuannya. Terlebih lagi Diego memiliki kakak perempuan yang sangat disayanginya dan dia tidak ingin melihat kakaknya menderita karena dilecehkan atau dipermainkan oleh lelaki bejat.
Itu sebabnya ketika dia menjalin hubungan dengan Yuna, tidak pernah sekalipun Diego bertindak lebih yang bisa membuatnya lepas kendali. Dia juga tidak pernah mengajak gadis itu menginap bersama ataupun melakukan hubungan suami istri.
Dia menghormati Yuna sebagai seorang gadis dan tidak pernah merendahkannya. Ketika dia mengetahui Chleo menikah dibawah ancaman dan ayahnya menyetujuinya, Diego merasa bingung sekaligus marah.
Dia sama sekali tidak bisa mengerti jalan pikiran ayahnya yang merelakan putrinya dibawa pergi dari Amerika. Terlebih lagi dia merasa marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong kakaknya.
Seiringnya berjalan waktu, dia mulai menerima kenyataan kakaknya telah menikah. Dia melepaskan kepergian kakaknya dengan berat hati asalkan kakaknya bahagia.
Tapi apa yang didengarnya melalui helper asisten digitalnya membuatnya sangat stress. Dia tidak pernah melihat senyuman menghiasi wajah kakaknya ketika bersama dengan suaminya. Dia juga tidak bisa ke Inggris karena terlalu fokus menghadapi serangan saham dari Alexis membuatnya merasa tidak berdaya.
Chleo terlalu jauh untuk dijangkaunya. Dia harus memilih antara kakaknya atau keluarga besarnya. Menilai sikap Harry yang tidak pernah bersikap kasar ataupun melukai Chleo, Diego memutuskan untuk melindungi keluarganya dan menyerahkan pada Harry untuk memenangkan hati kakaknya.
Sayangnya, disaat kakaknya telah membuka hati, pria itu malah memberikan surat cerai.
Dan kini, Diego sekali lagi memberikan kesempatan pada pria itu untuk bersama dengan sang kakak melihat kakaknya tampak lebih bahagia. Melalui percakapannya dengan Axel disaat dia menginap di Seattle, dia bisa menilai Axel memiliki prinsip yang sama dengan ayahnya. Itu sebabnya dia bisa tenang membiarkan kakaknya menjalin hubungan dengan Axel.
Tapi apa-apaan ini? Ternyata mereka sudah tidur bersama?!
"Aku… aku menginap di rumah Axel."
"…"
Zonk!
Tiba-tiba isi kepala Diego kosong dan tubuhnya menjadi patung seperti robot yang kehabisan baterai.
Melihat adiknya yang mendadak tidak bergerak membuat Chleo semakin gugup.
"Diego? Diego, Diego!"
"Ha?" barulah jiwa Diego yang tampaknya telah meninggalkan tubuhnya kembali masuk kedalam. Hanya saja proses loading pc otak Diego masih berjalan dengan sangat lamban.
"Ada apa? Apa yang terjadi?"
Chleo kehabisan kata-kata melihat tampang tidak tahu apa-apa seperti habis bangun tidur pada wajah adiknya. Apa kabar Chleo yang menginap semalaman di rumah Axel begitu membuat adiknya syok? Lagipula mereka tidak tidur bersama. Kecuali Axelard adalah pria brengsek yang akan menyerangnya tanpa sepengetahuannya, tapi Chleo yakin Axel bukanlah pria seperti itu.
"Diego, jangan beritahu papa ya. Aku tidak ingin papa salah paham."
"Salah paham? Apanya yang salah paham jika kalian sudah melakukannya." Diego mengucapkannya dengan nada super datar karena dia sendiripun tidak sadar telah berbicara seperti itu.
"Tentu salah paham. Lagipula…" ucapan Chleo berhenti di tengah setelah menyadari sesuatu. "Tadi kau bilang apa?"
"Ha? Memangnya aku bilang apa?" Diego malah bertanya balik. Sepertinya loading pc otak Diego masih belum berjalan dengan normal.
Chleo menjadi gemas lalu bangkit untuk mencubit kedua pipi adiknya.
"Anak ini, kenapa disaat seperti ini loading otak jeniusmu malah lemot sih."
"Haaafff, hahi." Diego berusaha melepaskan diri dari cubitan maut sang kakak dan minta dilepaskan. Tapi ucapannya malah tidak terdengar jelas.
"Apa sih yang sudah kau pikirkan? Aku hanya menginap bukan berarti kami tidur bersama. Semalam aku hampir mati dan Axel menyelamatkanku jadi membawaku ke rumahnya saat aku pingsan. Jangan berpikir yang tidak-tidak, memangnya kau menganggap kakakmu ini apa hah?" sambil berkata panjang lebar, Chleo tidak berhenti menguyel-nguyel pipi Diego dengan gemas. Barulah Chleo melepaskan adiknya setelah puas melampiaskan kejengkelannya.
Diego mengusap-usap pipinya yang terasa panas sambil cemberut. Dia merasa dilemma dengan sikap kakaknya yang versi ini.
Kalau Chleo yang dulu tidak akan pernah mencubit pipinya ataupun menjahilinya. Malahan Chleo yang dulu agak terkesan lebih merasa segan dan takut padanya meskipun Diego tidak melakukan apa-apa. Sedangkan Chleo yang ini selalu bersikap jahil dan mendekatinya tanpa ada dinding kasat mata.
Diego lebih suka Chleo yang versi ini tapi dia merasa kewalahan kalau pipinya harus menjadi korban kegemasan Chleo yang ganas.
Tunggu dulu. Tadi kakaknya bilang apa?
"Apa maksud kakak hampir mati? Apa yang terjadi?" kali ini pc otak Diego telah berfungsi dengan normal dan berjalan dalam kecepatan tinggi
"…" kali ini Chleo yang merasa mati kutu.
"Tepatnya kemarin kakak dibawa kemana?"
"Aku… aku…"
"Kakak ingat permainan dua puluh satu pertanyaan? Bagaimana kalau kita melakukan permainan itu?"
"Baiklah. Aku rasa itu adil. Janji kau tidak akan berbohong padaku."
"Kakak juga tidak boleh berbohong." Diego mengulurkan tangan kanannya kearah kakaknya.
"Sepakat." Chleo menyambut uluran tangan adiknya dan mereka saling berjabat tangan seolah mereka telah menyepakati sebuah perjanjian kontrak. "Jadi siapa yang memulai?"
"Kakak dulu saja."
"Siapa temanmu yang pandai menyamar?"
"Yuna."
"Yuna? Bagaimana mungkin? Postur tubuhnya serta wajahnya beda jauh denganku. Bagaimana bisa dia menyamar sebagai diriku dengan begitu sempurna?"
"Satu pertanyaan kakakku tersayang. Sekarang giliranku. Apa yang terjadi kemarin malam?"
"Seseorang menculikku. Bagaimana Yuna bisa menyamar sebagai diriku?"
Diego mendecak kesal. Dalam keadaan seperti ini, dia sungguh berharap kakaknya tidak secerdik ini. Sepertinya Chleo meniru tekniknya untuk menjawab sependek mungkin tanpa memberitahu detailnya.
"Sebenarnya kenalan Yuna yang menyamar. Lalu mereka membawa kakak kemana?"
"New York. Berarti orang yang menyamar itu tidak berniat jahat?"
"Tentu saja tidak. Aku yang meminta bantuan Yuna agar keluarga kita tidak perlu panik."
"Kalau begitu bagaimana denganmu? Sepertinya kau tidak terlalu panik seolah kau sudah tahu aku sudah diculik."
"Ouch. Itu sangat menyakitkan. Aku tidak pernah menyangka akan menghadapi kenyataan kakakku akan mencurigaiku seperti ini."
Seketika Chleo merasa bersalah karena telah merasa curiga pada adiknya sendiri. Mulutnya termanyun membentuk seperti mulut ikan dengan mengernyitkan keningnya.
"Kalau begini caranya kita tidak akan selesai meski sudah mengajukan dua puluh satu pertanyaan. Aku akan mengajukan pertanyaan kartu as ku."
"Kartu as?"
Diego akan langsung tahu apakah Chleo sudah mengetahui identitas raja biru atau tidak melalui pertanyaan ini.
"Apakah kakak pernah mendengar kisah raja biru?"
Kedua mata Chleo terbuka lebar serta mulutnya menganga sama sekali tidak percaya Diego menanyakan pertanyaan ini. Apakah mungkin adiknya sudah mengetahui identitas Axelard?
Diego tersenyum penuh kemenangan melihat ekspresi syok kakaknya.
Yup. Kakaknya sudah tahu.