Ciuman Pertama
Ciuman Pertama
Dia merasa yakin kalau Chleo akan bisa menerima kenyataan yang terakhir ini dengan baik. Biar bagaimanapun Chleo pernah melihatnya langsung ketika dia mengaktifkan kemampuan teleportnya saat gadis itu masih kecil. Chleo juga sudah tahu bahwa di dunia ini ada penguasa alam seperti raja merah dan raja biru.
Jadi dia tidak perlu terlalu khawatir Chleo akan menolaknya serta menjauhinya begitu gadis itu tahu bahwa dia bukan manusia biasa.
Hanya saja dia tidak ingin memberitahu gadis itu saat ini juga. Lebih tepatnya dia merasa takut kalau gadis itu akan memandangnya aneh. Meskipun Chleo mengetahui adanya para penguasa alam di dunia ini, bukan berarti gadis itu mengetahui rahasia raja biru yang tidak bisa menua.
Dia khawatir apa yang akan dipikirkan gadis itu ketika mengetahui orang yang dicintainya ternyata pangeran es yang diidolakannya di masa kecil. Dia takut gadis itu akan memandangnya dengan aneh atau bahkan mungkin… jijik?
Ah, sekarang dia mulai agak menyesali perbuatannya. Dia pernah mencuri satu ciuman gadis itu ketika Chleo kecil tidur. Meskipun Chleo tidak mengetahuinya, bahkan mungkin dia telah melupakannya, tetap saja Axel masih merasa bersalah karena telah mencium anak dibawah umur.
Tapi kini dia tidak perlu menahan diri lagi. Dia bisa mendekati gadis itu dengan bebas tanpa batasan umur. Perasaannya semakin membara lebih lagi begitu dia mengingat perasaannya terhadap Chleo kecil.
Dalam titik ini, Axel sudah melupakan sama sekali gadis berambut merah yang kini mulai jarang muncul di kepalanya. Dia bahkan tidak peduli apakah gadis berambut merah gelap adalah orang yang berbeda atau sama dengan Chleo. Tidak peduli siapapun gadis berambut merah tersebut, Axel yakin perasaannya pada Chleo adalah nyata dan tidak akan berubah sampai kapanpun.
Karena itulah Axel memutuskan untuk terang-terangan mencurahkan cintanya pada gadis itu. Dia ingin segera mendapatkan persetujuan dari keluarga gadis itu sekaligus tidak ingin orang lain mendekati calon istrinya ini.
Dan terlebih lagi, dia akan membujuk Chleo untuk mulai mengungkapkan identitasnya yang sebenarnya pada teman-temannya. Dia tidak ingin gadis itu direndahkan dan ditindas oleh Ashley dan kelompok gengnya.
Yah, untuk saat ini pasti akan sulit membujuknya mengingat Chleo ingin lulus kuliahnya dengan memakai identitas Chleo West. Tidak apa. Dia masih memiliki waktu yang panjang untuk membujuk gadis itu. Toh, sisa waktu kuliah Chleo tidak sampai satu tahun.
Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Axel masih bisa membantu gadis itu dengan menempatkan Falcon. Ditambah lagi, Chleo masih memiliki beberapa pengawal yang selalu siap menolongnya. Karena itu Axel masih bisa membiarkannya.
"Uhm… maaf, aku menempati kursimu. Silahkan kembali bekerja."
Axel memegang sebelah tangan mungil milik Chleo. "Untuk apa minta maaf? Apa yang menjadi milikku juga adalah milikmu, kau tidak perlu sungkan memakainya."
Axelard tidak bisa menahan senyumannya ketika melihat Chleo menundukkan kepala dengan wajah merona merah. Gadis itu pasti tidak menduga kalimatnya yang barusan.
Tentu saja Chleo tidak bisa menduganya. Mereka baru menjalin hubungan tidak sampai satu bulan, tapi sikap Axelard terhadapnya sudah seperti bertahun-tahun menjalani hubungan.
Sekali lagi Axel memiliki keinginan untuk menggoda gadis yang seperti kepiting rebus itu. Dia bangkit berdiri lalu menumpukan sebelah tangannya di atas meja serta membungkukkan badannya untuk mengintip wajah Chleo.
"Ada apa? Wajahmu merah."
Axel berusaha sekuat tenaga untuk tidak tersenyum ketika melihat ekspresi kaget serta panik dari gadis itu ketika mendongakkan kepalanya.
"Hahaha… aneh sekali, rasanya panas disini." Chleo mengibas-ibaskan wajahnya dengan kedua tangannya sambil melangkah kakinya mundur secara perlahan-lahan.
Axel menyeringai sangat menyadari apa yang sedang dilakukan Chleo. Dia melingkarkan sebelah tangannya ke belakang punggung Chleo lalu menarik tubuhnya mendekat kearahnya membuat Chleo memekik kaget.
Kedua tangan mungil menempel sempurna di depan dadanya sementara sinar mata coklat terangnya bersinar-sinar antara bingung dan juga antisipasi akan apa yang terjadi berikutnya.
Axel menggerakkan tangannya yang lain untuk menyisir poni Chleo kebelakang dengan menggunakan jari telunjuknya. Lalu dia juga menyisir rambut disebelahnya lalu disampirkannya dibelakang daun telinganya.
Chleo menggigit bibirnya kecil-kecil merasakan jantungnya berdebar sepuluh kali lipat lebih kencang dari biasanya. Tindakan Axel hari ini terlalu ektrim untuk jantungnya yang malang.
Kapan pria ini akan berhenti menyiksanya?
Rupanya Axel masih belum mau berhenti. Dia membuka tangannya lalu menempelkan telapak tangannya menangkup sebelah pipi Chleo dengan sempurna.
Chleo agak kaget menerima suhu super dingin di wajahnya sebelum akhirnya mulai merasa tenang. Sepertinya dia terlalu merasa nyaman dengan kulit dingin diwajahnya dan kini dia juga mulai terbiasa dengan kedekatan mereka yang nyaris tidak ada celah diantara keduanya.
Sesekali Chleo melirik ke arah kekasihnya dengan malu-malu sambil bertanya-tanya, sampai kapan mereka akan berada di posisi seperti ini? Bukannya dia ingin mengakhirinya, justru sebaliknya, dia sangat menyukainya. Suhu dingin dari pemuda itu seolah menaungi tubuhnya memberinya kenyamanan. Dan juga aroma pohon pinus yang segar menyeruak menembus hidungnya.
Hanya saja dia khawatir jika ada orang lain yang tiba-tiba masuk kemari. Dia akan merasa malu sekali jika ada salah satu pegawai Daphinia melihatnya berpelukan mesra dengan komisaris mereka.
"Uhm, Axel?"
"Hm?"
"Kita… kita masih di kantor." sahutnya malu-malu.
"Lalu?"
"Bagaimana kalau… ada yang datang kemari?"
"Tenang saja. Tidak akan ada yang masuk sebelum aku memanggil mereka."
Axel tersenyum melihat gadisnya mulai bisa bernapas dengan baik. Dia sendiri juga bingung kenapa gadis itu terlalu tersengal-sengal disaat dia mendekatinya dengan intim. Karena itu dia sengaja tidak menyerangnya langsung dan membiarkan gadis itu terbiasa akan kedekatan mereka serta sentuhannya.
Setelah dirasanya Chleo mulai bisa menikmati sentuhan kulit tangannya pada wajahnya, barulah Axel bergerak turun ke arah bawah dagu gadis itu. Dengan jari telunjuk yang tertekuk dia mengangkat wajah gadis itu keatas agar gadis itu tidak bisa melihat ke arah lain selain matanya.
Chleo yang tadinya sudah mulai merasa tenang kembali menjadi gugup. Apalagi ketika Axel bergerak menunduk dengan memiringkan kepalanya. Chleo menelan ludah dengan susah payah lalu memejamkan matanya.
Tanpa sadar kedua tangannya yang masih bertengger indah didepan dada Axel kini mencengkeram kain kemeja pria itu dengan erat.
Semakin terasa hembusan napas peppermint pria itu, semakin keras pula dengungan di telinganya akibat debaran jantungnya.
Lalu akhirnya ciuman pertama mereka yang dinantikannya semenjak kemarin…