Felicia Sahabat Vincent
Felicia Sahabat Vincent
Begitu Chleo serta keluarga kecil Bernz keluar dari pesawat dan masuk kedalam bandara, mereka langsung menggigil kedinginan. Untung saja Evie sudah memakai jaket tebalnya sehingga tidak terlalu kedinginan. Sedangkan Chleo, dia tidak memakai jaket tertebalnya dan hanya memakai mantel biasa. Dia mengira dia masih kuat dingin, tapi siapa yang menyangka, suhu udara di Seattle menurun drastis hingga minus lima derajat. Kalau hanya nol derajat, mungkin Chleo masih kuat.
"Chleo, kau tidak memakai mantel bulu pemberian dari pamanmu? Sepertinya mantel bulu itu lebih tebal dan hangat daripada yang kau pakai sekarang." Felicia merasa kasihan pada Chleo yang kini giginya bergemeletuk karena kedinginan.
"Mantelnya…brrrr… ada di koper. Setelah naik mobil, aku akan baik-baik saja."
"Ngomong-ngomong, apakah Dexter jadi akan menjemput kita?" Benjamin bertanya pada putrinya.
"Iya. Dia sudah tiba di depan kok, tinggal menunggu kita saja."
"Baiklah, kalau begitu ayo kita keluar." Ajak Benjamin yang langsung disetujui lainnya.
Kali ini mereka pulang dengan menggunakan pesawat pribadi Alvianc grup sehingga mereka tidak perlu mengantri mengambil barang koper mereka dan langsung keluar melalui jalur khusus dimana Dexter tengah menunggu mereka.
Chleo tidak perlu khawatir identitasnya akan ketahuan meskipun mereka menggunakan pesawat pribadi. Pada dasarnya Dexter telah mengetahui latar belakang Evie dan Chleo bisa menggunakan alasan bahwa Evie sudah berbaik hati mengajaknya pulang dan pergi bersama.
"Dex!"
Chleo bertanya-tanya apakah Evie dan kekasihnya akan melakukan ritual reuni yang menggemparkan seperti beberapa bulan yang lalu? Serius? Dihadapan kedua orangtua Evie?
Ah, ternyata tidak. Mereka hanya berpelukan normal seperti pasangan biasa. Anehnya, Chleo merasa pasangan sejoli itu malah bersikap sopan dan tidak menarik perhatian. Chleo memincingkan matanya dengan curiga. Apakah mungkin mereka sengaja bersikap baik dihadapan Benjamin dan Felicia?
Plok! Sret!
Tiba-tiba Chleo terperanjat kaget ketika ada orang yang menepuk puncak kepalanya lalu sebuah syal melilit ke lehernya dengan rapat. Chleo segera menoleh kebelakang dan melihat pemuda yang lebih tinggi darinya dengan senyumannya yang menawan serta mata biru yang sangat memikat berdiri disana.
"Selamat datang kembali."
Chleo tersenyum lebar mendengar suara pemuda itu bagaikan melodi sebuah lagu yang sangat indah. Chleo melihat kearah syal yang baru saja diberikan oleh Axel lalu memandang ke pemuda itu dengan tatapan bertanya.
"Sepertinya kau kedinginan. Pakai saja syal milikku."
Chleo membelalak lebar mendengarnya. Syal biru ini adalah milik Axel!? Pantas saja dia bisa mencium aroma peppermint yang menyegarkan dari syal tersebut. Aroma yang sangat khas dari pemuda itu.
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Aku tidak kedinginan." Axel masih saja tersenyum membuat hati gadis dihadapannya meleleh hingga tidak berbentuk.
"Astaga, siapakah ini? Apakah mungkin Axelard yang sangat terkenal itu?"
Keduanya langsung menoleh ke arah Felicia dan seketika wajah Chleo serasa sedang berada dalam oven yang panas. Dia telah melupakan kenyataan bahwa Benjamin serta Felicia turut ada disana bersama mereka!
Axelard belum pernah bertemu dengan kedua orangtua Evie, namun dia mengenal Benjamin Paxton selaku pemilik Hotel Star Risen di pulau Pina. Para pegawainya mengajukan proposal untuk diberikan reward berlibur ke pulau Pina jika mereka berhasil memenuhi target selama satu tahun kedepan. Itu sebabnya dia mengenal pria itu.
Axel menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda memberi hormat sebagai orang yang lebih muda. Sebenarnya dia sudah tahu keluarga Bernz ini memiliki hubungan keluarga dengan Chleo namun dia bersikap tidak tahu dan berpura-pura seolah Chleo hanyalah sahabat dari putri keluarga Bernz ini. Meskipun begitu, dia masih bersikap sopan menunjukkan rasa hormatnya pada yang lebih tua. Sikapnya ini langsung membuat Felicia menyukainya.
Axelard memang sudah terbiasa untuk bersikap ramah dan sopan pada orang yang terlihat lebih tua darinya. Meskipun sebenarnya dia yakin dialah yang paling tua, tapi dia tidak akan bersikap kurang ajar dan menyebabkan orang-orang mengira dia berasal dari keluarga tak berpendidikan.
Tentu saja Axelard tidak akan membiarkan siapapun menindasnya hanya karena dia tampak lebih muda dari mereka. Ada kalanya Axel akan menunjukkan sisinya yang arogan dan memberikan kesan yang berbahaya. Namun selain itu, kesehariannya adalah memberikan sukacita bagi orang-orang disekitarnya.
"Selamat siang. Saya teman Dexter dari London."
"Oh, kami banyak mendengar tentangmu. Kau sangat terkenal selama seminggu ini."
Axelard tetap tersenyum sopan namun keningnya berkerut menandakan dia tidak mengerti arti kalimat wanita paruh baya itu. Dia teringat ucapan wanita itu sebelumnya yang mengatakan dia terkenal? Terkenal apanya?
"Bibi, bisakah kita bicarakan yang lain?" potong Chleo sebelum Felicia sempat mengucapkan kalimat lainnya. "Bagaimana kalau kita masuk ke mobil dulu? Aku sudah kedinginan. Axe, apakah kau datang kemari bersama Dexter atau membawa mobilmu sendiri?" Chleo membisikkan kalimat terakhirnya hanya untuk sang kekasih.
"Kami memang datang bersama, tapi kami membawa mobil sendiri-sendiri. Ada apa?"
Chleo tersenyum puas mendengarnya. "Bibi Fefe, Paman Ben, aku akan bersama Axel dan berpisah saat ini juga. Terima kasih sudah menjagaku selama ini."
"Tapi…" kami ingin berbincang-bincang dengan pemuda tampan itu. Itulah kalimat yang hendak diucapkan Felicia. Namun kalimatnya terhenti ketika Chleo langsung memeluknya dengan cepat lalu bergantian memeluk Benjamin dan Evie.
"Sampai ketemu di ajaran semester baru." Pamit Chleo cepat setelah mengecup pipi Evie lalu menarik lengan Axel yang turut membantu Chleo membawa barang-barangnya.
"Ah, sayang sekali. Kenapa dia malah melarikan diri?" Felicia kecewa karena tidak bisa mengorek informasi mengenai pemuda itu agar dia bisa melaporkannya pada Vincent.
Yup. Betul sekali. Diam-diam Vincent meminta bantuan Felicia untuk mencari tahu tentang Axelard tanpa harus menyewa detektif. Dia tidak mau mengambil resiko data-data yang dikumpulkan oleh detektif akan ketahuan oleh Chleo.
Apakah Chleo tidak mengetahui rencana ayahnya? Tentu saja tidak, tapi dia merasa curiga bahwa ayahnya telah meminta bantuan pada Felicia yang telah menjadi sahabatnya semenjak kecil. Karena itulah Chleo tidak ingin mengambil resiko dengan mempertemukan Felicia dengan Axelard.
Untungnya bandara Seattle hari itu cukup ramai sehingga tempat parkiran antara mobil Axel dengan Dexter agak berjauhan dan Chleo tidak perlu berhadapan kembali dengan Felicia.
Chleo membiarkan Axel menaruh barang-barangnya di bagasi mobil. Sambil menunggu dia memperhatikan penampilan pemuda itu. Pria itu memakai mantel bewarna hitam sepanjang lutut dengan kaos polos yang senada. Axel tidak mengancing mantelnya meningkatkan pesonanya.
Kulit wajah serta tangannya yang putih seperti salju serta bibir merah seperti delima dan rambut hitam pekat seperti batu mulia yang berharga. Chleo jadi teringat dengan tokoh yang ada di film yang pernah dilihatnya. Tokoh tersebut adalah seorang vampire yang memiliki kulit putih pucat serta rambut hitam yang pekat. Jangan lupakan bibir merahnya yang sangat mencolok serta kulit yang super dingin.
Axelard saat ini persis seperti tokoh vampire di film yang pernah dilihatnya.
[author: terlalu banyak nonton film vampire, ah :woman_facepalming::woman_facepalming:]
Jrep! Terdengar suara pintu bagasi yang ditutup disusul dengan sepasang mata biru safir yang indah menatap lurus kearah matanya membuat Chleo gelagapan. Ditambah lagi senyuman miring pria itu membuatnya merasa malu luar biasa.
Wajahnya terasa panas seperti kepiting rebus dan langsung mengalihkan perhatiannya asal-asalan.
Ah! Sungguh memalukan! Lagi-lagi dia kepergok sedang memuja pria itu!!