Tinggal Bersama
Tinggal Bersama
"Lalu saat perayaan ulang tahun Melodie dan Harmonie, kami mengadakan permainan untuk mengerjai orang dewasa. Ada permainan dimana para istri akan ditutup matanya lalu mengikuti arahan suami mereka untuk mendadani wajah para suami. Hasilnya sungguh epic sekali. Wajah para pria dewasa yang bertubuh kekar dan besar penuh dengan belepotan lipstick dan juga eye liner." Chleo tertawa lepas sambil bercerita.
Axel juga ikut tertawa disaat bersamaan merasa lega dia belum menikah dan tidak memiliki keponakan seperti Chleo. Kalau tidak… dia sama sekali tidak bisa membayangkan wajahnya akan belepotan dengan make up.
Mereka masih tertawa dengan geli hingga Axel mengajukan usulan yang sangat mengejutkan.
"Chleo, bagaimana kalau mulai sekarang kau tinggal di tempatku?"
"Ah?"
"Aku tidak ingin kau tinggal sendiri disana. Waktu itu masih ada adikmu jadi aku membiarkannya. Tapi kini adikmu ada di New York dan beberapa hari yang lalu ada kabar penculikan dan pemerkosaan didaerah rumahmu. Aku merasa tidak tenang jika kau tinggal disana sendirian."
"Tapi… itu… Hhhh…" Chleo tidak tahu harus berbicara seperti apa untuk menolak pria itu.
Semenjak dia mengerti arti pacaran dan menikah, orangtuanya sering memberinya nasihat untuk tidak memberikan dirinya seutuhnya pada seorang pria jika belum menikah dengan resmi.
Padahal di zaman sekarang ini, apalagi di Amerika sini, semuanya bebas tinggal bersama siapa saja. Teman-temannyapun sudah ada yang memiliki rumah sendiri dengan kekasihnya. Tapi ayahnya yang terlalu kolot dan tidak ingin anak-anaknya melanggar prinsip keluarga.
Apapun yang terjadi, pasangan tidak boleh tinggal satu atap apalagi satu kamar dan melakukan hubungan suami istri. Bagi ayahnya itu merupakan tindakan memalukan dan dosa karena memberikan kesucian di waktu yang salah. Kata ayahnya, melakukan hubungan suami istri di malam pertama pernikahan terasa jauh lebih manis dan berkesan daripada melakukannya karena nafsu… dan itu sebelum menikah.
Axel mungkin memang tidak mengatakannya secara langsung, tapi dengan mengajaknya tinggal bersama… bukankah berarti cepat atau lambat mereka akan melakukannya juga?
"Kau tidak mau tinggal ditempatku?"
Tubuh Chleo menegang mendengarnya.
'Kau tidak mau tinggal bersamaku?'
'Sebenarnya kau mencintaiku apa tidak?'
'Buktikan kalau kau memang mencintaiku, karena aku ingin 'melakukannya' denganmu sekarang juga.'
Dialog-dialog yang mirip pernah dibacanya di novel-novelnya. Jika sang tokoh perempuan menerimanya, maka kesucian yang dijaganya selama ini akan menghilang sia-sia karena cepat atau lambat tokoh pria tersebut akan mengkhianatinya.
Namun bila tokoh perempuan menolaknya, maka hubungan mereka berakhir saat itu juga karena tokoh pria memutuskan hubungan mereka.
Apa yang harus dia lakukan?
Dia masih memegang prinsip keluarganya yang kini sudah tertanam dalam lubuk hatinya disaat bersamaan dia tidak ingin pria itu mengakhiri hubungan mereka. Mereka bahkan belum bersama selama setengah tahun! Mana mungkin Chleo membiarkan hubungan mereka berakhir begitu saja?
"Uhm… apakah tidak terlalu cepat? Maksudku, kita baru bersama selama dua bulan. Itu… menurutku ini masih terlalu cepat." Chleo berusaha memberi pengertian pada kekasihnya. Dia berharap pria itu bisa mengerti isi hatinya.
"Terlalu cepat? Apa yang sedang kau bicarakan?" sayangnya Axel sama sekali bingung kemana topik pembicaraan ini mengalir.
"Kau tahu…itu… Biasanya kalau ada dua orang dengan berbeda gender tinggal seatap, pasti akan ada 'itu'. Kau tahu maksudku kan?"
"…" sudut bibir Axel berkedut mulai mengerti apa yang sedang dipikirkan gadis yang duduk disebelahnya. Jelas sekali gadis ini telah salah paham. Parahnya, Axel tidak berniat meluruskan salah paham ini dan malah berpura-pura tidak mengerti. "Apa maksudmu? Apa 'itu'? Memangnya apa yang salah?
"Ya, 'itu'… kau tahu maksudku, kan? Yang dilakukan sepasang kekasih biasanya."
"Memangnya apa yang dilakukan sepasang kekasih? Bergandengan tangan seperti ini? Atau seperti ini?" Axel mengangkat tangan Chleo yang digenggamnya lalu diarahkan ke wajahnya untuk mengecupnya dengan sangaaaat lama membuat Chleo menahan napas.
Tidak berhenti sampai disitu, Axel membuka telapak tangan Chleo lalu menempelkannya ke pipi kanannya. Chleo sendiri terasa seperti terhipnotis dan sama sekali tidak melawan. Bagaimana bisa melawan kalau orang yang dicintainya menikmati sentuhan tangan kulitnya dengan begitu khidmat?
"Tanganmu lembut sekali. Aku sangat menyukainya."
Degdegdegdegdegdegdegdegdegdeg
Sungguh tidak adil sekali! Bagaimana bisa pemuda itu membuat jantungnya berdebar-debar seperti ini?! Dia juga ingin membuat pria itu mengalami apa yang dirasakannya selama ini. Gerutu Chleo dalam hati tanpa bisa memikirkan rencana untuk menyerang balik.
"Jadi, apakah yang seperti ini yang kau maksud?"
"Bukaaan."
Deg! Suara rajukan nan manja yang keluar dari mulut Chleo mengambil napasnya seketika. Astaga! Gadis ini sungguh menggemaskan sekali!
Axel semakin menekankan tangan Chleo ke pipinya, sementara kepalanya bergerak-gerak sedikit seperti sedang mengelus telapak tangan Chleo. Dia sengaja melakukannya karena dia tahu tindakannya ini sangat membuat Chleo semakin tidak berkutik.
Dan memang benar dugaannya. Chleo menggigit bibir dengan frustrasi. Dia merasa dia tidak akan pernah bisa menang melawan kekasihnya ini. Sepertinya dia harus mengucapkan maksudnya dengan sejelas-jelasnya agar pemuda ini bisa mengerti kalimat ambigunya.
"Yang kumaksudkan adalah ketika seorang pria dan wanita melakukan sesuatu yang dilarang saat didalam kamar yang sama. SEX! Yang kumaksudkan adalah mereka akan melakukan sex ketika tinggal bersama."
Axel terperanjak kaget sama sekali tidak mengira akan mendengar kata 'sex' dari bibir Chleo yang polos. Kemudian tawanya lepas begitu saja sampai-sampai dia harus melepas tangan Chleo untuk memegangi perutnya yang ikut berguncang.
"Kenapa kau tertawa? Apakah kau menertawakanku?"
Axel masih belum berhenti dari tawanya dan dengan susah payah pula dia harus fokus pada jalanan membuatnya nyaris tergoda untuk mengaktifkan auto drive.
"Apa kau sedang mempermainkanku?" gerutu Chleo sengaja menggunakan nada jengkel menunjukkan dia sedang marah.
Pada akhirnya dia memencet tombol auto drive di mobilnya karena tidak ingin mengambil resiko kecelakaan. Apalagi jalanan saat ini dipenuhi dengan salju membuat jalan raya menjadi licin dan rawan kecelakaan.
Dia juga tidak ingin gadisnya lebih marah dari ini dan memutuskan untuk meluruskan salah paham ini.
"Chleo, yang kumaksudkan kau bisa tinggal di apertemenku. Jaraknya dekat dengan kantor. Tapi, kalau kau ingin tinggal di mansion bersamaku, aku juga tidak keberatan. Hanya saja, aku memikirkan kau pasti akan capek sekali jika harus pulang pergi antara mansion dengan kantor. Perjalanan satu kali saja memakan hampir dua jam, aku tidak ingin kau jatuh sakit."
Seketika wajah Chleo memerah menyadari dia telah salah paham.
"Jadi… tenang saja. Aku tidak akan mengajakmu tinggal bersamaku hingga kita menikah nanti."
Chleo tercengang mendengarnya. Benarkah itu? Pria itu tidak akan seperti pemuda lainnya yang pasti akan mengajak pasangannya untuk tinggal bersama padahal belum menikah? Apakah dia sedang bermimpi?
Siapa yang menyangka dia akan bertemu dengan seorang pria yang begitu ideal sesuai dengan keinginannya? Kini kepercayaan dirinya menjadi berkali lipat. Dia yakin, ayahnya pasti akan menerima Axel. Dia yakin ayahnya pasti akan merestui hubungan mereka.
Hati Axelard meleleh seketika saat melihat tatapan Chleo yang dipenuhi dengan sejuta cinta. Sebelumnya gadis itu memang memandanginya dengan penuh kagum dan cinta, tapi saat ini pandangan gadis itu tampak lebih bersinar-sinar seolah kekaguman gadis itu terhadapnya meningkat berkali lipat ganda.
Tanpa disadarinya, Axelard mengarahkan sebelah tangannya mengelus sebelah pipi dengan lembut. Jarinya mengelus dari alis mata Chleo turun ke bulu matanya yang lembut membuat Chleo tertawa geli, turun terus ke hidung hingga ke bibirnya.
Begitu kulit jarinya bersentuhan dengan bibirnya, kedua jantung mereka seakan berhenti.
"Aku memang bilang tidak akan melakukannya sebelum kita menikah. Tapi... apakah aku boleh menciummu?"
Chleo merasa sulit bernapas karena jantungnya kembali liar. Kepalanya terasa pusing disaat bersamaan merasakan euphoria yang hebat. Tanpa sadar Chleo menganggukkan kepalanya memberi izin pada pria itu.
Mendapatkan izin darinya, Axel memajukan wajahnya… lalu…