Pilihan Absurb (2) + Spin Off
Pilihan Absurb (2) + Spin Off
Untung saja Chleo bisa menghindari pertanyaan absurd pria itu. Dia memakai senjata andalannya yaitu memasang wajah memelas yang pastinya membuat siapapun tidak akan tahan dan pasti akan mengabulkan keinginannya. Untuk sementara waktu dia bisa menghindarinya dengan menggunakan alasan dia telah lapar.
Dia yakin Axelard pasti sudah lupa akan pilihan yang diajukannya dan setelah ini pasti akan mengantarnya pulang.
Sayangnya, apa yang direncanakan Axel jauh seperti apa yang diduganya. Pria itu sudah sangat mengerti cara Chleo tiap kali ingin membuat seseorang menuruti kemauannya. Untuk saat ini Axel memang tampak mengalah, tapi sebenarnya, dia masih belum menyerah. Lagipula wajah kebingungan gadis itu sangat menggemaskan membuatnya tidak bosan menggodanya.
Tidak lama setelahnya, Axel muncul dengan membawa dua mangkuk dengan menu Mediteranian. Menu ini berisi quinoa, telur rebos, buncis serta wortel dan saos yogurt Yunani buatannya sendiri.
Quinoa adalah biji-bijian yang berasal dari tanaman Chenopodium quinoa. Quinoa ini tinggi akan protein, kandungan lemak tak jenuh, kaya serat dan mengandung berbagai mineral dan vitamin yang dibutuhkan tubuh.
Chleo jarang makan menu mediteranian dan ini akan menjadi pertama kalinya dia makan Mediteranian ala Axel.
Setelah menata meja makan, keduanya duduk bersebelahan lalu menikmati makanan mereka.
Chleo yang terlebih dulu menyuap satu sendok makanannya sementara Axel memandanginya dengan tatapan was-was.
"Bagaimana? Apakah rasanya enak?"
"Hmmmm…" Chleo tidak menjawabanya dengan kata-kata, tapi mimiknya serta desahan nikmatnya sudah jelas memberikan jawabannya. Axel tersenyum geli melihat ekspresi lucu dari gadisnya.
"Ini sangat enak, aku tidak pernah makan seenak ini seumur hidupku. Kau memang yang terbaik." puji Chleo sembari mengacungkan kedua jempolnya ke arah Axel.
"Aku tahu ini bukan makanan terenak, tapi terima kasih sudah memujiku." Axel mengelus belakang kepala Chleo dengan lembut lalu melanjutkan makanannya.
Memang benar, ini bukan makanan terenak yang pernah dia makan. Dia pernah makan makanan yang jauh lebih enak dari ini bersama keluarganya saat mereka pergi liburan ke Italia. Namun jenis perasaannya sangatlah berbeda.
Masakan yang dimakannya di Italia berasal dari chef terbaik di dunia dan memang dibayar untuk menyajikan masakan terenak dan terlezat yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Sementara Axelard memasak khusus untuknya.
Tentu saja jenis perasaannya berbeda. Meskipun dia mengaku mediteranian tidak lebih enak dari restoran di Itali, tapi dia jauuuuuh lebih memilih masakan kekasihnya. Kalau disuruh memilih untuk memakannya ulang, dia akan memilih menu mediteranian ini daripada menu masakan di Itali.
"Tapi aku tidak berbohong saat aku mengatakan kau yang terbaik. Aku lebih memilih makan buatanmu daripada makan buatan orang lain."
Axel sama sekali tidak mengira akan mendengar pengakuan indah yang begitu tulus dari gadis itu. Ah, bagaimana bisa gadis ini selalu memberinya kejutan demi kejutan yang menyenangkan?
"Apa kau sedang membujukku untuk memasak lagi untukmu besok malam?"
"Ah?" tuan muda Axelard, bagaimana bisa kau mengubah kalimatku menjadi seperti sebuah permintaan egois? "Tidak… itu… Berhentilah menggodaku." keluh Chleo dengan cemberut kemudian menghabiskan makanannya dengan cepat.
"Aku tidak sedang menggodamu. Ngomong-ngomong, kapan kau akan memberiku ciuman?"
Uhuk, uhuk, uhuk. Chleo tersedak makanannya dan terbatuk hebat. Dengan sigap Axel menyerahkan segelas air untuknya sambil menepuk punggung Chleo dengan lembut.
"Kau baik-baik saja? Apakah pertanyaanku sungguh mengejutkan?"
Sepasang mata Chleo agak berkaca-kaca karena terbatuk dengan keras bercampur dengan frustrasinya karena tampaknya kekasihnya tidak akan berhenti menggodanya hingga mendapatkan apa yang diinginkannya.
"Apakah aku harus memilih?"
"Tentu saja. Bukankah kau bilang kau kecewa karena aku tidak jadi menciummu, itu sebabnya aku memberimu pilihan bagus."
Pilihan bagus!? Lagipula tidak ada yang memintanya untuk memberinya pilihan??!!
"Axe, sebelum aku muncul, apakah kau pernah menjalin hubungan dengan gadis lain?"
"Tidak. Kau yang pertama." Axel tetap menjawabnya meskipun agak bingung dengan pertanyaan tiba-tiba ini. Dia mulai merasa curiga Chleo sengaja ingin mengalihkan pembicaraan mereka.
"Kau bohong. Bagaimana bisa kau begitu ahli menggoda wanita seperti ini?"
Axel tertawa mendengar nada meranjuk yang manja dari kekasihnya. Dia mencapit dagu Chleo dan menggoyangkannya dengan gemas. "Itu karena kau begitu tak tertahankan."
Artinya, pria itu suka menggodanya?!
"Kau menyebalkan!"
Axel terkekeh geli dan memutuskan untuk berhenti menggodanya sebelum gadis itu benar-benar akan merasa jengkel terhadapnya. Mereka menghabiskan makanannya dan Chleo membantu Axel membersihkan piring serta mangkuk yang kotor.
Disaat bersamaan ada banyak pasang mata yang mengawasi interaksi pasangan tersebut.
"Jika master yang melakukannya sendiri, apa gunanya kita disini?"
"Benar. Lagipula kan kita memiliki mesin pencuci piring otomatis. Mengapa mereka tidak masukkan saja ke mesin tersebut? Kenapa harus mencucinya secara manual?"
"Masa kau tidak tahu rasanya menjadi anak muda? Master pasti ingin melakukan segalanya bersama orang yang dicintainya. Melakukan hal sepele seperti mencuci piring tidak akan menyenangkan kalau langsung memasukkannya ke dalam mesin otomatis."
"Ah, mereka sungguh pasangan serasi sekali. Yang satu tampan, yang satu cantik. Mereka tampak seperti tokoh di drama-drama romantis. Mereka pasti langsung diterima di dunia acting jika mereka mendaftar ke perusahaan perfilman."
"Aku mendengar kalian."
Kalimat pendek Axelard membuat para pelayan yang sedang bergosip terkesiap.
"Sepertinya kalian kekurangan pekerjaan, apakah ingin aku menambah tugas kalian?"
"Tidak." jawaban yang serempak keluar dari para pelayan perempuan tersebut dan langsung menghambur keluar untuk mencari sesuatu yang bisa dikerjakan mereka.
Axel hanya menggeleng-geleng saja. Semenjak kedatangan Chleo kemari, para pelayannya tidak berhenti bersenandung gembira. Mereka bahkan menggumbar sesuatu yang tidak masuk akal. Mereka bilang mansion yang dulunya tampak muram dan kesepian ini kini penuh bewarna semenjak kedatangan Chleo.
Yah, dia memang merasa tidak keberatan dengan antusias para pelayannya. Dia sendiri juga merasa bahagia dan tidak lagi merasa kesepian semenjak bertemu dengan Chleo. Tapi dia berharap mereka tidak bergosip dengan kencang membuat gadisnya menjadi salah tingkah.
Axel tertawa kecil. Sejujurnya, dia agak menikmati rona merah Chleo yang kini salah tingkah karena mendengar gossip para pelayannya.
"Kau tahu, kau tidak harus mencium bibirku jika kau malu."
Chleo nyaris saja menjatuhkan piring dari tangannya ketika mendengar kalimat itu. Pria ini masih belum menyerah juga!!
Apa boleh buat kalau begitu. Chleo membilas piring tersebut dengan air, lalu mengelapnya hingga kering. Setelah meletakkan piring ke rak piring, Chleo mendekati Axel yang masih fokus pada aktivitasnya. Dia menarik sedikit pundaknya lalu…
Cup!
Sepasang bibir mungilnya mendarat sempurna ke pipi pemuda itu membuat Axel tercengang. Sebenarnya dia sama sekali tidak mengharapkan Chleo benar-benar menciumnya. Dia hanya menggodanya dan ingin melihat ekspresi kebingungan yang imut pada gadis itu.
Siapa yang menyangka, dia akan mendapat kecupan sungguhan!
"Terima kasih atas makanannya." ucap Chleo dengan senyuman lebar namun wajahnya sangat, sangat merah karena merasa malu luar biasa.
Jika dalam keadaan normal, Axel akan merasa bahagia dan mungkin malah akan menggodanya lebih lanjut. Tapi sebaliknya, dadanya terasa sempit dan kepalanya diserang sakit luar biasa. Sepertinya dia pernah mengalaminya sebelumnya. Mengapa dia merasa de javu?
Muncul sebuah bayangan anak kecil berambut hitam tiba-tiba naik ke sebuah kursi. Dia ingat dirinya takut anak itu akan terjatuh dan segera menghampirinya untuk menjaga keseimbangan anak tersebut. Lalu…
Cup! 'Terima kasih atas makanannya.'
Sinar mata yang sama, senyuman yang sama. Tanpa ia sadari dia mematikan segala inderanya yang lain dan memusatkan tenaganya untuk melihat wajah anak itu dengan jelas. Ternyata dia berhasil menerobos segel pertahanan yang mengunci ingatannya dan melihat wajah anak berambut hitam itu.
Anak itu adalah… Chleora!?
Nyut!!
Axel memegangi kepalanya yang diserang rasa sakit luar biasa dengan kedua tangannya. Suara terakhir yang dia dengar adalah Chleo yang memanggil namanya sebelum dia jatuh masuk ke dalam kegelapan… sekali lagi.
~~~~~***~~~~~
SPIN OFF - BUTLER MASTER X
Seorang kepala pelayan di mansion tempat raja biru tinggal tidak berhenti tersenyum di tiap kesempatan. Bagaimana tidak?
Semenjak dia kecil dulu dia telah diceritakan oleh kedua orangtuanya mengenai sang raja biru. Dia juga diajarkan apa saja yang harus disiapkan dan cara bagaimana melayani salah satu penguasa alam tersebut.
Terlahir sebagai pelayan yang setia namun menggunakan identitas keturunan bangsawan buatan, tentunya membuat sang kepala pelayan ini merasa tersanjung dan tidak ingin mengecewakan tuannya.
Hanya saja tidak semua orang memiliki kehormatan untuk melayani sang raja biru. Jika seandainya raja biru memutuskan tinggal di Jepang, maka pelayan yang sudah menanti di Amerika tidak akan bisa memiliki kesempatan untuk bertemu dengan raja biru secara langsung.
Kini sang raja biru memutuskan untuk tinggal di Amerika selama beberapa tahun kedepan, sehingga para kerabat Hammilton yang selalu menanti kedatangan raja biru di berbagai tempat harus bersabar. Ada juga yang tidak pernah bertemu dengan raja biru hingga akhir kehidupannya, tapi anak merekalah yang akan bertemu.
Lagipula Axelard selalu berpindah tempat tiap tiga puluh tahun sekali. Biasanya dia akan menyamar menjadi anak remaja ingusan berusia tujuh belasan tahun karena memang wajahnya sangat cocok untuk menjadi anak remaja.
Disaat dia berusia pertengahan dua puluhan barulah dia akan memakai pakaian yang modis yang menunjukkan usia dua puluhan. Pada pertengahan tiga puluh, barulah dia memasang ekspresi tegas nan mengintimidasi membuat kesan bahwa dia sudah mencapai kepala tiga.
Barulah disaat pertengahan empat puluh dia akan memakai beberapa make up untuk mengurangi wajah mudanya dan lebih terlihat menua seperti manusia umumnya.
Ketika dia sudah tidak bisa lagi menutupi wajahnya yang nyaris tidak pernah berubah, barulah dia akan berpindah tempat yang sangat jauh dan berganti identitas dan mengulang lagi masa sekolahnya di usia tujuh belas tahun.
Tempat jauh yang menjadi tujuannya itulah yang akan menjadi tempat yang beruntung. Karena kerabat Hammilton yang disana yang akan melayani sang raja biru sementara yang lainnya harus menunggu tiga puluh tahun kemudian atau lebih lama dari itu jika raja biru tidak memilih negara yang ditinggalinya.
Kepala pelayan yang sudah berusia hampir enam puluh tahun ini merasa bersukacita akhirnya bisa melayani sang raja biru secara langsung. Dia pernah bertemu dengan raja biru hampir lima puluh tahun yang lalu saat raja biru mengunjungi Amerika selama beberapa bulan.
Kala itu yang melayani raja biru adalah ayahnya dan dia hanyalah anak kecil yang masih perlu banyak belajar mengenai raja biru. Semenjak kecil dia memiliki impian ingin melayani sang raja biru saat dewasa nanti. Namun seiring berjalannya waktu, harapannya semakin redup bersamaan mengerti akan satu hal.
Jika raja biru telah muncul di sebuah negeri walau hanya sebentar, raja biru tidak akan muncul di negeri yang sama hingga satu abad kedepan. Itu sebabnya dia sama sekali tidak mengharapkan kehadiran sang raja biru di Amerika sini.
Tapi siapa yang menyangka, tahun lalu dia mendapat kabar dari Rothbert Hammilton di London, bahwa raja biru akan tinggal di Amerika selama beberapa tahun kedepan. Raja biru ingin tinggal di Seattle karena tempat itu dikeliling air, gunung serta hutan.
Seattle memang sudah sangat terkenal akan perairannya serta olahraga air. Tempat yang sangat pas untuk dirinya sebagai raja biru.
Karena itulah sang kepala pelayan ini langsung mencari sebuah mansion yang sesuai selera raja biru di pinggir kota yang jumlah penduduknya tidak begitu padat.
Saat pertama kalinya raja biru datang ke mansion tersebut, raja biru menggunakan nama Axelard berusia tiga puluh satu. Walau agak sedikit kecewa karena waktunya untuk melayani Axel hanya singkat, sang kepala pelayan tetap merasa terhormat. Setidaknya sebelum dia meninggalkan dunia ini, dia masih bisa melayani disisi raja biru.
Hanya saja, sosok pria mengagumkan dihadapannya ini sangat berbeda apa yang diingatnya. Saat raja biru datang berkunjung ke Amerika, dia ingat dengan jelas pemuda itu sangat murah senyum dan ramah pada semua orang.
Tapi sekarang… Axelard tidak pernah tersenyum dan suhu ruangan dalam mansion menjadi turun dengan drastis. Para pelayan sampai kewalahan menaikkan alat penghangat ruangan karena Axel akan memasang muka seram jika merasa dirinya gerah. Sementara para pelayan akan mati kedinginan jika mereka tidak menyalakan alat penghangat tersebut.
Alhasilnya, mereka semua memakai jaket tebal dan celana kain tebal ketika bekerja didalam ruangan. Untungnya Axel tidak pernah keberatan akan penampilan 'seragam' baru mereka yang terlihat sangat tidak cocok dengan mansion megah ini.
Lalu suatu hari, tuannya membawa seorang gadis jelita berambut hitam bersamanya. Hari itu tuannya tidak berhenti tersenyum dan secara ajaib suhu ruangan tidak terlalu dingin sehingga mereka tidak perlu menyalakan alat penghangat ruangan.
Semakin hari sang raja biru pulang dengan membawa hawa positif serta senyuman lebar seolah tiap hari tuannya mengalami kejadian yang sangat bagus.
Beberapa bulan kemudian, sang kepala pelayan menyaksikan sisi lain dari tuannya yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.
"Kalau begitu aku akan memberimu tiga pilihan. A, kau yang menciumku. B, sama seperti A, C sama seperti B. Atau D aku tidak akan mengantarmu pulang malam ini jika kau tidak memilih diantara ketiganya."
Sang kepala pelayan tertawa kecil mengetahui ternyata raja biru yang dikiranya adalah sosok figur yang dewasa dan keren bisa mengumbar kalimat yang absurd. Dia bahkan merasa lebih tersanjung lagi karena dia bisa bertemu dengan cinta sejati raja biru.
Ah, Master X. Saya harap anda akan bahagia dan bisa hidup menua bersama nona cantik ini. Itulah doa sang kepala pelayan tersebut.