My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Kendrich Marah



Kendrich Marah

0PLAK!!     

Suara tamparan yang sangat keras terdengar hingga ke telinga anak-anak remaja yang baru saja keluar dari air untuk mencari tahu sumber teriakan beberapa saat lalu.     

Diego serta Theo sangat terkejut melihat ekspresi Evie yang sangat mengerikan dan juga seorang wanita setengah berbaring di lantai sambil memegang sebelah pipinya. Apakah barusan Evie menampar wanita itu?     

"Hadley? Bagaimana kau bisa ada disini?" Diego merasa keheranan saudara sepupunya dari pihak ayahnya ada di pulau sini. Seingatnya hanya ada keluarga besar ibunya saja yang berada di pulau ini.     

"Meli! Ada apa dengan tanganmu?"     

Suara panik dari Kenken menggugah lamunan Diego serta lainnya. Pandangan mereka langsung berpusat kearah dua gadis mungil yang tengah berpelukan dengan sinar mata ketakutan.     

Secara serempak semuanya mengelilingi dua anak itu dengan protektif dan Theo menyembunyikan adik perempuannya di belakang punggungnya. Meskipun bukan Priscilla yang terluka, tapi dia merasa marah melihat kedua adik sepupu termudanya terluka.     

Terdapat goresan panjang merobek kulit pada tangan kanan Meli sementara ada bekas biru memar pada sudut bibir Moni. Siapa lagi yang melukai keduanya kalau bukan wanita asing yang tidak pernah ditemuinya?     

"Meli, bagaimana tanganmu bisa seperti ini?" Priscilla mengelus tangan kanan Meli yang terluka dengan lembut.     

Meli menggunakan tangan kirinya lalu menunjuk ke arah sepatu yang dipakai Hadley yang kini masih dalam keadaan syok hebat. Awalnya Meli tidak ingin memperbesarkan masalah luka tangannya ini. Tapi karena wanita itu sudah memukul dan mendorong Harmonie, sepupu terdekatnya, maka Meli tidak lagi ingin melepaskan wanita itu.     

Lagipula, dia mendapat dukungan dari para kakak sepupunya. Dia yakin, mereka akan membela dan mendukungnya.     

Dan memang benar, begitu mereka mengetahui penyebab luka goresan serta ada tanda lingkaran merah di punggung tangan Meli adalah hak lancip pada sepatu wanita itu, semuanya memandang Hadley dengan amarah.     

Bahkan Kenken yang tidak pernah merasakan marah sebelumnya menatap ke arah Hadley dengan tatapan membunuh. Orang dewasa akan mengira tatapan itu adalah tatapan milik Kinsey karena sinar mata Kenken mewarisi tatapan tajam dari sang ayah.     

"Diego, bagaimana kalau kau memanggil kakakmu kemari? Priscilla, bawa anak-anak untuk diobati dan membersihkan diri. Theo, bawa lainnya untuk mandi lalu berkumpul di area bersantai. Aku akan menemui kalian disana." dengan cekatan, Evie memberi perintah pada adik-adiknya untuk segera kembali.     

Diego menurutinya dan langsung menghubungi kakaknya serta membantu Theo mengarahkan adik-adiknya ke kamar khusus untuk mandi dan berganti baju.     

Theo memberi antiseptik dan obat luka pada tangan Meli sementara Priscilla memberi obat salep memar pada sudut bibir Moni.     

"Paman Kinsey dan Paman Stanley pasti tidak akan suka ini."     

"Tentu saja. Mana ada orang tua yang suka melihat anaknya terluka." sambung Theo menanggapi kalimat adiknya berusaha menyamarkan nada jengkelnya.     

Dia tidak habis pikir bagaimana bisa ada orang yang begini tega memberi luka pada dua anak kecil seperti ini.     

"Apakah masih sakit?"     

Meli menggelengkan kepalanya sambil tersenyum cerah seperti biasanya. Sudah tidak ada lagi bekas ketakutan atau perasaan marah yang menghiasi sinar mata gadis mungil itu.     

"Bagaimana denganmu?" kali ini Priscilla bertanya pada Moni.     

"Sama sekali tidak sakit." sahut Moni dengan nada yang bangga.     

"Kenapa aku merasa kau bangga pada lukamu?"     

"Hehehe. Kata papa, bekas luka itu adalah sebuah kebanggaan! Aduh! Kenapa kau menjitakku?" omel Moni dengan cemberut karena Raymond menjitak keningnya.     

"Bekas luka itu adalah sebuah kebanggan bagi para pria. Bukan wanita. Memangnya kau ini lelaki?"     

"Lelaki atau perempuan tidak ada bedanya. Zaman sekarang ini semua orang sederajat." Bantah Moni tidak mau kalah membuat kedua kakaknya geleng-geleng pasrah.     

Diego yang melihat interaksi anak-anak tersebut tersenyum lega. Setidaknya tidak ada luka yang serius dan juga keduanya memiliki hati yang kuat sehingga tidak mudah ditindas orang. Apalagi oleh orang seperti Hadley.     

Lagipula, apa yang dilakukan Hadley disini? Apakah mungkin keluarga Ewald datang kemari? Kenapa dia tidak tahu?     

Pasti orangtuanya sengaja menutupi kedatangan mereka darinya.     

Diego memandangi satu per satu sepupunya untuk memastikan suasana hati mereka telah membaik. Dan mereka semua memang mulai membaik. Ada yang bermain game konsol, ada juga yang membaca komik.     

Namun ada satu yang bermuka masam. Bukan. Bukan hanya masam, tapi auranya juga sangat dingin dan ekspresinya sungguh sangat mengerikan. Ekspresinya sama sekali bukan seperti seorang anak berusia sebelas tahun.     

"Hei, jagoan kecil. Kenapa kau memasang ekspresi seperti itu? Kalau Meli melihatnya, dia pasti akan ketakutan."     

Dua alis Kendrich saling bertautan jelas tidak suka melihat adiknya takut padanya.     

"Kak Diego, sepertinya aku sedang sakit."     

Diego duduk disebelahnya untuk memegang kening anak lelaki tersebut. Tidak panas.     

"Sakit kenapa? Apa kau merasa pusing?"     

"Tidak."     

"Dimana kau merasa sakit?"     

"Disini." aku Kendrich sembari memegangi sebelah dadanya. "Tiap kali aku melihat tangan Meli, rasanya sakit disini. Apakah kak Diego pernah mengalaminya?"     

Sudut bibir Diego berkedut mendengar pertanyaan tersebut. Tentu saja dia pernah mengalaminya… di kehidupan yang lalu.     

Tiap kali dia melihat Chleo terluka ataupun sedih, dia merasa marah hingga dadanya terasa sakit. Dia menahan amarahnya dan tetap bersikap seperti adik yang manis dan ceria didepan kakaknya. Diego lepas kendali begitu orang itu membawa jenazah kakaknya. Diego meluapkan emosinya untuk pertama kalinya dan menghajar suami kakaknya babak belur.     

Tidak berhenti sampai situ, dia juga menyerang markas para anggota yang dicurigainya telah memberikan racun mematikan tersebut pada kakaknya. Tidak peduli apapun yang dilakukannya, menghajar, membunuh, tidak ada satupun yang bisa meredakan amarahnya.     

"Sepertinya kakak memang pernah mengalaminya." tebak Kendrich yang ternyata sedari tadi mengawasi perubahan ekspresi Diego. "Apa yang kakak lakukan? Bagaimana kakak menghilangkan rasa sakitnya?"     

Diego tersenyum lebar ketika menjawab pertanyaannya. "Aku akan mencari kak Chleo. Begitu melihat kak Chleo aku akan menghilangkan rasa marahku karena aku tahu kak Chleo tidak suka melihatku marah-marah. Kenapa kau tidak mencoba mendekati Meli? Sambil mengubah ekspresimu ini. Dia pasti akan ketakutan kalau melihat kakaknya seperti monster."     

Benar. Alasan mengapa Diego bisa menahan emosinya karena masih ada Chleo disisinya. Itu sebabnya begitu Chleo meninggalkan dunia ini, tidak ada lagi yang menjadi alasan untuk menahan emosinya. Dia lepas kendali dan menghajar semua orang yang menghalanginya untuk menyelidiki dalang pembunuhan kakaknya. Bahkan ayahnya sekalipun tidak sanggup menghentikannya kala itu.     

Kendrich melirik ke arah adiknya yang masih dikeliling oleh si kembar serta Celd dan Henrich beserta Moni yang duduk disebelah adiknya. Lalu dia bangkit dan berjalan menghampiri adiknya. Dia berusaha untuk tersenyum tapi matanya tidak bisa dialihkan dari tangan sang adik yang kini ditutupi dengan perban.     

Meli sadar kehadiran kakaknya dan merasa bingung karena ini pertama kalinya melihat kakaknya tampak murung. Biasanya Kendrich akan selalu tersenyum dan tertawa sambil bercerita banyak hal seolah anak itu tidak pernah kehabisan bahan untuk diceritakan. Meli baru sadar, semenjak kakaknya melihat tangannya, sang kakak menjadi pendiam.     

Meli melambaikan tangannya untuk menggugah perhatian kakaknya dari tangannya. Begitu perhatian Ken teralihkan, Meli mengundangnya untuk duduk disebelahnya dengan menepuk tempat kosong yang ada disebelah kanannya.     

Kendrich menurutinya dan matanya kembali pada tangan yang dibalut perban yang tadi menepuk tempat kosong tersebut.     

Apakah tidak merasa sakit? Ingin sekali Ken bertanya tapi takut mendengar jawabannya. Bagaimana kalau adiknya menjawab dia sedang kesakitan?     

"Kakak, aku baik-baik saja."     

Semua orang tanpa terkecuali, termasuk Kendrich bengong pada tempatnya.     

Melodie bicara?!     

"Aku baik-baik saja dan sudah tidak terasa sakit lagi. Jadi, jangan bermuka seperti itu."     

Aw… Melodie bicara demi menenangkan kakaknya yang sangat mengkhawatirkan lukanya.     

Kendrich sendiri merasa terharu adiknya yang super pelit bicara, kini berbicara demi menenangkannya. Sedetik kemudian senyuman mulai terlihat pada wajah Kendrich dan lainnya kembali berbincang-bincang dengan riang melupakan kejadian menyebalkan yang terjadi.     

Diego tertawa kecil melihat interaksi adik sepupunya. Ah, inilah yang dinamakan keluarga hangat dan penuh dengan sukacita. Di kehidupannya yang dulu dia tidak pernah bertemu dengan Kendrich ataupun Melodie karena kedua orangtua mereka tiada.     

Karena itu dia sangat bersyukur bisa hidup di kehidupan baru dan bertemu dengan mereka semua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.