My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Saatnya Aku Memberimu Pelajaran



Saatnya Aku Memberimu Pelajaran

3Diantara para saudara sepupu perempuan selain Chleo, hanya Priscilla yang bisa menyamai permainan anak lelaki. Sementara Moni dan Meli tidak begitu suka dengan permainan lelaki. Mereka lebih senang bermain permainan anak perempuan yang wajar.     

Karena sepupu mereka kebanyakan lelaki semua, Meli dan Moni sering main sendiri. Terkadang kakak-kakak mereka turut menemani mereka sebentar lalu lanjut bermain bola atau game konsol bersama sepupu mereka.     

Menurut mereka permainan boneka atau masak-masakan yang dilakukan Moni dan Meli sangat membosankan. Priscilla juga sudah tidak mau bermain yang terlalu anak-anak, apalagi jarak usia mereka cukup jauh dengan jarak lima tahun.     

Karena itu saat para anak remaja lelaki berenang dengan menciprati air sana-sini, Meli dan Moni menepi agak menjauh dari mereka agar mereka tidak tercipratan. Evie turut menemani mereka karena dia sendiri tidak terlalu dekat dengan anak-anak remaja tersebut. Jadi dia memilih untuk menemani dua gadis kecil yang paling muda tersebut.     

Anak-anak remaja lelaki berenang didaerah barat sementara Evie menemani dua adik sepupu termuda duduk di tepi kolam di bagian timur.     

"Kalian tidak ingin bermain bersama mereka?"     

"Meli tidak suka basah-basahan. Jadi aku menemaninya disini." jawab Moni dengan senyumannya yang khas. "Kau tidak bergabung dengan mereka?"     

Evie menggelengkan kepalanya. "Aku juga tidak suka basah-basahan. Lebih baik bermain di pantai daripada berenang disini."     

"Lalu kenapa kau ada disini?"     

"Tentu saja untuk menjaga kalian."     

Yah, memang benar. Evie serta Theo bertugas untuk menjaga mereka semua selama berenang disini sementara para orangtua tengah asyik menjemur diri di pantai.     

Padahal Evie dan Theo juga ingin sekali ke pantai, tapi si kembar dan Kenken merengek terus tidak ingin ke pantai dan berenang di kolam. Alhasil, semua anak-anak tidak ke pantai dan berenang didalam resort ini.     

Meskipun kecewa tidak bisa ke pantai, mereka tidak keberatan menemani mereka semua berenang disini. Lagipula liburan mereka masih panjang. Mereka bisa ke pantai besok atau lusa.     

"Hm… setelah mereka puas bermain, mereka pasti merasa lapar. Aku akan mengambil cemilan untuk mereka. Kalian mau ikut?"     

Meli menggelengkan kepalanya menolak ajakannya karena dia terlalu menikmati kakinya yang telah dia rendamkan ke dalam air hingga lututnya.     

"Bagaimana denganmu?"     

"Aku akan disini menemaninya."     

"Baiklah kalau begitu. Kalian tunggu disini ya. Kalau mau pergi ke suatu tempat, jangan lupa beritahu kak Theo atau kak Diego."     

"Kami juga tahu. Kami bukan anak kecil, ah," keluh Moni sambil memasang muka cemberut membuat Evie cekikikan.     

Tidak lama setelah Evie pergi tiba-tiba panggilan alam memanggil Moni.     

"Aduh, perutku sakit. Aku ke kamar mandi dulu ya."     

Meli menggangguk pelan dan membiarkan Moni masuk ke toilet yang jaraknya tidak jauh dari tempat kolam renang.     

"Hei, semuanya! Siapa yang mau lihat kontes menahan napas dalam air antara kak Theo dengan si kembar R?"     

Meli langsung menegakkan tubuhnya mendengar itu. Sementara lainnya yang menyebar ke seluruh sudut kolam berenang mendekat ke arah Theo dan si kembar untuk menyaksikan kontes menahan napas.     

Melodie juga ingin melihat kontesnya, tapi dia terlalu malas untuk bergerak. Lagipula bukan kakaknya yang ikut kontes tersebut, jadi tidak masalah jika dia tidak mendekat. Sayang sekali, sepupu terdekatnya harus pergi ke kamar mandi disaat-saat seperti ini. Dia pasti akan senang sekali melihat kedua kakaknya bertanding dengan kak Theo.     

Meli terlalu asyik menyaksikan kontes menahan napas sambil menghitung dalam hati seolah menghitung jalannya detik jam. Dia sendiri juga merasa penasaran berapa lama ketiga saudara sepupunya bisa menahan napas didalam air.     

Tidak sampai hitungan ke lima puluh, sebuah rasa nyeri yang tajam muncul dari punggung tangannya. Secara reflex dia langsung menarik tangannya tanpa tahu tindakannya malah mengakibatkan goresan pada punggung tangannya semakin panjang.     

Sebenarnya dia memang merasa sakit, tapi dia masih bisa menahannya. Sebaliknya dia merasa jengkel luar biasa. Dia menatap ke arah orang yang telah menginjak tangannya dengan hak tinggi.     

Tanpa perlu berpikir dia tidak perlu mendengar alasan bodoh apapun dari perempuan itu karena sama sekali tidak masuk akal memakai sepatu hak tinggi ke daerah kolam renang. Satu-satu kesimpulan yang ada adalah wanita itu sengaja menginjak tangannya!     

"Ah, maaf. Aku tidak sengaja menginjak tanganmu."     

Meli semakin marah mendengar permintaan maaf ini. Dia tidak pernah mendengar orang yang meminta maaf yang tidak tulus secara terang-terangan seperti ini. Apakah wanita ini meremehkannya hanya karena dia hanya anak kecil?     

Seumur hidupnya, dia tidak pernah terluka. Tidak ada yang berani menindasnya apalagi melukainya walau tidak sengaja. Semua orang yang berada didekatnya selalu bersikap hati-hati agar tidak menyinggung keluarga Alvianc, tapi wanita ini berani melukai tangannya?     

Dia yakin sekali jika ayahnya mengetahui hal ini, ayahnya pasti akan memberi pelajaran wanita ini.     

Meli masih memikirkan suasana liburan ini. Dia sangat menikmati kebersamaan bersama dengan saudara-saudaranya. Karena itulah dia memutuskan untuk tidak memberitahu ayahnya. Dia tidak ingin kemarahan ayahnya akan merusak suasana sukacita mereka.     

Itu sebabnya dia bangkit berdiri untuk menghampiri para kakak-kakaknya menghiraukan wanita tersebut. Setidaknya jika dia bersama para remaja lelaki, wanita itu tidak akan mengganggunya.     

Siapa yang menyangka, wanita itu malah menarik rambutnya membuatnya meringis kesakitan. Dan ketika dia hendak berteriak memanggil kakaknya, mulutnya didekap rapat-rapat dan tubuhnya ditarik menjauh dengan kasar.     

Setelah agak menjauh Meli merasakan tubuhnya terdorong dan punggungnya menabrak dinding dengan keras membuatnya mengeluh kesakitan. Ini pertama kalinya dia merasakan rasa sakit bertubi-tubi seperti ini. Baik tangan, punggung serta kepalanya terasa sakit semua.     

Walau dia sama seperti ayahnya memiliki toleransi terhadap rasa sakit sangat tinggi, dia tetap masih bisa meringis kesakitan dan nyaris mengeluarkan air mata.     

Namun dia sadar, wanita ini pasti akan merasa puas begitu melihat air mata sehingga Meli bertahan dan tidak membiarkan air matanya keluar. Dia hanya memandang penuh amarah dan benci ke arah wanita itu.     

"Apa lihat-lihat? Kau tahu siapa aku huh? Anak sepertimu tidak layak menatapku seperti itu!" sekali lagi Hadley menjambak rambut Meli dengan kasar sementara dua tangan kecil Meli berusaha menahan tangan wanita itu agar jambakannya tidak terasa terlalu menyakitkan.     

"MELI!!"     

Meli sudah memejamkan matanya semenjak dari tadi karena tidak ingin air matanya lolos dari matanya sehingga dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia mendengar suara Moni yang memanggilnya tapi masih belum berani membuka matanya.     

Ketika tangan besar yang menarik rambutnya terlepas dari cengkeramannya, barulah Meli membuka matanya untuk melihat apa yang terjadi.     

Matanya membelalak lebar ketika melihat kini Moni menggigit tangan wanita itu sekuat tenaga membuat Hadley berteriak penuh kesakitan.     

"AAAAAAAAAA!!!!"     

Hadley berusaha melepas gigitan Moni dengan mendorong tubuh anak itu sekeras mungkin membuat Moni terjatuh ke lantai dengan suara 'buk' yang keras. Meli langsung menghampiri sepupunya sambil berusaha membantu Moni untuk bangun dari lantai.     

"Ah, jadi kalian adalah saudara kembar rupanya. Saatnya memberi kalian pelajaran."     

Meli dan Moni saling melindungi dengan melingkarkan tangan mereka ke sepupunya berharap pukulan itu tidak akan mendarat ke sepupunya. Keduanya sama-sama memejamkan mata menanti rasa sakit itu datang, namun tidak datang juga.     

"Meli, Moni, katakan padaku. Apakah wanita ini yang membuat kalian terluka?"     

Kedua anak yang sedang saling berpelukan itu membuka mata secara serempak dan langsung berhembus lega ketika melihat Evie ada disana menahan lengan Hadley yang hendak memukul mereka.     

Tanpa ragu lagi dan merasa tenang, keduanya mengangguk kepala dengan cepat untuk menjawab pertanyaan Evie.     

"Kau salah besar nona manja. Saatnya aku memberimu pelajaran."     

PLAK!!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.