Menyebar Cepat
Menyebar Cepat
Chleo memandangi pesan singkat dari ponselnya sambil merenung. Entah sudah berapa kali dia mengambil napas panjang semenjak dia membaca pesan singkat tersebut.
Dia bertanya-tanya apakah dia harus membalasnya? Tentu saja dia harus membalasnya, lagipula ini adalah sapaan merayakan hari Natal. Sudah sewajarnya dia membalasnya.
Tapi mengapa pesan tersebut harus ditutup dengan ucapan 'Miss you'? Dia menjadi tidak tahu harus bagaimana membalas pesan tersebut.
Tanpa sadar Chleo duduk di teras yang menghadap ke laut dengan pandangan kosong. Dia melamun sambil membiarkan ponselnya bersandar pada pangkuannya. Terlalu larut dalam lamunannya, dia tidak menyadari Diego menyelinap dari belakangnya dan mengintip isi pesan dari ponselnya yang kebetulan belum mati.
Dia hanya membaca pesan singkat tersebut tapi belum sempat mencari tahu pengirimnya karena layar monitor ponsel kakaknya telah mati.
Memangnya apa yang salah dengan pesan tersebut? Diego bertanya-tanya sambil memikirkan kemungkinan penyebab lamunan kakaknya.
Kalau ucapan hari natal memang normal, tapi tidak normal jika ditutupi dengan kata 'merindu'. Orang yang sanggup mengatakan rindu hanyalah Axelard dan juga…
Ah, apakah mungkin Alexis?
Jika yang mengirim pesan tersebut berasal dari Axel, maka kakaknya tidak akan melamun seperti ini dan segera membalas pesan tersebut. Karena itu kemungkinan pengirimnya adalah Alexis sehingga Chleo merasa bimbang untuk mengirim pesan balasan.
"Wah… Pantainya sangat indah. Tidak heran kalian menyukainya."
Diego serta Chleo sama-sama mendongak mendengar suara berat yang khas dari Daniel Paxton.
"Kakek," Chleo langsung mengumbar senyuman manisnya dan bangkit berdiri. Barulah dia sadar ada Diego yang sudah berdiri di belakangnya.
Sejak kapan adiknya ada disana?
Daniel duduk santai di kursi tidur yang nyaman menikmati angin sejuk serta suara ombak yang begitu meneduhkan. Chleo dan Diego sama-sama duduk di sebelah kakek mereka. Yang satu disebelah kanan sedangkan yang lain di sebelah kiri.
"Apakah kakek tidak sukai pantai?" tanya Chleo penasaran.
"Hm… Bukannya tidak suka. Tapi aku tidak sempat pergi ke pantai sebelumnya."
"Kakek tidak pernah ke pantai?" seru Diego nyaris tidak percaya membuat Daniel tertawa.
"Bukan. Tentu saja aku pernah. Terakhir kali aku ke pantai…" Daniel tampak berpikir sejenak berusaha mengingat kapan terakhir kali dia ke pantai. "Ah, saat aku membawa ibu kalian ke pantai pertama kali. Waktu itu dia masih berusia 4 tahun."
"Benarkah? Sudah lama sekali. Kakek, seperti apa mama sewaktu masih kecil dulu."
"Cathy semasa kecil… dia seperti ulat kepanasan." ujar Daniel dengan nada jenaka membuat kedua anak muda disebelahnya semakin tertarik. Sudah lama sekali mereka tidak mendengar kisah masa kecil ayah serta ibu mereka. Dan mereka sangat suka kisah mereka. Apalagi ketika mendengar kisah asmara kedua orangtuanya dari berbagai macam orang.
Cerita mereka berbeda-beda tapi kesimpulannya hanya satu. Sang ayah sangat mencintai sang ibu sehingga rela melakukan apapun demi membahagiakan sang ibu.
'Di dunia ini aku hanya bisa mencintaimu.'
Kalimat ini adalah salah satu kalimat yang paling berkesan dan membekas di memori Chleo. Bagi Vincent, Cathy tak tergantikan begitu juga sebaliknya. Chleo bertanya-tanya apakah dia bisa seperti kedua orangtuanya? Apakah hubungannya dengan Axel bisa seperti mereka yang hanya bisa mencintai satu orang saja seumur hidup?
"Apakah kalian tahu kenapa pesawat yang kita naiki bernama CDR 777?" ujar Daniel dengan nada misterius.
"Aku tahu." sahut Diego. "CDR adalah singkatan dari Chleora Diego Regnz. Iya kan?"
"Benarkah? Bagaimana kau bisa tahu?" Chleo sama sekali tidak menyangka ayahnya akan memberikan nama kedua anaknya pada pesawat jet pribadi terbesar dan termegah di dunia ini.
"Aku tidak tahu. Aku hanya asal menebak saja." sahut Diego.
Yang sebenarnya Diego sudah tahu design interior pesawat tersebut karena dia pernah naik bahkan berulang kali di kehidupan masa lalunya. Semua letak, interior, ukuran serta pewarnaan sama persis seperti dalam ingatannya. Itu sebabnya dia sama sekali tidak terkejut dan terpana saat naik bersama-sama dengan lainnya.
Hanya saja, ada satu hal yang sangat beda. Nama pesawat tersebut. Dulu seingatnya pesawat tersebut diberi nama Rinrin 830. Diego tahu Rinrin adalah nama panggilan sayang saat ibunya masih muda sementara angka 830 adalah hari kelahiran ibunya.
Sekarang ayahnya memberi nama CDR 777. Jika di masa lalu ayahnya memberi nama sang ibu untuk pesawatnya, maka ada kemungkinan di masa ini ayahnya juga memberi nama orang yang disayanginya untuk pesawat ini. Chleora Diego Regnz adalah singkatan yang terpikirkan oleh Diego. Sementara angka 777… dia tidak tahu alasannya.
Ulang tahunnya serta kakaknya bukan tanggal 7 ataupun di bulan 7. Jadi dia sama sekali tidak mengerti angka 7 ini.
"Tebakanmu memang benar. CDR memang diambil dari nama kalian."
Chleo tersenyum senang mendengarnya. Dia tahu ayahnya itu sangat menyayangi istrinya bahkan mungkin ayahnya akan mendengarkan apapun yang diucapkan sang ibu. Itu sebabnya dari dulu Chleo dan Diego akan pergi ke sang ibu terlebih dulu, membujuknya bahkan menyuapnya agar bisa membujuk Vincent untuk mengizinkan mereka melakukan sesuatu.
Chleo juga tahu bahwa Vincent juga menyayangi kedua anaknya, tapi dia sama sekali tidak menyangka sang ayah akan memberikan nama mereka pada pesawat pribadinya.
"Lalu apa arti angka 777?"
"Ayahmu sangat menyukai angka 7. Menurutnya angka 7 adalah angka sempurna yang melengkapi kehidupannya. Sebelum kalian lahir, hanya ada satu orang yang menempati angka 7 di hatinya. Tapi kini ada tambahan dua orang lagi. Kalian tahu kan siapa kedua orang itu?"
Chleo serta Diego cengar-cengir sendiri mendengarnya. Ah, papa… Mereka merasa sangat terharu ternyata Vincent juga begitu menyayangi mereka.
"Chleo sayang, pihak resepsionis barusan memberitahu ada paket datang ditujukan untukmu. Apa kau ingin mengambilnya sendiri atau menyuruh staf untuk membawanya kemari?" tiba-tiba suara sang ibu yang lembut terdengar dari balik pintu vila.
"Paket? Paket dari siapa?"
"Katanya dari Dexter. Aneh sekali, mengapa Dexter juga mengirimmu paket?"
"Aku akan mengambilnya sendiri." seru Chleo spontan membuat lainnya terheran-heran.
Tanpa memberi kesempatan lainnya untuk bertanya padanya, Chleo telah menghambur keluar menuju ke lobi utama resort.
"Bukankah Dexter adalah kekasih Evie? Kenapa dia tampak begitu senang menerima paket dari Dexter?" tanya Daniel keheranan melihat tingkah cucu perempuannya.
"Aku juga tidak tahu. Aku harap Chleo tidak akan merusak hubungan antara Dexter dan Evie."
"Tenang saja, mama. Pengirim yang sebenarnya adalah Axelard yang meminjam nama Dexter. Waktu itu papa masih belum mengetahuinya dan kakak tidak ingin papa tahu. Jadi Axel menurutinya dan menggunakan nama Dexter." jelas Diego dengan enggan.
"Oh, rupanya begitu." Cathy bisa bernapas lega mendengar penjelasannya sementara Daniel malah semakin merasa penasaran.
"Siapa itu Axelard?"
Sekali lagi dengan suara yang malas, Diego menceritakan apa saja yang terjadi pada kakaknya di Seatlle ketika bertemu dengan Axelard. Diego sama sekali tidak menyangka Daniel akan memberitahu Marcel soal ini lalu Marcel menceritakan hal ini pada Joseph serta Vienna yang pada akhirnya menyebar hingga keseluruh keluarga yang hadir.
Diego sama sekali tidak merencanakannya dan dia yakin Chleo berharap sedikit orang yang mengetahui bahwa dirinya sudah memiliki kekasih.
Siapa yang menyangka, hanya dalam waktu beberapa menit saja, semua orang sudah tahu bahwa Chleo yang sebelumnya menganggap semua pemuda hanya sebatas teman, kini memiliki seorang kekasih.
"Chleo, kapan kau akan mengenalkan pemuda itu pada kami? Aku sangat ingin bertemu dengannya."
Chleo baru saja selesai mengambil bingkisan kado yang dibungkus kertas baby blue yang sangat cantik dengan pita biru dogger melilit ke empat sisi bingkisan tersebut ketika bibi Katie dan Abi datang menghampirinya.
"Pemuda siapa?"
"Siapa lagi? Tentu saja kekasihmu. Axelard kan namanya?" seru Abi dengan mata berbinar-binar membuat Chleo kehabisan kata-kata.
Darimana mereka tahu nama Axel?!