Diego Dan Axel
Diego Dan Axel
Axelard mengerjapkan matanya beberapa kali merasa terheran bagaimana dia bisa tertidur? Dia yakin dia tidak melakukan aktivitas yang melelahkan sehingga membuatnya tertidur.
Axel memijat keningnya dan baru menyadari balutan yang menutupi seluruh punggung tangan serta jemarinya. Dia baru ingat kemarin sore dia mengerahkan seluruh energinya untuk menghadapi kekuatan Vectis. Gara-gara itu energi kehidupannya terkuras sehingga membuat tubuhnya merasa lemas.
Setidaknya sekarang dia sudah pulih kembali setelah tidur sebentar.
Axel mengangkat kepalanya ke arah ranjang Diego dan merasa bingung akan apa yang dilihatnya. Saat ini yang berbaring di atas ranjang bukannya Diego melainkan Chleo? Lalu dimana Diego?
"Kau sudah bangun?"
Axel menoleh ke sebelahnya dan agak terkejut melihat Diego telah duduk disebelahnya? Kenapa dia sama sekali tidak menyadari kehadirannya?
"Apa yang kau lakukan?" Axel lebih merasa terheran lagi ketika Diego sedang asyik bermain smartphonenya seolah anak itu tidak jatuh sakit apa-apa.
"Ah, teman-temanku marah karena kemarin aku meninggalkan mereka. Jadi hari ini aku menebusnya." jawab Diego dengan pandangan masih fokus pada game di smartphonenya.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Jauh lebih baik. Tunggu sebentar. Biarkan aku menyelesaikan yang satu ini."
Axel mengernyit mendengarnya. Aneh sekali, kenapa dia merasa ada sesuatu yang berbeda dari anak muda disebelahnya ini? Hanya saja dia tidak tahu apa yang beda.
Pada akhirnya dia memutuskan bangkit berdiri untuk melihat Chleo yang masih terlelap. Ketika dia berjalan, Diego melirik sinis ke arah punggungnya sekilas sebelum kembali ke pada permainannya.
Axel mengelus puncak kepala Chleo sambil tersenyum lembut. Chleo tampak lebih polos dan damai saat tidur seolah tidak ada beban apapun didalam pikirannya.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" sahut Diego dengan nada datar.
"Tanyakan saja."
"Apakah kau memiliki saudara kembar?"
"Tidak."
"Seorang kakak mungkin?"
"Tidak. Aku anak tunggal." jawab Axel masih memandangi kekasihnya tanpa rasa curiga apapun pada Diego yang tengah menginterogasinya.
"Aku penasaran apakah rambut aslimu bewarna hitam? Sangat jarang orang Inggris berambut hitam pekat sepertimu."
Sebelah tangan yang tadinya masih mengelus puncak kepala Chleo terhenti seketika.
"Cukup banyak orang yang berambut hitam didaerah tempat tinggalku."
"Oh. Kurasa kau lebih cocok jika kau mengecat rambutmu bewarna silver atau semacamnya. Apakah kau pernah melakukannya?"
Axel menghela napas lalu berbalik menghadap ke arah Diego untuk mencari tahu apa yang sedang dicari anak remaja itu mengenai dirinya. Tadinya dia berpikir Diego bertanya-tanya hanya karena dia ingin memastikan sesuatu apakah Axel layak mendapatkan hati kakaknya atau tidak. Karena itu Axel bersedia bekerja sama dan menjawab apapun pertanyaan anak remaja itu.
Tapi kini, Axel tidak yakin pertanyaan Diego yang diajukannya berhubungan dengan hubungannya dan Chleo. Sebenarnya apa yang ingin dicari Diego darinya? Apa yang ingin diketahui pemuda itu darinya?
"Mengapa kau tertarik soal warna rambutku? Apakah kau akan merestui hubunganku jika aku mengecat rambutku menjadi silver?"
Diego melongo mendengar pertanyaan blak-blakan tersebut. Sedari tadi dia yakin dia sama sekali tidak menyinggung soal hubungan khusus antara pria itu dengan kakaknya. Kenapa pria ini malah menembaknya langsung?!
"Aku tidak bilang apa-apa soal hubungan kalian." ucap Diego dengan nada datar namun Axel masih bisa mendeteksi nada ketidaksukaan pada suaranya.
"Diego, apakah terjadi sesuatu sebelum kau jatuh pingsan?" kali ini Axel yang menembaknya secara langsung.
Tentu saja terjadi sesuatu. Diego telah mengingat apa-apa saja di kehidupan sebelumnya. Dia tahu apa saja yang dialami kakaknya dan penderitaan kakaknya.
"Tidak ada. Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Kau tidak seperti Diego yang kutemui beberapa saat yang lalu."
"…"
Untuk beberapa saat tidak ada dari mereka yang bicara. Mereka hanya saling menatap berusaha mencari tahu apa yang dipikirkan lawan bicara mereka. Bahkan Axel sendiri merasa heran. Hingga pertemuan terakhir mereka, Axel masih bisa mengerti apa yang dirasakan anak muda itu dengan mudahnya.
Dia bisa langsung tahu seperti apa suasana hati pemuda itu, tapi kini… sangat sulit baginya menerobos masuk jalan pikiran pemuda didepannya. Dia merasa dia berhadapan dengan orang yang bukan anak remaja usia 16 tahun yang seharusnya masih polos dan tanpa beban, melainkan dengan orang yang telah mengalami kepahitan serta masa-masa sulit di kehidupannya.
Sepertinya Diego yang ada dihadapannya saat ini memang telah berubah dari Diego yang pernah ditemuinya. Tapi… bagaimana bisa seseorang berubah begitu sangat drastis?
"Hm…" terdengar suara gumaman dari arah belakangnya memecahkan pikiran Axel.
"Diego? Axe?" panggil Chleo dengan suara seraknya karena baru bangun tidur.
"Hai, selamat pagi."
"Axe, selamat pagi. Ini dimana?" untuk beberapa saat jaringan system pada otak Chleo berjalan dengan sangat lambat. Begitu otaknya berfungsi dengan normal, barulah dia teringat akan adiknya. "Diego! Dimana dia? Kenapa aku yang ada disini?"
"Sst. Tenanglah. Adikmu baik-baik saja." jawab Axel dengan suara menenangkan sambil melirik ke arah Diego yang masih duduk di atas sofa yang nyaman.
Chleo turut melirik ke arah Diego yang kini tersenyum lebar kearahnya sambil melambaikan tangan.
"Selamat pagi kakak."
"Diego! Kau itu ya!!" Chleo langsung bangkit berdiri dan berjalan menghampiri adiknya. Dia langsung menangkup wajah adiknya dengan kedua tangannya lalu mencubit kedua pipinya. "Apa yang kau lakukan tidur-tiduran di halaman belakang huh? Kenapa tidak memakai jaket? Kenapa pula kau harus pingsan?"
"Auw…hafi hahha hehashan!" Diego meronta-ronta agar kakaknya segera melepaskan cubitan di kedua pipinya. Begitu Chleo melepaskannya Diego langsung mengusap pipinya yang kini agak kemerahan akibat cubitan sang kakak. "Aku bukan anak kecil lagi, kenapa masih suka mencubitku? Bagaimana kalau ketampananku berkurang gara-gara cubitan kakak?"
"Kau…"
"Baiklah, aku mengerti. Aku yang salah, aku tidak akan mengulanginya lagi. Jadi jangan marah lagi, hm?"
"Hmph! Lain kali aku tidak akan mengurusmu kalau kau sembrono seperti kemarin."
Diego tertawa kecil sebelum berjanji pada sang kakak kejadian yang sama tidak akan terulang lagi.
Diego bisa merasakan sepasang mata tengah mengawasi gerak-geriknya selama dia berinteraksi dengan Chleo. Namun dia berpura-pura tidak tahu dan bersikap seperti Diego yang biasanya.
Sementara itu Axel sedang melihat sebuah bayangan lainnya.
"INI SEMUA KESALAHANMU!! SEHARUSNYA KAU TIDAK BERTEMU DENGAN KAKAKKU! PERGI SANA! JANGAN TUNJUKKAN WAJAHMU DIHADAPAN KAMI LAGI!"
Seketika dada Axel serasa bergemuruh melihat bayangan ini. Kali ini dia bisa melihat wajah seseorang dengan sangat jelas. Rambut madu serta mata biru yang mirip dengannya. Orang yang berteriak kearahnya tidak salah lagi… wajah orang itu adalah…
Diego??