Chleo Takut
Chleo Takut
BAM! Ceklek!
Seketika ruangan menjadi gelap gulita dan Chleo tidak bisa melihat apa-apa. Ada semacamam debaran di jantungnya membuatnya berdesir ketakutan. Apakah pintu ruangan tertutup tanpa sengaja? Lalu suara 'ceklek' apa yang tadi didengarnya?
Chleo mencoba kembali berjalan sambil memegangi dinding menuju ke arah pintu. Dia memutar knob pintu dan persis seperti yang ditakutinya, pintu tersebut terkunci.
Apa berarti ada seseorang di luar yang sengaja mengunci pintunya?
Ah, tidak. Tadi saat dia datang kemari, tidak ada siapa-siapa disini. Lagipula, rata-rata para murid sudah tidak datang lagi ke kampus karena liburan semester sudah dimulai. Yang ada hanyalah staff yang bekerja di bagian administrasi.
Chleo merogoh ponselnya untuk menyalakan flashlight dari hapenya. Lalu dia mencoba menghubungi Axel yang tengah menunggunya di kafe.
Tapi tiba-tiba layar monitornya bergerak sendiri tanpa dia melakukan apa-apa, detik berikutnya hapenya mati dalam sekejap bersamaan flashlight yang barusan dinyalakan.
Chleo mencoba menyalakan kembali ponselnya namun ternyata gagal dan ponselnya sama sekali tidak mau menyala. Padahal dia yakin sekali baterai hapenya masih penuh dan tidak mungkin hapenya mati mendadak seperti ini.
Tidak punya pilihan lain Chleo mencoba memanggil bantuan.
"Halo! Apakah ada orang disana? Aku terkunci didalam." Chleo memanggil sambil menggedor pintu dengan keras berharap ada orang yang mendengarnya.
Dia berharap setidaknya salah satu pengawalnya mengikutinya kemari dan…
Eh? Dia tadi berlari dengan sangat kencang, apakah pengawalnya bisa mengikutinya?
Dia ingat sewaktu dia masih remaja dulu, dia sering kali menipu pengawal ayahnya dan berlari sekencang mungkin agar mereka tidak bisa mengikutinya.
Sepertinya barusan dia telah berlari sekencang mungkin… apakah para pengawalnya sempat mengikuti jejaknya?
Aduh, bagaimana ini?
"Halo, tolong aku. Ada orang luar disana?"
Chleo masih berusaha terus memanggil sambil menggedor pintunya tapi hasilnya nihil.
Suara Chleo mulai serak karena terus berteriak dan tangannya juga mulai sakit karena terus menggedor pintu berulang kali.
Chleo memutuskan menyerah dan berbalik menyenderkan punggungnya ke pintu. Sepertinya jalan terakhirnya hanyalah menunggu. Axel pasti akan mencarinya kalau dia tidak kunjung muncul.
Tapi… bagaimana pria itu bisa menemukannya? Gedung kampus ini sangat luas dan… Oh, mungkin Axel bisa menemukannya. Dia sudah memberitahu pria itu kalau dia akan mengambil kuas di alat penyimpanan. Pria itu sangat pintar. Dia pasti akan langsung bertanya di pihak informasi mengenai tempat ini.
Benar. Dia hanya bisa menunggu untuk saat ini. Dia tidak perlu takut meski saat ini dia berada didalam ruangan gelap gulita. Dia tidak perlu takut. Benar. Dia tidak memiliki alasan untuk takut. Chleo berusaha menenangkan dirinya sendiri begitu merasakan desiran ketakutan mulai merayapi sekujur tubuhnya.
Dia tidak pernah takut kegelapan sebelumnya. Dia tidak pernah mengalami kejadian yang membuatnya trauma terhadap kegelapan. Seharusnya begitu… tapi kenapa dia merasa gelisah.
'Tidak, tolong aku. Hiks… papa, mama… hiks,'
Deru napas Chleo semakin tidak beraturan saat sebuah bayangan asing melintas dipikirannya. Chleo memegangi kepalanya yang entah kenapa mulai terasa sakit.
Kini muncul seseorang dalam pikirannya. Orang tersebut memiliki sinar mata yang mengerikan, belum lagi senyuman miringnya yang seakan hendak melahapnya membuat sekujur tubuhnya bergidik mengerikan.
Yang lebih mengejutkan lagi Chleo bisa melihat wajah orang tersebut dengan jelas.
Orang tersebut adalah… Alexis!!
Tanpa sadar kedua kaki Chleo menjadi lemas dan jatuh terduduk dengan punggung masih menempel pada pintu.
Bukan. Orang yang dilihatnya saat ini sudah sangat tua dan berkeriput. Ditambah lagi matanya tidak biru seperti Alexis. Siapa orang ini? Kenapa dia merasa takut luar biasa?
"Chleora Regnz, hari ini aku akan menjadikanmu umpan. Hahahaha."
Tangan orang tersebut bergerak ke arahnya seolah hendak mencengkeramnya. Di pandangan Chleo tangan itu sangat kurus seperti tengkorak yang berjalan ke arahnya membuatnya menangis ketakutan.
"TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK!!"
Ceklek!
Tiba-tiba saja, sinar cahaya luar menyerang masuk ke dalam membuat pandangan apapun yang dilihat Chleo barusan menghilang tanpa jejak.
"Kau baik-baik saja? Kenapa kau bisa terkunci disini?"
Chleo berbalik melihat orang yang baru saja membuka pintu ruangan gelap yang menakutkan ini. Dia ingin mengucapkan terima kasih tapi dia tidak bisa menemukan suaranya. Dia terlalu takut, tubuhnya gemetaran seolah dia baru saja mengalami mimpi terburuk yang pernah dialaminya.
"Mengapa kau menangis?"
Chleo tercekat begitu merasakan tangan hangat yang menghapus air matanya.
"Kau tidak perlu menangis lagi. Semuanya akan baik-baik saja. Orang itu akan datang kemari. Kali ini dia akan memastikan kau mendapatkan kebahagiaanmu yang sesungguhnya."
Chleo mengerjap matanya beberapa kali. Orang yang kini sedang menghiburnya rupanya adalah seorang gadis muda dengan rambut disanggul dua di dua sisi seperti bergaya ala cina.
Siapa gadis ini? Anehnya, dia sudah tidak merasa setakut tadi seolah gadis muda ini menyerap semua ketakutan yang baru saja dirasakannya.
"Kau.. siapa?"
Gadis muda itu hanya tersenyum misterius lalu memberikan kuas yang dicari Chleo.
"Ini kan yang kau cari? Sekarang pergilah dan temui dosenmu. Beliau ada di ruang kantornya."
Chleo merasa dirinya tidak bisa membantah lagi dan berdiri dengan tegap lalu berjalan keluar dari ruang tempat penyimpanan. Begitu Chleo memunggungi gadis muda tersebut, mata gadis itu berubah warna. Yang satu bewarna merah sedangkan yang satu bewarna biru.
"Untunglah, aku datang tepat waktu." monolog gadis itu lalu menghilang tak terlihat lagi.
Saat itulah Chleo baru teringat akan sesuatu. Dia berbalik hendak untuk mengucapkan terima kasih tapi dia tidak menemukan siapa-siapa disana. Dia bahkan melihat ruangan penyimpanan alat kesenian juga telah terkunci kembali.
Chleo memandangi dua benda yang ada ditangannya. Yang satu alat kuas yang dia cari dan yang satu adalah kunci pintu ruangan tersebut.
Bagaimana dua benda ini bisa berada didalam tangannya? Dan lagi bagaimana gadis muda itu tahu kuas jenis apa yang sedang dicarinya? Sebenarnya siapa gadis itu?
'Sekarang pergilah dan temui dosenmu. Beliau ada di ruang kantornya.'
Dosennya berada di kampus? Bukannya beliau menyuruhnya datang ke studionya? Untuk apa Chleo disuruh datang ke studio kalau ternyata beliau ada di kampus?
Chleo memutuskan mendatangi kantor dosennya dan menanyakan hal pesan yang mengatakannya dia harus memperbaiki lukisannya.
"Ha? Aku tidak menyuruhmu memperbaikinya. Aku sudah memberi nilai pada lukisanmu dan memberikannya pada Dekan. Kau tidak perlu memperbaiki apa-apa lagi."
Chleo semakin bingung mendengar ini. Pada akhirnya dia pamit dengan sopan dan berjalan keluar sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sebenarnya apa yang telah terjadi padanya? Jika dosennya tidak menyuruhnya mengambil kuas khusus, lalu siapa yang memberinya sms mengatasnamakan dosennya?
Chleo memasuki kafe dimana Axel tengah menunggunya. Axel yang melihat raut muka Chleo tidak begitu baik langsung bangkit berdiri menghampirinya.
"Ada apa? Apakah terjadi sesuatu?"
Ah, bagaimana caranya pria ini langsung mengetahui suasana hatinya? Seolah pria ini bisa membacanya seperti buku terbuka. Aiya, bukankah pria ini pernah bilang Chleo memang seperti buku terbuka dihadapannya?
Chleo tidak menjawab apa-apa dan hanya melingkarkan kedua tangannya melewati pinggang Axel lalu membenamkan kepalanya di depan dada bidang pria tersebut.
"Tadi aku merasa takut sekali, tapi begitu memelukmu, rasa takutku jadi lenyap."
Nah, mulai lagi pengalihan perhatian ala Chleo.
Yah, karena tampaknya Chleo tadi memang tampak kalut tapi kini sudah membaik, Axel hanya membiarkannya saja dan membalas pelukannya dengan lembut. Lagipula dia juga sangat suka menghadapi Chleo yang bersikap manja seperti ini. Apalagi kalau dipeluk seperti ini.
Siapa yang akan menolak? Sampai kapanpun Axel tidak akan pernah menolak Chleo.