My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Makan Siang Bersama



Makan Siang Bersama

3Axelard berdehem beberapa kali sebelum memutuskan membuka suara terlebih dulu.     

"Apa kau merasa lapar? Kurasa sudah waktunya kita cari makan siang."     

Chleo terperanjak mendengar suara pemuda itu. Aduh.. setelah menyadari perasaannya sendiri, Chleo menjadi tidak bisa tenang.     

"Ah, iya. Kurasa begitu."     

"Apa kau punya rekomendasi tempat yang enak?"     

"Hm... kau lebih suka jenis masakan apa?"     

"Aku tidak terlalu pemilih."     

"Bagaimana kalau masakan seafood? Di daerah sini ada rumah makan yang menyajikan kepiting terenak."     

"Baiklah."     

Begitu mereka tiba di tempat rumah makan yang dimaksud Chleo, keduanya langsung memesan makanan mereka. Setelah waitress mencatat nama pesanan mereka, Chleo meminta maaf pada pemuda itu karena telah membuatnya menunggu lebih lama dari seharusnya.     

"Maafkan aku. Sepertinya aku membuatmu menunggu."     

"Tidak perlu khawatirkan hal itu. Jadi apakah semuanya baik-baik saja? Bukankah kemarin kau dilabrak oleh teman-temanmu?"     

"Ah, itu. Semuanya sudah beres. Sepertinya ada salah paham diantara kami. Tapi semua sudah selesai."     

"Hm. Baguslah kalau begitu."     

Untuk kesekian kalinya, Chleo serasa napasnya tercekat begitu melihat senyuman Axel. Lalu tiba-tiba dia teringat akan sesuatu.     

"Tapi.. kemarin, bagaimana kau bisa berada di dalam kelasku?"     

"..." Axel sengaja tidak langsung menjawab dan hanya memberi Chleo ulasan senyum tipis.     

Dimata Chleo, Axel seolah memberi kesan misterius dan sengaja menunda jawabannya. Padahal yang sebenarnya, Axel sedang mencari alasan yang masuk akal mengenai kemunculannya yang tiba-tiba.     

"Dexter mengatakan padaku dia membutuhkan seorang designer baru. Kupikir aku bisa melihat calon designer di Seattle agar bisa kurekomendasikan padanya. Jadi aku datang kesana kemarin yang kebetulan aku berada di dekat kelasmu." Kalimatnya diucapkannya dengan mulus membuat Chleo langsung mempercayainya tanpa curiga.     

"Ah, rupanya begitu. Aku dengar keluarga Dexter memiliki perusahaan fashion disini."     

"Benar."     

"Apakah perusahaannya mendapatkan lisensi secara legal?"     

Sebelah alis Axel terangkat mendengar pertanyaan ini. Dia merasa heran mengapa Chleo tertarik pada lisensi perusahaannya.     

"Seharusnya begitu. Ada apa?"     

"Ah, tidak apa-apa. Aku hanya penasaran apakah mereka menerima pegawai magang atau tidak."     

"Pegawai magang? Memangnya kenapa?"     

"Sebenarnya..."     

Kemudian Chleo menceritakan kondisinya yang ingin memanfaatkan liburan ini dengan bekerja magang di sebuah perusahaan. Tujuannya bukan hanya untuk mendapatkan pengalaman tapi juga untuk menyelesaikan tugas akhir semester yang merupakan salah satu syarat kelulusan.     

Sayangnya semua perusahaan memutuskan untuk tidak mempekerjakannya karena larangan dari ayahnya sendiri. Namun, mengenai perusahaan yang dilarang oleh ayahnya untuk menerimanya sebagai pegawai magang tidak diceritakannya pada Axel. Dia masih ingin menyembunyikan identitasnya.     

Padahal yang sebenarnya, Axel sudah mengetahui siapa itu Chleora.     

"Kenapa kau tidak mencoba menghubungi Dexter? Mungkin dia bisa membantumu." Usul Axel.     

"Ah, aku berpikir juga begitu. Tapi rasanya aku agak merasa sungkan. Aku baru bertemu dengannya beberapa kali."     

"Tapi sepertinya kau tidak merasa sungkan denganku. Kita juga baru bertemu beberapa kali."     

Chleo merona salah tingkah mendengar ini.     

Apa yang dikatakan Axel memang benar. Aneh sekali, kenapa Chleo bisa mencurahkan isi hatinya dengan bebas seperti ini? Sama sekali tidak ada rasa sungkan atau enggan tiap kali dia berbicara dengan pemuda ini. Hanya perasaan senang, antusias dan juga malu-malu layaknya seorang gadis yang baru pertama kali jatuh cinta yang dia rasakan saat ini.     

Yah, ini kan memang pertama kali baginya jika memang apa yang dirasakannya saat ini adalah cinta.     

"Hahahaha," tawa Chleo dengan gugup sambil mengusap tengkuk lehernya, "Aku juga tidak tahu kenapa. Rasanya aku tidak perlu bersikap sungkan padamu. Kau pasti menganggapku aneh ya?"     

"Tidak. Sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama denganmu."     

"Benarkah?" Chleo sama sekali tidak bisa mempercayai pendengarannya.     

"Aku malah merasa, sepertinya kita pernah bertemu sebelum ini. Seperti seorang teman dekat yang sudah bertahun-tahun lama tidak bertemu. Bukankah aku yang lebih aneh lagi?"     

Chleo tertawa kecil mendengarnya tidak sadar pipinya kembali merona. "Kau pandai sekali berbicara yang menyenangkan. Kau pasti memiliki banyak penggemar." Chleo langsung menyesali kalimatnya. Entah kenapa dia menjadi takut mendengar jawabannya.     

Bagaimana kalau ternyata Axel memang memiliki banyak penggemar? Bagaimana kalau ternyata pemuda ini malah sudah memiliki kekasih?     

"Tidak juga." Jawab Axel membuat Chleo merasa lega. "Aku bukanlah orang yang suka bersosialisasi. Aku tidak suka keramaian."     

"Sayang sekali, padahal keramaian sangat menyenangkan. Seperti sebuah festival, pameran, atau parade di jalanan, kita bisa melihat berbagai macam hal dengan mengikuti tiap acara."     

Axel hanya menanggapinya dengan senyuman. Yang sebenarnya dia sudah terlalu sering melihat acara itu baik melalui matanya sendiri maupun melalui mata Falcon.     

Dulu ketika dia masih belajar menguasai kekuatannya, dia seringkali lepas kendali tiap kali berada dalam kerumunan. Banyak orang yang berdesak-desakan, atau juga ada perempuan yang nekat meraba tubuhnya untuk merayunya dan sebagainya. Dia lepas kendali mengeluarkan kekuatannya hingga membuat jalanan membeku dan beberapa orang disekitarnya jatuh pingsan.     

Semenjak itu dia menjauhi keramaian dan jarang muncul di acara-acara gala untuk kalangan super. Dia tidak ingin diganggu dengan surat resmi lamaran nikah untuknya, atau kastilnya yang akan selalu dikunjungi secara rutin oleh pejabat pemerintah hanya untuk mendapatkan relasi darinya.     

Bahkan saat inipun, meski dia sudah bisa mengendalikan kekuatannya dengan sempurna, dia masih tidak suka akan keramaian karena sudah menjadi kebiasaannya.     

"Kalau begitu hal apa yang kau sukai?" tanya Chleo menggugah pikiran Axel.     

"Sedikit yang kusukai. Salah satunya adalah laut. Aku lebih suka tinggal diatas laut daripada didaratan."     

"Benarkah?" sepasang mata Chleo tampak berbinar-binar. "Apakah kau pernah tinggal di atas laut? Seperti apa rasanya? Apa kau memiliki kapal atau rumah yang berdiri diatas laut? Ah, rasanya pasti menyenangkan sekali. Kau bisa berenang sepuasnya kapanpun kau mau."     

Axel tertawa kecil mendengar antusiasme pada suara Chleo.     

"Kau juga suka laut?"     

"Tentu saja. Percaya atau tidak dulu sewaktu aku kecil aku pernah menyelam dengan menunggangi ikan paus. Aku juga berenang bersama ikan lumba-lumba dan melihat segala macam tumbuhan unik dibawah lautan."     

"Aku memang tidak mempercayainya. Aku mungkin akan percaya jika kau berenang bersama lumba-lumba, tapi menunggangi ikan paus. Itu sesuatu hal yang mustahil dilakukan. Kecuali kalau kau melakukannya di arena pertunjukkan. Mungkin aku akan percaya."     

Di dunia ini yang bisa menunggangi ikan paus serta hewan mamalia buas lainnya di laut lepas hanyalah raja biru. Kecuali jika manusia menangkap dan melatih ikan paus untuk dijadikan tontonan, maka mungkin itu akan lebih masuk akal. Tapi menunggangi hewan mamalia di lautan... secara akal manusia, itu sesuatu yang mustahil.     

"Tapi, aku tidak bohong. Aku benar-benar menungganginya. Waktu itu masih ada pangeran es yang menemaniku."     

Kebiasaan buruk Chleo kembali kumat. Jika dia sudah terlalu antusias atau tidak mau mengalah, dia akan keceplosan mengatakan hal yang seharusnya tidak boleh dia katakan.     

"Pangeran es?"     

"Dia adalah orang yang pernah menyelamatkanku. Aku tidak terlalu ingat dia menyelamatkanku dari apa, pokoknya dia adalah penyelamatku."     

"Baiklah, aku mengerti. Dia adalah peneyelamatmu. Tapi kenapa kau memanggilnya pangeran es?"     

"Itu karena suhu tubuhnya sangat dingin. Waktu itu sama sekali bukan musim dingin, dan cuaca juga lumayan panas karena matahari bersinar dengan terik. Tapi suhu tubuhnya sangat dingin seperti es. Dia bilang padaku di dunia ini satu-satunya orang yang memiliki suhu dingin hanyalah dia seorang. Bukankah dia misterius sekali?"     

"..."     

Di dunia ini satu-satunya orang yang memiliki suhu tubuh sedingin es hanyalah raja biru seorang. Apakah mungkin pangeran es yang dimaksudkan Chleo adalah dirinya? Axel mulai bertanya-tanya.     

Jika penyelamat yang diceritakan Chleo memang adalah dirinya, kenapa dia tidak ingat apa-apa? Axel memejamkan matanya mencoba menggali ingatannya yang telah menghilang.     

Untuk pertama kalinya semenjak dia terbangun empat tahun yang lalu, dia ingin segera mendapatkan ingatannya kembali.     

Karena itu dia berusaha menerobos halangan yang berusaha menjauhkannya dari ingatannya hingga membuat kepalanya diserang rasa sakit luar biasa.     

"Axel? Axel!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.